Selamat menikmati, Ernan.

1K 158 13
                                    

"Hey. Udah, tenang, ya. Kamu udah sama aku." ucap Ernan saat mereka sudah berada di dalam mobil.

Gadis itu masih terdiam dengan tubuhnya yang gemetar dan sedikit basah karena rintikan air hujan.

"Kita pulang, ya. Abis itu kamu istirahat."

Ernan tidak bertanya mengapa Biya bisa seperti ini. Ia tahu jika kondisi gadis itu belum membaik karena masih terlihat ketakutan di raut wajahnya.

Jika ditanya mengapa bisa ada Ernan, entah mengapa perasaan lelaki itu tidak karuan dan kepalanya diisi oleh nama Biya. Ia memutuskan untuk berada di sekitar kampusnya dan tidak pulang ke rumah setelah kelasnya selesai. Benar saja, saat ia ingin kembali ke kampus untuk memastikan Biya sudah pulang atau belum. Matanya tertuju pada seorang gadis yang tentu sangat ia kenali. Emosinya memuncak kala melihat 'gadisnya' itu ternyata sedang menangis. Namun ia mengesampingkan emosinya dan langsung bergegas menghampiri Biya.

Tidak ada percakapan selama perjalanan. Ernan membiarkan Biya untuk tenang dan dirinya juga mencoba meredam emosi.

"Udah sampe, langsung istirahat, ya, kamu."

Biya mengangguk. Mata keduanya bertemu dan menyiratkan perasaan yang tidak bisa diartikan.

"Ernan, makasih banyak," ucap Biya.

"Bi, bilang ke aku, ya, kalo laki-laki itu nyakitin kamu. Aku gak bisa, Bi, liat kamu nangis," balas Ernan.

"Enggak, Ernan. Aku gapapa," ucap Biya sambil berusaha tersenyum.

"Bi, jangan sampe aku apa-apain si Aksa."

Biya langsung menggenggam tangan Ernan. Ia tahu jika lelaki di sampingnya itu sedang emosi.

"Jangan, ya. Aku mohon," ucap Biya dengan tatapan memohon.

Ernan mengembuskan nafasnya kasar. Ia tidak ingin emosinya meledak di depan Biya.

"Kamu istirahat, aku mau pulang," ucap Ernan.

"Beneran langsung pulang ya?" tanya Biya.

"Iya."

Biya tersenyum. Sepertinya Ernan sedang kesal kepada dirinya karena jawaban Ernan sangat singkat, tidak seperti biasanya.

"Sekali lagi makasih ya," ucap Biya.

"Iya sama-sama."

*****

*****

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Wajar bukan jika Biya marah kepada Aksa? Meskipun Aksa memberi alasan jika dirinya ada urusan dan handphone-nya mati, tapi apakah tidak ada cara lain untuk Aksa menghubunginya? Apakah urusan Aksa sepenting itu hingga Aksa melupakan Biya? Sudahlah,...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Wajar bukan jika Biya marah kepada Aksa? Meskipun Aksa memberi alasan jika dirinya ada urusan dan handphone-nya mati, tapi apakah tidak ada cara lain untuk Aksa menghubunginya? Apakah urusan Aksa sepenting itu hingga Aksa melupakan Biya? Sudahlah, biarkan Biya marah untuk kali ini.

Di sisi lain, Nando sedang berada di apartemen milik sahabatnya, Roy. Lelaki itu memutuskan ke apartemen Roy karena ingin berkeluh kesah tentang perasaannya hari ini.

"Gue pengen gebukin si Aksa sumpah. Bukan sekali dua kali dia bikin Biya nangis, gue gak terima. Gue selalu berusaha bikin Biya bahagia tapi itu cowok brengsek dengan mudahnya bikin Biya nangis. Arghhh bangsat!"

Roy membiarkan Ernan meluapkan emosinya. Jika sudah seperti ini, Ernan terlihat seperti singa yang bersiap menerkam mangsanya.

"Lo jangan diem aja anjing, tanggepin kek. Berasa ngomong sama tembok gue," ucap Ernan yang sedari tadi berbicara sendiri.

"Ogah. Entar gue ngomong malah lo pukul lagi," balas Roy mengingat dirinya pernah menjadi samsak saat Ernan marah seperti ini.

"Ah babi, hari ini orang-orang kenapa bikin kesel gue sih?" keluh Ernan.

"Sampe kapan mau kayak gini? Sampe kapan bersikap seolah-olah Biya milik lo? Berkali-kali gue bilang jujur sama Biya tentang perasaan lo sebenernya. Gimana Biya tau kalo sebenernya perasaan lo lebih dari sahabat. Nyakitin diri sendiri dijadiin hobi, emang agak lain kau," ucap Roy panjang lebar.

"Lo tau alesannya apa, gue gak-"

Ucapan Ernan terhenti kala Roy memotong pembicaraannya.

"Gue gak mau nanti malah jadi berubah. Gue gak mau canggung, gue gak mau ini gak mau itu, terus aja lo bilang gak mau, muak gue dengernya," ucap Roy menirukan kalimat yang sering diucapkan Ernan jika membicarakan persoalan ini.

"Lo gak akan ngerti kalo lo gak ada di posisi gue," balas Ernan.

"Kalo gue ada di posisi lo, gue udah jujur dari lama. Gue gak secupu lo yang takut duluan padahal belum nyoba. Lo tau gue ditolak sama sabil berkali-kali, bahkan sampe sekarang. Tapi gue nyerah gak? enggak lah. Itu namanya usaha, bukan nyerah duluan padahal belum nyoba. Giliran keduluan orang sakit hati sendiri kan lo."

Roy terbawa emosi dengan Ernan. Sahabatnya ini memang cupu dan Roy tidak suka akan hal itu.

"Bacot. mulut lo bau lambung. Udah lah gue mau balik," balas Ernan.

"Selamat menikmati aja kalo kata gue, kenyang kenyang dah lo makan ati," ucap Roy.

"Lo yang gue makan," balas Ernan sambil beranjak dari duduknya dan bergegas untuk pulang.

"Gak tau terima kasih jadi manusia," kesal Roy.

"Gue setan, mau apa lo?" tanya Ernan.

"Pantes, gak keliatan effortnya sama Biya."

"Roy bangsat, hati gue langsung bunyi deg," ucap Ernan.

"Baru skill satu, besok besok gue kasih skill dua."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 26 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kita dan KataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang