"Kita bergerak pada garis takdir, tapi takdir tak bergerak pada keinginan kita."
Tok! Tok! Tok!
Suara ketukan pada pintu membuat Reyhan dilanda rasa takut. Ketukan itu semakin terulang berkali kali. Kakinya keram mati rasa, keringat dingin mulai membasahi wajah pucatnya.
Ia langsung meringkuk dalam selimut, memeluk bantal dengan erat. Tanpa aba aba air matanya jatuh menetes. Dalam isak tangisnya ia mengucapkan doa berkali kali.
'Kyrie eleison (Tuhan kasihanilah)'
'Kyrie eleison (Tuhan kasihanilah)'
'Kyrie eleison (Tuhan kasihanilah)'
Reyhan mulai merasakan hawa dingin merasuki badannya. Ketukan pintu semakin laju dan keras. 'Sesuatu' yang dibalik pintu kamar itu sepertinya mulai marah. Ia tau jika yang diluar itu bukanlah arwah ibunya melainkan 'sesuatu' yang selalu mencarinya.
Ia tak berani membuka selimut yang menutupinya. Tangannya meremas bantal dengan sangat erat sampai urat ditangannya kelihatan timbul dengan jelas.
Tiba tiba ketukan pada pintu berhenti. Tak ada lagi suara apa apa yang terdengar selain jam dinding yang berdetak.
Reyhan mulai menyingkap selimut dan memandang kearah pintu. Ia menurunkan kakinya dari atas kasur dan beranjak kearah pintu.
Lelaki itu menyenderkan telinganya pada pintu. Ia dapat mendengar suara tas plastik, seperti seseorang membawa kresek. Ia tau apa itu. Ia sangat tau apa itu. Ini bukanlah yang pertama kalinya. Ini adalah yang kesekian kalinya.
Suara itu semakin mendekat hingga berhenti dibalik pintu. Plastik kresek itu seperti dilepaskan didepan pintu. Reyhan tak mau lagi. Reyhan tidak akan mengulangi lagi.
Kakinya berlari kembali keatas kasur dan menarik selimut. Namun, baru saja ia membungkus dalam selimut, suara pintu terbuka membuatnya seperti tersambar kilat. Jantungnya berdegup sangat kencang, nafasnya memburu, ia menutup matanya sangat rapat.
Tidak. 'Sesuatu' itu mendekat. Semakin dekat. Dan berhenti disebelah kasur. Tak ada lagi suara jam. Tak ada lagi cahaya. Tak ada lagi udara. Semua seakan terhenti.
"Jangan!"
"Kumohon jangan!"
"Hentikan tolong!"
"JANGAN!!!"