Page 1

35 4 0
                                    

.
.
.

Lelaki berambut merah indah yang terbiasa mengenakan tudung merah menyala itu menghela napas saat ibunya memberikan keranjang berisi berbagai macam makanan dan barang. Menjadi anak lelaki bungsu, membuatnya selalu disuruh-suruh. Terlebih lagi, ia mempunyai kakak perempuan. Entah mengapa, ia tidak bisa membantah kedua perempuan—ibu dan kakaknya—yang selalu tersenyum lebar tersebut. Dengan langkah penuh ketegasan, ia berjalan menyusuri setapak jalan di hutan.

Jangan pernah keluar dari jalan, berpikir untuk berbelok sekali pun, terus-teruslah.

Itu adalah pesan yang dititipkan oleh mereka berdua tiap kali dirinya mengunjungi tujuan saat ini, rumah nenek. Tinggal berbeda tempat, mau tak mau membuat ia yang menjadi pesuruh rumah. Chigiri Hyoma, lelaki remaja yang mengeluh itu, menghela napas dengan enggan. Iris merahnya melirik, memperhatikan sekitarnya seksama. Memangnya, di hutan ini ada apa? Toh, kalau terjadi sesuatu, Hyoma bisa saja berlari dengan kencang, mengingat ia adalah pelari yang hebat di desa. Kemampuan Hyoma bahkan diakui oleh warga.

Tepat di saat ia berpikir seperti itu, tersengar suara di semak-semak. Hyoma mengerjap, sedikit terkejut karena tindakan tiba-tiba tersebut. Ia penasaran, tentunya, maka ia mengintip, mengambil arah lain. Harum semerbak hinggap di indra penciumannya, lalu ia mengerjap tatkala mendapati ladang bunga yang begitu luas. Warna-warni menghias di bumi, langit biru menaungi, dan beberapa kelopak yang terbang. Ternyata, ada tempat seindah ini di hutan yang biasa ia lewati.

Hanya saja, bukan itu yang menarik perhatiannya sepenuhnya.

Chigiri Hyoma terpana akan bayangan sesosok gadis yang memiliki telinga dan ekor bak serigala. Helaian rambut diterpa oleh angin, mata yang terfokus pada bunga dan kelinci, serta tawa saat memperhatikan makhluk kecil tersebut bermain di dekatnya. Hyoma menahan napasnya, mengerutkan dahi, dan kebingungan akan detak jantungnya yang berdegub begitu kencang. Wajah pemuda itu terasa panas.

"Huh ... dia itu makhluk apa?"

Setengah serigala?

Hyoma ingin memikirkan lebih jauh. Jadi ini, sosok yang ditakuti oleh warga di desanya? Karena itulah, mereka menyuruhnya untuk terus berjalan lurus dan tak keluar dari tapak? Pemuda berambut merah itu mendengkus kasar, entah mengapa merasa kesal karena tidak pernah memiliki kesempatan untuk bertemunya. Gadis setengah serigala itu bahkan terlihat tak berani menyentuh kelinci, bagaimana bisa ia memakan Hyoma? Begitulah pikir pemuda berambut merah tersebut.

Ia lantas berjalan, mendekat gadis yang menangkap perhatiannya tersebut.

Srek.

Sial, kakinya menginjak ranting, membuatnya patah. Sontak saja, gadis itu menoleh dengan wajah yang cukup ketakutan, berdesis waspada dengan menampakkan sedikit taringnya. Hyoma terdiam, tak bergerak seraya mengangkat tangannya. Lelaki itu pun mengangkat suara, mengulas senyum canggung, "Maaf, aku tidak bermaksud untuk menyakitimu. Hanya ... ingin berkenalan saja."

"B-berkenalan?"

Ia bisa berbicara layaknya manusia. Yang benar-benar membedakan hanyalah telinga, taring, kuku, dan ekor yang mirip seperti serigala tersebut. Tentunya, dengan penampilan berbeda, kau akan merasa curiga. Namun, niat Hyoma untuk mengenal lebih jauh gadis itu tak surut. Lantas, ia duduk, berusaha menyamakan tinggi dan mengulas senyum lembut.

Padahal, biasanya, manusia yang melihatnya akan segera memburu atau tidak lari menjauhinya.

"Aku ingin jadi temanmu. Boleh, kah?" tanyanya dengan tatapan penuh perhatian. Kau mengernyit, apakah manusia satu ini merasa kasihan padamu? Kau tidak bisa mengerti apa yang dipikirkannya.

Manusia berteman dengan serigala?

Jika ini bukan salah satu akal-akalan manusia, maka kau ingin menerimanya. Di hutan yang sepi, dengan hanya berteman dengan para hewan, tentunya terkadang kau merasa kesepian. Meski paham akan maksudnya, tetapi tidak ada yang benar-benar memahami dirimu. Kau adalah setengah serigala, makhluk tak utuh sepertimu tidak mempunyai tempat untuk tinggal di manapun. Bahkan memiliki hubungan dengan yang lain, kau tak diberikan hak.

