Setelah semalaman Nana hanya bisa diam tanpa melawan di rumah Faris, akhirnya sekarang ia sudah bisa pulang kerumahnya sendiri setelah matkul tadi.
Faris memang menyuruh Nana untuk menunggunya, namun ia tak mau, jadi langsung saja ia berlari pulang setelah matkul agar tidak kembali ke rumah Faris lagi.
Ia langsung menaruh tas nya dengan lesu, lalu beranjak menuju kasurnya untuk tidur, karena ia merasa lelah, hingga pada sore hari, tepat saat ia membuka matanya telah ada Bian dan Faris yang tengah menatap tajam ke arahnya, Nana bingung sekaligus takut di buatnya.
"Ke-kenapa B-bang?" Tanya Nana dengan gugup seraya meremat tangannya kuat.
"Bukankah aku tadi menyuruhmu untuk menunggu ku?! Kenapa kamu pulang?!" Tanya Faris dengan sedikit emosi.
"Na-nana lelah, makanya Nana langsung pulang." Jelasnya dengan gugup.
"Kau tidak ke tempat itu lagi kan?!!" Tanya Bian dengan dingin.
"Nggak kok Bang, Nana gak ke basecamp lagi." Cicitnya menunduk.
"Dan jangan lupa, kau belum menerima hukuman untuk yang kemarin!!" Peringat Bian dengan seringainya.
Seketika Nana mendongak dan menatap Bian memelas, ia tidak ingin kembali di hukum, sebab ia tidak salah dan itu hanya sebuah kesalahpahaman.
"Gak mauu..Nana gak salah." Rengeknya dengan air mata yang menggenang di pelupuk matanya.
Bian dan Faris tetap menatapnya dengan tajam tanpa bergeming dari tempatnya, membuat suasana semakin dingin.
"Nana mau mandi." Cicitnya berusaha turun dari kasurnya, namun tangan Bian seketika mencengkram nya dengan kuat.
"Setelah kau mendapat hukuman!!" Seringainya lalu menyeret Nana dengan kasar menuju taman belakang rumahnya, lalu mendorong nya hingga tersungkur di tanah.
Air matanya sudah tak terbendung lagi, dadanya juga terasa sesak sebab tangisnya yang akan keluar.
"Hiks..hiks..Nana gak salah hisk...Abang.." tangisnya memohon pada Bian saat Faris datang dengan cambuk nya.
"Tidak salah bagaimana?! Tidur dengan lelaki asing?! Mau jadi apa kau?!!" Bentaknya marah pada Nana.
"Nggak hiks hiks... Nana gak tau kalo disana hiks.. Ada laki-laki hiks..." Ujarnya mencoba menjelaskan pada Bian dengan menatapnya memohon.
"Lalu mengapa kau tidak izin terlebih dahulu jika kau mau kesana?!" Tanya Bian lagi membuat Nana diam tidak tau menjawab apa.
Nana hanya diam menangis terisak seraya menundukkan kepalanya dalam, ia merasa takut sekarang, Bian akan benar-benar marah jika dirinya terbukti salah.
"Berdiri!!" Perintah Bian membentak pada Nana.
Dengan takut Nana berdiri dengan perlahan dengan kepala tetap menunduk takut.
Ctass...
Bian langsung mencambuk betis Nana dengan kuat, membuat Nana langsung jongkok dan meringis kesakitan.
"Hiks..sakhit hiks.. Nana minta maaf Abang...hiks..udah.." mohon nya pada Bian.
"Berdiri!!" Bentaknya lagi pada Nana, namun Nana hanya menggelengkan kepalanya lemah dan menatap Faris memohon untuk menolongnya, Faris tak merespon nya, ia tetap menatap Nana tajam.
"Udah hiks.. Abang..." Mohonnya memeluk kaki Bian, luka di punggungnya belum mengering, ia tidak mau mendapatkan luka lagi.
Bian menarik kakinya hingga membuat Nana tersungkur, dan kembali mengangkat cambuk itu.
Ctass...
"Berdiri!!! Apa kau tidak dengar?!!" Bentaknya dengan emosi menghiraukan Nana yang menangis histeris.
Dengan cepat Nana berdiri dan menunduk dalam, rasanya ia ingin kabur saat ini juga, namun itu bukanlah solusi yang bagus untuk nya.
Seketika Bian langsung menyeretnya menuju ke dalam rumah dan menyuruh Nana untuk mandi tanpa ekspresi.
Nana tak berani melawan ia langsung melaksanakan perintah yang disuruh Bian terhadap nya.
Setelah mandi dan berganti pakaian, ia berniat untuk pergi ke dapur, sebab ia merasa sangat haus. Namun langkahnya terhenti saat ia membuka pintu kamarnya, dokter itu yang pernah memeriksa nya saat di rumah Faris, berjalan mendekati nya.
"Kau nakal lagi, hm?" Tanya nya dingin seraya membawa Nana kegendongan nya dengan paksa, Bian dan Faris hanya menatapnya dengan datar.
Nana tidak menjawab, ia hanya menangis takut dengan menatap Bian memelas, Bian membalasnya dengan senyuman smirk seolah meremehkannya, dan itu membuat Nana semakin takut hingga tubuhnya sedikit bergetar.
Melihat tidak ada respon dari Nana, Arsya mulai membuka tas dokternya dan mengeluarkan suntikan baru dan juga obatnya, dengan santai ia memindahkan obat dari botol kaca itu ke suntikkan nya.
"Hiks.. gak mau..hiks..." Berontak nya saat Arsya mulai mengarahkan suntik itu ke lengannya.
Namun Arsya malah memeluk nya dengan erat, dan menyuntikkan obat itu ke lengannya, membuat Nana menjerit tertahan di buatnya.
"Ini adalah obat, supaya luka mu cepat mengering." Jelas Arsya lalu menempelkan plester pada bekas suntikan nya di lengan Nana.
Nana hanya diam tak melawan, namun berusaha turun dari pangkuan Arsya saat orang itu tidak lagi mendekapnya erat, Nana berusaha berpindah ke pangkuan Bian dengan takut.
"Itu akibatnya jika kau nakal!!" Ujar Bian dengan nada meremehkan pada Nana, yang hanya di balas gelengan lemah oleh Nana, ia menyembunyikan wajahnya di dada bidang Bian seraya memeluk Abangnya itu dengan erat.
Tak terasa beberapa menit kemudian, ia telah tertidur lelap dan Bian segera memindahkan nya ke kamarnya, agar tubuh Nana tidak bertambah sakit.
🌻🌻🌻
_ _ _E_ _ _ _
KAMU SEDANG MEMBACA
Reyna Azkia C.
ActionBian tetap menatapnya dengan tajam, Nana merasa takut dibuatnya. "Kamu belum makan siang?!" Tanyanya lagi dengan nada dingin. "Ii.. ituuu... Tadi Nana...tadi itu..-" "Itu Apa?!" Bentak Bian seketika seraya mencengkram kuat lengan Nana. "Sshhh... Tad...