WELLCOME TO MY FIRST STORY, ENJOY GUSY💋
⏳⏳⏳
Seni tidak pernah mati! Entah siapa yang mencetuskan teori itu, Yelinch sangat berterimakasih. Setiap aktivitas yang dilakukan oleh orang orang, tidak akan pernah lepas dari yang namanya seni.
Setidaknya itu presepsi sebagian orang mengenai statemen "seni tidak pernah mati".
Bagi Yelinch sendiri, statemen itu memiliki arti lain dengan alasan yang sangat kuat.Kaki Yelinch melangkah mengikuti irama ketukan musik. Kini kaki kanannya diangkat hingga mendarat di sebelah kiri kaki kirinya membentuk posisi silang. Dengan tetap memperhatikan harmonisasi, Yelinch memutar tubuhnya anggun. Jangan lupakan tangannya yang mengambang di udara dengan koreo khas penari.
Yelinch tersenyum anggun. Emosi gadis itu tidak pernah mati bila memainkan perannya sebagai penari seperti sekarang ini. Untuk sesuatu yang khusus, Yelinch mengartikan seni adalah emosi, emosi yang tidak pernah lepas dari apapun yang dilakukan olehnya, oleh banyak orang.
Tepuk tangan dari empat remaja yang baru saja datang mampu menghentikan aktivitas Yelinch. Yelinch memang selalu mampu memukau semua orang, entah apa yang tidak bisa gadis itu lakukan.
"Udah lama Yel?" tanya Liora. Mengingat masih ada waktu lima belas menit lagi menunggu sesi latihan dimulai, Liora pikir Yelinch datang terlalu cepat tadinya. Ditambah gadis itu hampir menyelesaikan satu tarian dengan durasi musik yang lumayan panjang.
"Maybe, like that" balas Yelinch sekenanya.
Yelinch merosotkan tubuhnya, meluruskan kaki dengan badan yang bersandar pada dinding. Pandangannya mengarah kepada teman temannya yang sedang memoles wajahnya dengan benda benda yang berbau kecantikan itu.
"Habis ini gue gak bisa ikut latihan. Bolehkan?" Yelinch kembali membuka suara ketika teman temannya sibuk membicarakan dunia per skincare-an dan Amel yang bersenandung kecil.
Serentak ke-empat remaja tersebut menoleh kepada Yelinch.
"Untuk latihan kali ini gue pikir jangan ada yang izin. Kita semua harus profesional, gak cuma lo yang punya kesib-aw"
Amel dengan segera menggeplak kepala Laura. Tak heran dengan ocehan Laura, semua orang tahu bagaimana Sanggar Seni dan Budaya ini selalu totalitas ketika pertunjukan."Emang mau kemana Yel?" tanya Amel dengan tangan menyuapkan batagor ke mulutnya.
"Sorry, tapi gue harus nemenin nyokap kontrol" raut bersalah sangat kontras di wajah Yelinch.
Laura dengan cepat melototkan matanya, "Tante Rissa mau kontrol? Lo kenapa gak bilang dari tadi? Lo harus cepetan balik, jangan sampe tante Rissa nungguin lo terla-" Kali ini Amel menyuapkan kasar mulut Laura dengan batagor yang sempat dibelinya sebelum datang ke studio.
"Emm, enak" celetuk Laura sambil mengunyah batagor. Liora memutar malas matanya melihat tingkah gadis plinplan yang di samping Amel tersebut.
"It's okay, tapi lo jangan lupa latihan di rumah. Atau kita bisa latihan besok pagi sebentar" ujar Liora.
"Thanks guys, gue duluan" Yelinch beranjak sambil mengambil tasnya.
"Take care" Yelinch tersenyum kepada Dea-si gadis dengan senyum semanis gula, namun dia sangat jarang tersenyum. Seperti kata Laura "cool girl".
⏳⏳⏳
"Ris, gue dateng" ucap Yelinch kepada orang di seberang sana. Yelinch menyusuri trotoar menuju salah satu tempat tongkrongan yang hits akhir akhir ini.
"......"
"Lo aja deh yang keluar, gue gak berani mas- aduh!" Yelinch memekik kaget ketika ia tidak sengaja menabrak seorang pria tua.
"Maaf Pak" Yelinch menyuarakan permintaan maafnya, merasa bersalah atas kecerobohannya. Membantu pria tua itu berdiri, tidak lupa menyerahkan tongkatnya.
"Tidak apa-apa" ucap pria itu sambil menegakkan badannya.
"Anak muda zaman sekarang sudah sangat sibuk dengan dunianya sendiri. Kamu pasti sedang bermain mobile legend, cucu saya juga sering teriak 'kamu ke atas dulu, aku gak berani keluar, ada estes di goldlane"
Yelinch meringis mendengar ucapan panjang lebar pria tua itu.Poor kakek! Pria setua itu berkelahi dengan fomo bocil kematian. Bagaimana bisa ia menghapal pergerakan cucunya yang mungkin sangat canggih itu.
Omong omong tentang mobile legend, Yelinch memang sedang menggunakan earpod. Berbicara dengan Kharisma melalui telepon, dengan posisi handphone lanskap untuk melihat foto obat yang baru dikirim oleh mamanya. Pantas saja pria tua ini mengiranya sedang bermain game.
Yelinch hendak menjawab sebelum suara pria tersebut kembali mengudara
"Berhati-hatilah nak dengan ponselmu ini, jika kau adalah seorang pria, maka ponselmu adalah wanita jalang yang akan selalu menggodamu. Ingat, ponsel ini milikmu, bukan kamu yang dimiliki ponsel. Jangan mau menjadi budak wanita jalang" Yeli tersenyum canggung mendengar ucapan frontal pria tua itu.
Pria tua itu yang tadinya mengangkat tangan Yeli yang menggenggam ponselnya, kini menurunkannya secara perlahan sebelum kemudian meninggalkan Yeli yang sedang tercenung.Tidak! Yeli bukanlah orang yang gemar menggunakan ponselnya berlama-lama. Apalagi bermain- apa tadi katanya? Mobil Lamborghini?
Yeli berbalik, menatap punggung pria tua itu yang semakin mengecil di telan oleh jarak. Menghembuskan nafasnya pelan, Yeli hanya mampu bergumam "Once again, i'm sorry sir"
Sedangkan pria tua itu, kini merogoh saku jaketnya. Mengeluarkan sebuah kartu, lalu memutarnya bak seorang pesulap.
Mata pria tua itu menelisik ujung kanan paling bawah kartu, mengamati tulisan yang tampak seperti di tulis tangan.
"Next target" ucapnya sambil mengangkat kartu sedikit lebih tinggi.
"Ni Made Putu Anggraini Yelinch" ucapnya membaca tulisan tangan tersebut.
Pria tua tersebut menyipitkan matanya, menatap serius spin kecil yang berada di tengah kartu. Menekan tombol yang berada di tengah spin, hingga jarum spin berhenti pada gambar serigala.Pria tua tersebut terkekeh samar. Bagaikan sedang diberi kesempatan memainkan lucky spin pada sebuah game, pria tersebut hanya mendapat koin dengan jumlah paling sedikit. Sangat sial!
"Akh, ini akan sangat menyebalkan" Pria itu kembali memutar mutar kartu tersebut, sebelum kembali berjalan memasuki gang sempit sambil bersiul.
TBC
Kasih saran ya gusy, kalo ada yang salah. So, sampai disini dulu. See you in next chapter👄.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kurir Semesta
Teen Fiction"Terlalu fokus pada konflik, membuat mereka lupa siapa tokoh utamanya" --- "Kita hidup di dunia penuh canda? Atau kita hidup dengan canda di dunia masing-masing? Atau kita hidup di dunia yang sedang bercanda?