Lalu, gelengan pelan kau berikan sebagai respon. Percakapan ini harus segera berhenti. Niat baik ataupun buruk, keselamatan dirimu adalah yang pertama. Karena itulah, kau berujar, "Maaf. Ada banyak warga desa yang dapat menjadi temanmu. Manusia sepertimu tidak seharusnya berbicara padaku ...."

Penuh penolakan, tetapi Chigiri Hyouma tak membencinya. Meskipun, mungkin ia harus jujur kalau merasa sedih. Lantas, Hyouma melepas tudung merah, berusaha membuatmu mengenakannya. Saat pemuda itu mendekat, entah kenapa dirimu tak mampu berpaling dari iris merah tersebut, terpaku dan tak bergerak, membiarkan ia melakukan apa yang diinginkan sesuka hati. Padahal, tak biasanya kau bertingkah seperti ini. Beruntunglah, Hyouma tak macam-macam.

"Ke-kenapa kau memakaikan ini padaku? Manusia lainnya bisa salah paham kalau aku berusaha memburumu!" serumu seraya mengernyit, kebingungan.

Sosok itu tertawa kecil, menampakkan senyum lepas yang tak pernah kau lihat tatkala bertemu dengan manusia lainnya. Ia mendengkus sedikit kasar, memperbaiki helaian rambut merah panjangnya yang indah sembari menjawab, "Bukankah tadi kubilang kalau aku ingin berteman denganmu, Ookami-san?"

"Namaku [Name] ... tahu, bukan Ookami-san."

Kau bergumam, menanggapi panggilan semena-mena darinya itu.

Seringainya makin lebar, mengulas ekspresi yang penuh akan kemenangan. Lantas, pemuda itu memejamkan mata, menikmati tiap detik suasana yang tengah ia rasakan saat ini.

"Begitukah? Nama yang cantik. Aku Chigiri Hyouma. Untuk permulaan, hm ... yah, kau bisa memanggilku Chigiri," ujarnya sedikit meledek. Benar-benar, kau terjatuh dalam perangkap yang ia buat, sebuah ledekan kecil pemicu amarah. Bagaimana bisa kau tidak menyadarinya?

Helaan napas lolos dari bibirmu. Lantas, kau mengeratkan tudung yang kau kenakan tersebut, berusaha menyembunyikan perasaan malu dan kikuk akibat bertemu dengan manusia yang aneh. Hyouma mengerjap saat menyadari bahwa ia masih membawa keranjang, tugas utama yang perlu untuk diselesaikan. Ia pun menepuk dahinya dan melambaikan tangan sebagai tanda pamit. 

"Maaf, aku tidak bisa lama-lama. Nanti di lain waktu, aku akan menemuimu lagi, ya! Di hari dan jam yang sama tiap minggu! Sampai jumpa, [Name]!"

Setelah menyelesaikan kalimatnya, ia pun melangkah meninggalkan ladang bunga tempat kau bermain. Detik demi detik, punggungnya menjauh hingga tak lagi berada di pandanganmu. Kau menghela napas, berandai-andai, kenapa bisa tempat ini ditemukan oleh orang aneh sepertinya?

Dan lagi, kain merah yang kau kenakan saat ini menguarkan harum herbal.

"Apa ya ... orang-orang bilang, teh?"

Benar, mungkin saja itu.

Andai saja, kau tidak terlahir sebagai setengah serigala, maka mungkin kau dapat merasakan kehidupan seperti sosok yang tengah bercengkrama bersamamu itu sebelumnya. Namun, keberanian untuk mencoba lagi itu telah sirna karena sudah dihancurkan berkeping-keping oleh mereka yang kau kagumi.

Manusia.

Kau diasuh oleh seorang manusia dan bahkan tak mengetahui apakah kedua orang tua kandungmu masih hidup. Hidup dan belajar sebagaimana layaknya mereka. Namun, sosok pengasuhmu tersebut meninggal karena pemburu dan warga desa yang tidak menyetujui adanya anak serigala tumbuh besar di sana.

Tiba-tiba saja, kau merasa sesak napas, memeluk para kelinci tersebut dan berusaha menenangkan diri. Sekelebat memori tak menyenangkan mulai kembali masuk ke dalam pikiran, mencoba untuk menguasai. Kepalamu kau gelengkan dengan kuat.

Helaian rambut merah panjang yang indah.

Iris bagai permata yang mengkilat penuh percaya diri.

Senyuman mempesona bertengger di wajah putihnya.

Serta, sentuhannya yang terasa hangat dan lembut.

"Tuhan, semoga ... semoga Chigiri baik-baik saja," gumammu penuh harap, terkesan akan pertemuan pertama. 

Thread of the Spring ⇢ Chigiri Hyouma × Reader [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang