Gunsling

753 64 18
                                    

Gempa merebahkan tubuhnya yang kelelahan di tepi ranjang, hari ini cukup sibuk untuknya. Ia melirik ke arah jam dinding yang berbentuk beruang di kamarnya.

Jam sudah menunjukkan pukul 18.25 yang artinya sudah hampir setengah 7 malam. Ia belum makan malam, tapi karena ia merasa malas, akhirnya ia hanya melanjutkan rebahan cantiknya dan memilih membuka ponselnya.

Ternyata sudah ada beberapa chat dari teman-teman dan wali kelasnya. Ia pun memutuskan untuk membuka chat dari pak Pian terlebih dahulu. Mengutamakan orang tua.

 Mengutamakan orang tua

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hehe doang lho?" Gempa mengembuskan nafas panjang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Hehe doang lho?" Gempa mengembuskan nafas panjang. Dirinya tidak ingin heran dengan kelakuan walkel yang satu ini, tapi ada saja kelakuannya.

Ia meletakkan ponselnya di meja, lalu ia segera turun ke bawah untuk makan malam. Perutnya sudah berdemo untuk di beri makan.

"Kalo kata aku sih kita makan apa hari ini?" Gempa berkacak pinggang di samping pintu dapur, ia berpikir sejenak.

"Males masak, beli aja deh."

"Beli martabak aja, lagi ga nafsu makan nasi."

Ia mengambil dompet coklat berbetuk beruang miliknya, lalu mengambil kunci motor. Karena ini sudah malam, jadi lebih baik menggunakan motor.

Gempa memang punya motor, tapi jarang di pakai, ia pun berangkat sekolah juga menggunakan sepeda atau jalan kaki. Alasannya sih, malas beli bensin.

Suara mesin motor di nyalakan terdengar, Gempa menutup gerbang rumahnya setelah mengeluarkan motor dari garasi. Dan langsung tancap gas pergi meninggalkan perkarangan rumah.

Malam ini jalanan cukup ramai, di penuhi orang-orang yang nongkrong dan orang-orang yang memiliki keperluan di luar.

Gempa membelokkan motornya dan memarkirkannya di depan warung penjual martabak telur dan manis. Gempa heran, kenapa orang-orang menyebut martabak manis itu terang bulan?

"Eh, dek Gempa. Mau beli apa, dek?" Bapak-bapak penjual martabak itu tersenyum kearahnya, ia sudah hafal dengan Gempa karena memang ia cukup sering membeli martabak disana dan karena memang wajahnya yang manis imut lucu yang gampang diingat.

"Martabak telur nya dua ya, pak."

"Oke, dek. Tunggu ya?"

"Iya, pak." Gempa pun duduk disalah satu kursi yang tersedia sembari menunggu pesanannya. Ia melihat ke arah jalan raya yang masih ramai, ia pun sedikit melamun. Entah apa yang sedang ia lamunkan.

Dan entah berapa lama ia melamun, sampai pundaknya di tepuk oleh seseorang.

"Ini dek martabaknya." Ternyata bapak-bapak penjual martabak. Gempa lantas bangkit dan menerima pesanan itu dengan tersenyum.

"Berapa pak?"

"24 ribu." Gempa mengeluarkan sejumlah uang dari dompetnya dan menyodorkan uang itu.

"Ini ya, pak. Makasih."

"Iya dek, makasih juga."

Gempa kembali menuju motornya yang terparkir, belum lagi ia menaiki motor, pundaknya ditepuk lagi oleh seseorang. Dengan spontan ia menoleh.

"Oh ternyata bener Gempa."

"Eh, siapa?" Gempa memperhatikan seorang gadis dihadapannya. Ia merasa asing dengan gadis itu, tapi bagaimana dia mengenalnya.

"Kamu belum kenal aku, ya? Kenalin, aku Abel." Gadis bernama Abel itu mengulurkan tangannya, dan disambut dengan baik oleh Gempa.

"Salam kenal Abel. Kok kamu bisa tau aku?" Niatnya untuk pulang pun tertahan, ia sedikit berbincang-bincang dengan Abel.

"Aku tau kamu dari si kembar, aku temen deket mereka dan mereka sering banget nyeritain kamu." Gempa membulatkan mulutnya.

"Oh gitu."

"Tapi, Gem. Aku boleh minta sesuatu ga?"

Gempa mengernyit, sedikit bertanya-tanya di dalam benak.

"Apa?"

"Aku minta kamu jauhin si kembar. Aku ga suka kamu deket-deket mereka."

Gempa sedikit memproses perkataan Abel, apa katanya? Menjauh dari si kembar?

"Oemji hello, kamu siapa nyuruh nyuruh aku? Iri ya?"

"Maaf Abel, tapi kan mereka temen temen aku?"

"Iya, tapi aku ga peduli sih. Aku cuma mau kamu ga deket deket mereka aja, yang boleh deket sama mereka cuma aku, aku temen deket mereka." Ucap Abel dengan sombongnya, membuat Gempa menatapnya dengan aneh.

"Nih cewe kenapa dah?"

"Maaf ya, Abel. Aku ga bisa."

Abel yang mendengarnya berdecih kesal, sudah hilang wajah palsunya tadi dan digantikan wajah aslinya.

"Mau dibayar berapa biar kamu mau jauhin mereka?" Abel bersedap dengan angkuh di depan Gempa, yang membuat Gempa semakin menatapnya dengan aneh. Heran dengan kelakuan orang-orang jaman sekarang.

"Sorry ya, Abel. Maksud kamu apa? Kamu pikir aku orang yang gampang di sogok? Kamu juga siapa nyuruh nyuruh aku?" Gempa berbalik, lalu menaiki motornya, belum lagi ia melajukan kendaraan roda dua nya, Abel lebih dulu mencengkeram kuat lengan kirinya.

"Dengerin ya, jauhin mereka." Abel menatap tajam wajah Gempa. Sementara yang di tatap memutar bola matanya malas.

"Dengerin juga ya nona Abel yang terhormat, jangan cari gara-gara." Setelah itu ia tepis dengan kasar tangan Abel dan langsung tancap gas pulang. Tak memperdulikan Abel yang tengah gondok.

"Bajingan, awas aja kamu."

TBC

Yuhhhhhh pemanasan dikitt


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 06 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Crystal ElementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang