I'm feeling
Untouchable, untouchable
I'm feeling
Untouchable, untouchable— Megan Trainor —
༶•┈┈┈✮:▹◃:✮┈┈┈•༶
"Jancok! Apa lo bilang?!"
Tersenyum miring, Keysha Laraine Danilova berdiri. Sembari menyelipkan anak rambut ke belakang telinga, tatapan merendahkan dia tujukan kepada Gege, lawan bicaranya.
"Lo. Sialan." Gadis dengan panggilan Keysha itu berkata penuh penekanan.
Sumpah serapah langsung dikeluarkan Gege. Memutar bola mata, Keysha menyumpal telinga dengan earbuds. Lalu, melangkah mundur untuk menjaga jarak. Melihat itu, Gege semakin berang. Dia menyiramkan cup berisi air putih dingin ke wajah Keysha.
Sebelum tangan Gege turun, kaki Keysha lebih dulu melayangkan low kick. Pekikan nyaring seketika menarik perhatian orang-orang di sekitar taman kampus. Mereka mulai mendekat, mencari tahu, dan saling berbisik.
Berjongkok di depan Gege yang menangis kesakitan, Keysha tertawa ringan. "Sakit, ya? Lo, sih, nyebelin. Gue kan jadi marah."
"Bajingan- lo."
Keysha menganggukkan kepala berulang kali dengan senyum mengejek. Apalagi melihat teman-teman Gege menatapnya marah.
"Apa? Enggak terima? Sini, maju!" tantang Keysha, setelah berdiri tegak.
Tak ada yang berani. Karena mereka tahu bagaimana kelanjutannya jika benar-benar bertarung dengan Keysha. Beruntung bila tak patah tulang dan dirawat inap.
Gege mengerang keras saat dibantu berdiri. Para penonton sampai ikut meringis ngilu. Pasti sakit sekali.
Mata Gege menyalang ke arah Keysha. "GUE BENCI SAMA LO!"
Keysha maju selangkah. Tepat di depan wajah Gege, dia berbisik, "Sama, kok, gue juga. Bahkan, jauh~ sebelum lo melakukannya."
"For your information, ke depannya gue masih akan benci," tambah Keysha diikuti senyum.
Walau tipis, tapi mampu membuat bulu kuduk Gege berdiri. Gadis itu menggertakkan gigi. Menyembunyikan rasa takut.
Sebelum benar-benar pergi, Keysha bertutur, "Ah iya, kebencian lo ke gue belum ada apa-apanya. Masih kurang banyak. Tingkatkan lagi ya, caper."
Tawa dengan nada mengejek Keysha membuat Gege menjerit. Tanpa berbalik, dia melambaikan tangan di udara.
Ekspresi di wajah Keysha luntur setelah berjalan cukup jauh. Sorot matanya pun terasa ... hampa
"Teruslah benci gue, Geisha. Sebanyak mungkin. Jangan pernah sekalipun berpikir untuk berhenti. Lo harus mempertanggung jawabkan janji lo untuk melakukannya sampai akhir."
Melihat seseorang yang mendekat, Keysha spontan berdecak.
"Jangan sekarang, San. Lo bisa lihat yang terjadi barusan," ucap Keysha langsung, begitu jarak mereka habis.
Menyunggingkan senyum kecil, Sandy Harefa berkata, "Oke, tapi pulang sama gue ya."
Keysha berhenti dan menatap pacarnya itu tajam. "Kalau bukan karena lo yang minta ketemuan di sini, gue enggak akan sial dan disiram air es. Sebagai bentuk tanggung jawab lo, tolong jangan ganggu gue. Biarkan gue sendiri dulu. Otak lo masih berfungsi untuk mengartikan kalimat gue, kan?"
Mengambil langkah lebar, dia meninggalkan Sandy. Pandangan Keysha siap menghajar siapa pun yang mencoba mengganggunya.
◓◒◓
"Hai, manis."
Keysha menatap pantulan di cermin, melihat siapa yang berdiri di belakangnya sambil bersedekap. Tak mau repot-repot menyapa balik, Keysha lanjut melepaskan dua manik kristal tempel di pinggir mata bagian bawah.
Pindah ke sebelah Keysha, sepupunya itu menyandarkan pinggul pada wastafel. "Kamu seharian ini pasti belum makan, kan? Ingin makan sesuatu? Aku bisa belikan bahannya buat kamu masak, kalau mau."
"Enggak ada," jawab Keysha pendek.
"Kamu sama sekali belum makan, K. Masak dulu, sana, terus makan."
Berdesis, Keysha menghadap ke samping. "Bisa to the point, Vanka?"
"Aku dengar, kamu nendang kaki Gege di taman kampus. Itu- benar?"
"Hm." Jujur saja, Keysha malas membahas kejadian tadi pagi. Gara-gara gadis itu, dia badmood sepanjang hari.
"Ada masalah apa, K? Gege cari gara-gara ya lagi sama kamu?"
Tidak mendapat jawaban, Vanka tahu diri untuk tidak membahasnya lagi. Namun, dia tetap mengekori Keysha yang keluar dari toilet dan telentang di kasur dengan mata terpejam.
"Are you feeling alright?" tanya Vanka setelah berdiri di samping tempat tidur.
Tertawa pahit, Keysha kembali membuka kelopak mata. Hanya ada kebencian di sana.
"Lo tau betul perasaan gue kayak apa. Jadi, bisa gue minta tolong untuk jangan coba-coba memahami dari sudut pandang gue?"
Vanka langsung terhenyak mendengar perkataan Keysha. Menggigit bibir, dia mengadu jempol kaki. Gelisah.
Di tengah kecanggungan Vanka, Keysha mengusir, "Pergi, sana."
Lirikan Keysha menangkap gerakan tangan Vanka hendak menyentuhnya. Seketika, dia berkata penuh penekanan, "Gue bilang, pergi. Lo tuli?"
"Key."
Menggeleng, Keysha meletakkan lengan bawahnya di atas mata.
"Vanka," lirih Keysha, "aku lelah sekali hari ini. Mood-ku juga tidak bagus. Pergi, oke?"
Tidak mendengar suara langkah kaki, Keysha mengembuskan napas panjang. Dia kemudian duduk. Dipandangnya Vanka yang masih setia berdiri seperti maneken.
"Tolong, pergilah selagi aku masih bicara dengan intonasi ini." Keysha memegangi kepala dengan tangan menumpu di atas lutut.
"Kamu mau pukul Vanka?"
Tanpa menoleh, Keysha bergumam, "Aku sedang berusaha keras untuk tidak memukul kamu dan adikmu, Ineza."
"Apa? Kamu bicara sesuatu?" Vanka mengerutkan dahi. Dia tidak bisa menangkap dengan jelas apa yang dikatakan Keysha.
"Oh, jadi begitu, ya. Tidak mau melibatkan aku dalam pembicaraan."
Jengah, Keysha tak tahan untuk tidak mengeluh, "Berisik."
"Keluar dari sini sekarang atau kita akan berakhir di rumah sakit. Tahu, kan, kalau marah, aku bisa meledak? Sekarang, rasanya ... aku akan segera meledak kalau tidak juga ditinggalkan sendiri. Pergi!"
Suara pintu tertutup, membuat Keysha menyandarkan tubuh pada kepala tempat tidur. Mengambil ponsel yang tadi sempat dia letakkan di atas nakas. Begitu layar itu menyala, tertera jelas pukul sembilan malam.
Untuk beberapa lama, Keysha hanya bengong. Namun, tatapannya terus terarah ke layar ponsel yang mati. Sampai bunyi perut menyadarkan Keysha.
Perlahan, dia membaringkan tubuh dan berkata, "Sialan! Menyebalkan! Kenapa semuanya bikin gue marah?!"
"Jangan bertingkah, kalau tidak bisa membuat langsung mati. Gue enggak akan makan untuk hari ini. Bertahanlah dalam diam." Mata Keysha terpejam, setelah memberi tiga cubitan pada perutnya.
༶•┈┈┈✮:▹◃:✮┈┈┈•༶
Bersambung....
KAMU SEDANG MEMBACA
[LARA]INE
Romantik⚠ TW // rape , suicide , self harm , blood Keysha Laraine Danilova membenci dan menyumpah serapahi takdir hidupnya. Tidak lagi percaya pada siapa pun termasuk Mama dan Papa, kerabat, teman, bahkan ... Tuhannya. Terutama Sandy Harefa; pelipur lara se...