1. Anniversary

18 1 0
                                    


Aku tersenyum lebar saat membuka mata. Wanita mana yang tak bahagia terbangun dari tidur dalam dekapan suami tersayang setelah menghabiskan malam panas dan menggelora.

Memandangi wajah damai mas Giras yang sedang tertidur namun tetap terlihat tampan itu adalah kebahagiaan tersendiri bagiku. Setiap lekukan wajahnya yang amat kukagumi itu menambah hormon dopamin buatku, seolah lupa badanku yang remuk redam akibat permainannya semalam.

Rahang kokoh dan mata tajamnya saat sedang tersadar membuatnya terlihat tegas dan seringkali menguar aura intimidasi. Berbeda jika saat terlelap begini, nampak begitu polos dan menggemaskan.

CUP

Kecupku tak tahan melihat bibir tebalnya.

Matanya seketika mengerjap, perlahan terbuka "Masih mau hm?" godanya dengan senyum mesumnya. Aku terkikik "Mau.. tapi hari ini kan harus kerja"

"Kalau begitu gak usah kerja" Mana bisa begitu. Aku mencubit perutnya santai saat ia merapatkan tubuh kembali. Matanya kembali terpejam, enggan untuk bangun.

"Gak bisa begitu dong. Ini kan masih hari kerja. Kenapa lupa waktu sih mainnya. Padahal weekend sebentar lagi"

"Gak bisa begitu dong" balasnya meniru ucapanku "inikan anniversary kita. Gak bisa di entarin party bad nya"  Kita tergelak, sepagi ini sudah menebar tawa, tak sadar badan sama-sama tak berbusana.

"Terimakasih kadonya honey. Yang semalam luar biasa" ia mengecup pucuk kepalaku lama. Menularkan rasa sayangnya kepadaku. Aku tersenyum, lalu gegas menarik diri dari pelukannya. "Ayo mandi. Nanti kita kesiangan"

Ia tak bergeming. Malah menarik selimut semakin rapat. "Aku capek hon, kamu sih minta nambah terus" nah mulai nih sikap manjanya keluar.

Tadi apa katanya aku minta nambah, gak kebalik tuh pak Giras?

Satu cubitan aku berikan lagi, kali ini di lengannya sebelum aku turun dari ranjang. Memungut sembarang pakaian kami yang tergeletak tak berdaya di lantai. Terkadang kami seperti pasangan yang sudah merindu lama jika sedang berhubungan. Lupa akan segalanya.

Namun harus  ku akui tepat setahun pernikahan kami, urusan ranjang masih tetap panas dan bergairah. Mas Giras dan caranya selalu bisa membuatku melayang dan puas. Anehnya kita tak pernah bosan. Huh, Belum apa-apa pikiranku sudah kemana-mana.

Kukenakan kemeja mas Giras yang kebesaran di tubuhku dengan asal, lalu kulempar bokser ke arahnya, agar kami tidak terlalu naked meski hanya ada kami berdua di rumah ini,  antisipasi agar tidak ada yang meminta bonus  jatah tambahan di pagi hari.

"Hon kamu gak minta kado dariku?" tanya mas giras. Aku mengedikkan bahu.

"Kamu mau kasih kado apa lagi sih mas?" jawabku malas.
Pasalnya dalam sebulan Mas Giras bisa beberapa kali memberiku hadiah. Ada saja yang ia berikan untukku. Saking seringnya aku jadi tidak pernah berharap hadiah apapun dari mas Giras karena sudah diberi terlebih dulu.

"Sini mendekat" ajaknya.

Ia meraih tas kerjanya, mengeluarkan kotak beludru berwarna merah, saat dibuka terpampang sebuah set perhiasan. Ada gelang cantik bertuliskan namaku, Viandra. Kalung berbandul VG, inisial nama kami berdua. Dua pasang anting dengan dihiasi batu permata yang mengkilap. Terakhir ada cincin yang terdapat ukiran namaku dan nama mas Giras dibaliknya. Semua  tampak elegan,  amat indah dan mewah. Aku terpukau sekaligus haru melihatnya. Bahkan kedua cincin ini lebih indah dari cincin pernikahan kamu berdua dulu.

"Really. This is real diamond?'

Ia mengangguk. Aku menyukainya. Namun…

"Kamu dapat uang dari mana lagi beliin ini mas. Jangan bilang kamu korupsi di kantor!" tuduhku yang langsung mendapatkan tatapan tajam darinya.

"Masa Kamu nuduh suami sendiri koruptor!" elaknya.

"Habisnya kamu hampir tiap bulan kasih aku perhiasan, bulan lalu kamu bilang dapat promosi jabatan, bulan lalu lagi kamu bilang kamu menang tender, terakhir alasan  kamu dapat bonus. Terus apalagi sekarang. Kamu banyak-"ucapanku terputus oleh ciumannya di bibirku. Hanya sekilas, namun dapat membungkam ocehanku.

"Ini sengaja aku nabung buat perayaan anniversary kita sayang. Ini memang mahal. Tapi kamu berhak mendapatkan ini" ungkapnya membungkam semua tanya di hatiku.

"Tapi ini terlalu mewah mas!, Gak bisa dipakai buat kerja" elakku lagi. Aku cuma perempuan biasa-biasa. Terlalu mencolok kalau ku pakai perhiasan itu untuk kegiatan sehari-hari. Apalagi pekerjaanku sebagai kasur, bisa dituduh macam-macam lah aku.

"Kamu bisa pakai saat pesta hon"
Benar juga, aku bisa memakainya saat menghadiri perayaan atau untuk pesta pernikahan.  Aku memeluknya. Sungguh bahagia sekali memiliki suami seperti mas Giras.

"Terimakasih mas. Aku gak siapin apa-apa buatmu. Kadoku cuma yang semalam" seruku, memberi senyuman terbaik untuknya yang teramat baik.

Mas Giras ikut tersenyum,  namun senyuman yang membuatku bergidik ngeri, tercium ada maksud lain di senyumannya.

"Kadonya tambahin lagi aja sekarang" bisiknya dengan seringai mesum, sontak aku mencubit perutnya lagi.  "Aw" ringisnya. "Jangan cubit di situ hon, bawahan dikit boleh"

"Gak ada tambahan bonus ya!" tolakku membuat bibirnya melengkung ke bawah. Aku menggapai pipinya, mengelusnya sebentar.

"Sudah siang mas. Ayo kita siap-siap untuk cari cuan. Mau dibuatkan sarapan apa, suamiku?"

Mas Giras nampak berpikir sejenak, "Sarapan kamu aja gimana" spontan ia mengangkat tubuhku, menggendongnya ala bridal style membawaku masuk ke dalam kamar mandi.

"Mas Giras!"

***

Usai menyalami tangannya aku turun dari motor dan bergegas masuk ke tempatku bekerja. Aku bekerja di sebuah perusahan air sebagai kasir. Sedangkan mas Giras bekerja di perusahaan konstruksi, dan beberapa bulan terakhir ini baru mendapatkan promosi jabatan yang lumayan tinggi.

Entah aku atau mas Giras yang  merasa beruntung.

Aku merantau sendirian di Jakarta, sedangkan mas Giras adalah seorang anak yang berasal dari panti asuhan. Namun kami berdua dapat dipertemukan dan dipersatukan dalam pernikahan dan hidup bahagia. Kadang aku bertanya amalan apa yang kuperbuat hingga mendapat suami sebaik mas Giras.

Tapi, sebetulnya pernikahanku dan mas Giras tak direstui oleh keluargaku. Bapak meragukan asal usul mas Giras. Saat aku meminta restunya Bapak tak menerima lamaran mas Giras. Menurut Bapak kami terlalu cepat untuk memutuskan menikah di saat aku dan mas baru saling mengenal selama 6 bulan. Tak hanya itu, Bapak juga mempertanyakan kedatangan mas Giras yang datang melamar sendiri tanpa didampingi orangtua. Namun saat itu aku ngotot kepada Bapak agar ia menikahkanku dengan mas Giras, kalau tidak aku akan kawin lari di Jakarta. Akhirnya Bapak mengabulkan meski ku tahu ia agak berat hati.

Hingga kini hubunganku dengan keluarga terbilang tidak baik. Namun Aku percaya, mas Giras bukanlah orang jahat. Ia teramat mencintaiku. Selalu aku yang menjadi prioritas utamanya. Selama setahun pernikahanku dengannya tak pernah sekalipun aku menerima perlakuan kasar darinya. Baik tindakan maupun ucapan. Mas Giras adalah pria sopan lembut namun  bisa tegas di waktu-waktu tertentu.

Giras Adiasatya Mahendra. Aku mencintainya dengan sangat.

Baru beberapa saat aku duduk di kursi kerjaku. Muncul notifikasi pesan di layar handphone ku.

Mas Suami

"Semangat kerjanya honey. Kalau ngantuk pulang aja. Nanti aku jemput, kita nginep di hotel terdekat bila perlu 😘"

Dasar mesum!

TBC

Lantas Untuk Apa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang