Jika senin pagi dimulai dengan kejadian menjengkelkan, mungkin saja karena semalam kita lupa membaca doa sebelum tidur. Pilihan lain, jangan-jangan ini sebuah pembuktian tuhan sedang marah dan memberikan down payment azab di dunia karena dosa-dosa yang telah kita lakukan. Pagi ini, Meydina Salsabila merasakannya. Padahal semalam ia membaca doa bahkan sebelum keluar rumah, ia berdoa dengan baik tak lupa mencium tangan mamanya.
Memang ada yang aneh, saat ia menutup pintu pagar, ada krikil yang menghalangi roda sehingga ia harus berusaha lebih keras menyingkirkannya lalu segera menutup pagar. Tapi setelah itu, ia berjalan bersama Blackie dengan aman sampai kantor. Anyway, itu nama sebuah mobil. Mobil milik Sandi Pramono, yang diwariskan untuk anak pertamanya. Sebagai pewaris, Mey berhak juga mewariskan nama yang terpatri. Baiklah, pembahasan tentang mobil tua ini harus dihentikan.
Harusnya Mey memikirkan sederet schedule meeting bersama pengusaha kaya pemilik gedung tinggi di Dubai. Makan siang dengan investor Jepang untuk proyek apartment artis. Tapi, Logan Carel Jefferson, Sang Pemimpin perusahaan, yang memiliki motto hidup You Only Live Once dan segala prinsip kebebasan itu melanggar janji yang telah disepakati dua tahun lalu.
Mey membuka ruangan kerja utama, mengendus aroma tak asing, lampu ruang tamu hidup dan surprise.
Astaghfirullah ... padahal semalam dia benar-benar sudah berdoa bahkan membaca surah al-Mulk sebelum tidur. Alih-alih mendapat berkah, ia malah melihat pemandangan super hina.
Prank!! Pajangan dengan tulisan kanji, hadiah dari salah satu investor Jepang itu jatuh dibuatnya, setelah itu segera berlari keluar. Walaupun ia tau Logan akan memarahinya karena telah sengaja menjatuhkan barang mahal itu. Ayolah, apa ada yang lebih penting selain telah melanggar perjanjian?
Ia benar-benar marah. Daripada mengamuk tidak jelas, lebih baik kabur selagi jam masih menunjukkan pukul tujuh kurang sepuluh menit, harusnya sepuluh menit lagi gedung 24 lantai ini akan penuh dengan manusia. Masih ada waktu.
"Eh, Mba Mey kenapa?" Gigi baru datang, biasa dengan gaya sangat rapi dan santun dengan kaca mata tebal. Mey menatap sekilas, belum sempat ia menjawab, Logan berjalan di koridor ruangan utama menuju tempat ia berdiri. Mey langsung bergegas keluar dari ruangan penuh kubikal itu, tak ingin melihat Logan, entah kenapa rasa jijik yang ia rasakan dulu kembali hadir.
"Din...." Gigi melirik Logan yang saat ini sangat berantakan, sebenarnya ia sering melihat penampilan Boss-nya dengan kemeja yang tak terkancing sempurna, ikat pinggang yang tidak rapi serta rambut berantakan khas bangun tidur. Tapi dulu sekali. Syukurnya, semenjak Mey menjadi sekretaris dua tahun terakhir, Logan terlihat lebih baik di pagi hari.
Logan mendekat, Mey berjalan semakin menjauh. Sambil menyempurnakan lubang-lubang kancing kemejanya Logan berusaha menjelaskan. "Din, Come on. Seminggu ini terlalu banyak yang dikerjakan, dia datang tiba-tiba dan terjadilah," bisik Logan, berusaha menjelaskan sambil terus mengikuti, tidak peduli pandangan dari karyawan yang datang silih berganti. Toh juga seorang Logan Carel Jefferson selalu sempurna di mata para wanita. Tidak ada celah yang bisa membuat ia terlihat lemah.
Ting. Lift terbuka, beberapa karyawan tampak kaget dengan pemandangan yang mereka lihat namun sigap menyapa kaku. Mey segera masuk tanpa mengindahkan Logan yang ikut masuk bersamanya. Sungguh, sekarang ia tidak peduli itu semua. Perjanjian tetap perjanjian, mau datang tiba-tiba lah, mau datang tak diundang lah. Baginya, semua harus sesuai dengan schedule dan semua harus mengikuti peraturan yang telah dibuat. Lift perlahan turun dari lantai paling atas menuju basement. Untungnya tak ada distraksi karena waktu crowded harusnya 5 menit lagi. Mey terus berjalan mendekati Blackie, Logan tetap mengikuti dalam diam. Seakan Logan baru sadar untuk tidak membawa ranah pribadi menjadi konsumsi publik. Profesional. Bagus, giliran kali ini saja professional.
Sampai di parkiran, Logan pikir Mey akan memberinya kesempatan bicara, tapi wanita berhijab hitam itu bahkan tampak tak peduli. Sebelum pintu tertutup, Logan sigap menahannya. "Din, kamu besok datang, kan?" Mey melirik Logan sekilas.
"Perjanjian tetap perjanjian Bapak Logan Carel Jefferson. Anda seharusnya lebih paham itu, berapa banyak klien anda yang percaya kemudian membuat janji? Semua berjalan lancar selama ini," jawab Mey, segera menyalakan Blackie.
Logan menghembuskan napasnya dan menjawab dengan perlahan, ia tahu sekretarisnya itu sangat teliti dalam memilih dan memilah bahasa, jangan sampai ia salah bicara. "Meydina Salsabila, pertama I'm sorry to disappoint you. Kedua, tolong besok datang, I beg you...."
"Logan ...." Logan lega, akhirnya Mey memanggil nama itu, namun terperangah dengan ungkapan selanjutnya. "Kamu pasti belum mandi sedangkan dua puluh menit lagi meeting room akan kedatangan tamu, Mr. Hiroshi. Bisa dipastikan hari ini semua investor yang bergabung akan datang dan sangat excited dengan rapat proyek perumahan artis dengan harga dan segala keuntungannya. Kamu pasti tidak akan melewatkannya, kan? Perlu aku jelasin gimana nasib perusahaan kalau kamu tidak menghadiri meeting hari ini? Sebaiknya kamu sekarang mandi, mandi wajib tentunya, 19 menit lagi rapat dimulai. Aku mau pulang, bisa lepasin tangan menjijikkan kamu dari Blackie?"
Secepat itu, Logan ditinggal. Pria itu tahu persis, Mey benar-benar sangat marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Tak Pernah Gagal | Pemikiran #01
Spiritual"Radical is good, Din. Kokoh nggak konsumsi minuman yang terafiliasi dengan penjajahan, terlihat sangat berprinsip." (Logan Carel Jefferson) "Hidupnya terstruktur banget, semuanya buru-buru tuh mau ngapain, sih, Meydi? Meeting sama Vladimir Putin?"...