Bewusstsein

772 67 16
                                    



*Brukkk*






Suara dentuman menggema di gedung kosong itu. Gedung bekas pabrik yang kini sudah tidak lagi layak di pakai dijadikan tempat tongkrongan orang gila, Entah gila uang atau gila hal lain tidak akan di jelaskan karna sangat menjijikkan, salah satunya adalah judi. Judi yang mengorbankan nyawa orang untuk taruhan uang.

Gentar, pemuda itu sedang bergelut dengan beberapa pria lebih tua darinya. Entah apa yang ia incar tetapi pemuda itu tak ambil langkah untuk mundur melawan orang dewasa di hadapannya

"Lumayan." Komentar salah satu lawannya terlihat dari tubuhnya yang kekah serta brewok di wajahnya menunjukkan ia bukanlah orang lemah. "Siapa namamu?" Tanyanya pada Gentar yang hanya menjawab dengan raut muka bingung.

"Aku bertanya nak. siapa namamu huh?"

"Gen- UHUUKK!!" Belum sempat Gentar menjawab tiba-tiba saja perutnya mendapatkan pukulan yang sangat kuat sehingga membuatnya terpental cukup jauh. Sorakan demi sorakan Gentar dengar tetapi tubuhnya sudah sangat lelah dan tak mampu untuk bertahan membuatnya menyerah begitu saja membiarkan tubuhnya hancur di tempat kotor itu.

Bukannya sebuah bokeman atau pukulan lainnya yang gentar rasakan adalah tubuhnya di angkat bak tas kerja yang dimana kakinya tergeret di lantai. Menyerah dengan keadaannya, Gentar lebih memilih untuk memejamkan matanya dan menunggu dirinya untuk di kebumikan.








Rasa sakit menghantam tubuh Gentar yang terbaring lemas di ranjang. Dengan ogah ogahan Gentar membuka kelopak matanya mempersembahkan ruangan bernuansa putih. Putih, Semuanya putih mulai dari dinding, tirai, jam dan perabotan lainnya. Ruangan itu bak apartemen tanpa jendela.

Tubuh remuk itu memposisikan dirinya untuk duduk sembari menahan rasa sakit yang menyerang ke setiap inchi tubuhnya. Tangannya mengusap perban yang membalut tubuh kurus itu, Mata gentar seketika melebar dan menyikap selimut yang menutupi tubuhnya saat menyadari bahwa dirinya tak memakai baju.

"Bajingan mana yang berani melucuti pakaianku?" Batin Gentar menggerutuki seseorang yang membawanya kesini.

Gentar menyadarkan tubuhnya ke dinding dan mengingat apa yang terjadi setelah ia pingsan di arena kemarin. "Sialan.. apa aku di culik?" gumam Gentar kepada dirinya sendiri. Cukup lama Gentar menunggu di ruangan itu sehingga suara knop pintu terdengar di teliga Gentar.

Seorang pemuda masuk ke kamarnya, Gentar tebak kalau orang di depannya ini seumuran dengannya. Pemuda itu tersenyum ke arah Gentar membuat mata dwiwarna itu tertutupi. "Hai? sudah bangun?" Tanyanya lembut dengan nada seolah bersahabat. Gentar hanya diam menatap curiga sosok didepannya.

Pemuda itu membuka matanya membuat Gentar kagum akan warna mata pemuda itu, Netra safir yang bergradasi silver membuat kesan elegan pada manik itu. Jujur saja Gentar sempat tersipu saat di pandang oleh pemuda itu, maksudnya oleh mata yang cantik itu. "Aku tidak suka mengulang pertanyaan." Kata kata itu mampu membuat kesadaran Gentar kembali.

"Siapa kau? dan apa mau mu? dimana ini? kenapa kau menculikku?". pertanyaan bertubi tubi Gentar lontarkan membuat lawan bicaranya hanya terkekeh gemas. "Aku menolongmu lho. beginikah caramu berterima kasih? bagaimana jika kau mati disana? tidakkah kau memikirkan saudara mu hm?" jawab pemuda itu sambil mengibaskan kipas kuno ke wajahnya padahal ruangan itu ber-Ac.

"Jangan bawa bawa saudara ku sialan. katakan siapa dirimu! ah bajingan." Geram Gentar.

"Ahaha santai dong! baiklah, dengan sambutan yang agak' kasar ini perkenalkan namaku Sopan."

"Ich bin jetzt dein Meister, Gentara"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ich bin jetzt dein Meister, Gentara"

"Bajingan kau Leichtwindinhöflich"










Manipulativer (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang