3. People Come and Go

190 17 2
                                    


Hari yang indah untuk melakukan piknik sekolah. Para siswa kelas lima pergi mengunjungi taman dekat perkotaan. Mereka semua tampak senang, kecuali satu orang. Yang tak lain ialah Sakura.

Sudah beberapa hari terakhir ini, Sasuke tak pernah bermain dengan nya lagi. Ia pun cukup paham. Karena mereka berpisah kelas tahun ini.

Masalahnya, anak-anak yang berteman dengan Sasuke itu terkenal nakal. Beberapa hari lalu, Sakura sudah berbicara mengenai hal ini. Namun, Sasuke tak mengindahkan nya.

"Ayo Sakura. Kita pergi ke sebelah sana." Ajak teman sebangkunya.

Sasuke tengah duduk di sisi lain taman. Ia menelisik sesuatu, kemudian tersenyum.

Dubrak!

Ramai-ramai di sana membuat Sakura berjalan mendekat. Matanya melihat Sasuke tengah mengganggu anak perempuan yang bahkan tak dikenalnya.

Ia berusaha mendekat, namun gerombolan teman-teman Sasuke datang membuat semua nya bubar. Begitupun Sakura, menatap sekilas Sasuke yang tengah tertawa bersama teman-teman nya.

Kalau Sakura tak salah ingat, semuanya berawal pada akhir semester dua tahun lalu. Saat dirinya membuat surat rahasia kepada Sasuke di perpisahan kelas. Seharusnya, Sakura tak memberikan sesuatu yang tak mungkin.

Padahal, isi suratnya sudah dirahasiakan. Apa mungkin, Sasuke mengenal tulisan nya. Entahlah, Sakura ingin sekali mengulang kembali saat-saat mereka bersama.

Kini dirinya menyesal, kini Sasuke semakin jauh dan tak dapat beranda gurau lagi seperti dahulu.

Sebelum nya, Sakura mendapat kabar, kalau Sasuke akan pindah rumah. Berarti mereka tak akan bertemu lagi. Sejak saat itulah ia mulai berpikir untuk mencari waktu yang pas.

Siapa yang akan menyangka, ternyata rumahnya hanya pindah beberapa blok lebih jauh dari yang sebelumnya. Sakura benar-benar merutuki dirinya sendiri.

Saat awal semester baru, mereka tampak baik-baik saja. Sasuke juga tidak banyak berubah. Hanya saja, dibandingkan sebelum-sebelumnya, Sasuke lebih pendiam.

"Melamun saja, kenapa ha?" Karin teman sekelasnya membuyarkan lamunannya.

Kemudian mata nya melirik perempuan merah berkacamata sambil me manyun kan bibirnya, Sakura pun merengek.

"Aku kepanasan, pengen banget eskrim deh, rasanya."

Seperti keajaiban, langit menurunkan truk eskrim didekat taman. Anak-anak lain tampak senang. Semua nya mengantri untuk membeli. Namun, datang segerombolan anak nakal di depan sana menyerobotnya.

Sakura jengkel, ia maju dan menghadang salah satu diantara mereka.

"Ho? Si pinky ini ternyata berani juga, ya."

Sakura menunjuk ke arah antrian di barisan belakang. "Kalian ikut juga mengantri, memangnya ini truk eskrim kalian, apa?" Tak terima di sela antriannya.

"Kau diam saja ya pinky. Apa ya kata-katanya. Hush... Hush...!!" Mengibaskan tangannya.

Hahahaha

Anak-anak satu geng dengan yang tadi Sakura tegur berjalan kearahnya, namun tak sengaja menumpahkan eskrim di genggaman nya. Benda dingin dan lengket itu mengenai seluruh rambutnya.

Tawa mereka semakin kencang. Dari banyak orang di sana, tak ada yang membantu nya. Bahkan Karin sekalipun, anak itu entah pergi kemana disaat diri nya dalam situasi seperti ini.

Hari yang benar-benar melelahkan.

"Aku pulang." Suaranya terdengar memantul begitu sampai pintu masuk rumah.

Sakura masuk mendapati rumahnya sudah kosong. Ia berjalan ke arah dapur.

"Ibu, rumah kita kemalingan?" Paniknya melihat semua perabotan tak lengkap.

Sang ibu berbalik sambil membawa kardus. "Kamu sudah pulang ya, Sakura. Aduh, kita mau pindahan ke rumah dekat paman mu hari ini juga. Soalnya, ayahmu sudah dapat rumah yang bagus dekat tempat kerjanya."

Sakura terdiam sejenak. "Pindah rumah?"

"Iya, kita pindah rumah, Sakura sayang."

"Kenapa mendadak begini?"

Ibu menurunkan kardus kemudian menarik Sakura untuk duduk di atasnya. Mengelus rambut yang serupa dengan milik suaminya.

"Sebenarnya, kita sudah mempersiapkan nya dari jauh-jauh hari. Hanya saja, pemiliknya ingin menjualnya pada orang lain. Jadi, terpaksa kita harus cepat-cepat pindah."  Menghela nafas.

Mebuki juga sebal dengan pemilik rumah tersebut yang selalu membuat suaminya harus bolak-balik, supaya rumah yang sudah di bayar DP nya itu tidak ditempati orang lain.

Masalahnya, di sana luas dan sesuai dengan rumah impian mereka.

"Jadi aku pindah sekolah, dong?"

Ibu terdiam sejenak kemudian mengangguk. "Sepertinya, kamu harus pergi memberi tahu teman mu yang terakhir kamu ajak pulang itu."

Sakura pernah mengajak Sasuke kerja kelompok. Waktu itu ibu baru pulang, dan hanya melihat punggung Sasuke berjalan pulang.

Surat pindah sudah di urus pagi tadi, saat ia pergi ke taman. Semua nya telah selesai diurus, Sakura melepaskan banyak hal. Apapun itu, ia memendamnya dalam-dalam.

Dan tak diketahuinya, suatu saat nanti hal itu akan muncul dipermukaan lebih dari yang sekarang ini.


"Uang nya hilang!"

Wali kelas Sakura datang dan langsung mengambil tindakan. Karena satu kelas tidak ada yang mengaku. Kini giliran tas miliknya digeledah. Ia maju ke depan membiarkan wali kelasnya memeriksa, toh bukan dirinya yang mengambil.

"Uangnya! Itu dia!"

Mata Sakura menatap tak percaya, menggelengkan kepala pada sang wali kelas. Kalau dia tidak mengambilnya.

"Ikut ke kantor ibu sekarang juga, Sakura." Keluar terlebih dahulu.

Sakura melihat anak-anak yang familiar didepan kaca kelasnya. Mereka tampak senang melihat kejadian tadi.

Kepalanya melirik seisi kelas yang tengah menatapnya. Tangannya tergerak meremas rok miliknya, tak lama berjalan menuju kantor.

Timing yang pas, orang tuanya datang untuk berpamitan pada para guru. Karena telah membimbing putri semata wayang mereka menjadi anak yang pintar.

Namun malah mendapati Sakura terkena masalah seperti ini membuat orang tuanya langsung meminta izin langsung membawa Sakura pulang. Padahal, rencananya besok agar Sakura dapat berpamitan dengan teman-teman lainnya.

"Sakura, kamu nggak mau berpamitan dengan teman sekelas kamu?" tanya ayah memandang wajah putrinya.

Dengan jawaban, gelengan kepala membuat sang ibu langsung memeluknya. Ia percaya, ini perbuatan iseng atau semacam nya dari teman anaknya. Tapi, ini sudah keterlaluan.

"Bu wali kelas, mohon dimaafkan untuk perbuatan tidak terpuji Sakura." Menjeda kemudian bangkit, serta memberikan amplop berisi uang. "Sakura kami, tidak akan berbuat demikian. Pasti ada yang membuat hal ini terjadi pada Sakura kami."

Ayah menemani Sakura berjalan menuju mobil. Putrinya tampak tak memiliki semangat, padahal beberapa waktu lalu ayah dapat melihat wajah merona putri nya kala mengajak temannya itu datang ke rumah.

Tapi, sepertinya masalah pertemanan putrinya cukup rumit. Sebagai ayah, Hiashi hanya dapat menuntun dan memberikan nasihat.

"Teman bisa di cari lagi. Tapi, kalau sahabat Sakura harus tetap menjaganya. Semua yang ada di dunia ini ada yang datang dan juga pergi. Jadi, jangan terlalu dipikirkan." tutur ayah, yang kini dapat melihat mata serupa dengan milik istrinya itu menatapnya haru.

Sebuah senyuman merekah kembali, Sakura mengandeng tangan ayah yang lebih besar darinya dan berjalan beriringan kembali.

"Terimakasih, ayah."

TBC

Thank you!
               

( ◜‿◝ )♡

Kick for the Naughty [Sasusaku]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang