BP 1

160 16 0
                                    

Ketika cinta menembus ruang dan waktu. Masihkah ikatan darah melarang kita bersatu?

🐍🐍🐍

"Sialannn. Bajingan kamu, mas!! "

Teriakan menggelegar dari seorang wanita setengah baya memenuhi ruangan. Pria yang jadi sasaran kemarahannya hanya bsa pasrah bersimpuh sambil memohon ampunan.

"Aku tau aku salah, Leona. Aku mabuk saat ituu, aku tidak sadar sudah meniduri org lainn, sayangg. Tolong maafkan akuu" pintaa sang suami

"Apa?! Tidakk sadar?! Laluu apa iniii, hahh?! Kamu pikir siapa anak yg kamu bawa kesini kalau bukan hasil dari perbuatan bejadmu!! "

Leona tidak pernah sama sekali berfikir akan ada hari dimana suaminya akan pulang dan membawa anak laki2 yg diakui anak oleh suaminya. Dia selalu percaya pda pernikahan mereka, sangat tidak mungkin sang suami akan berkhianat. Tpi kenyataan sangatlah kejam.

"Leona, mas mohon. Mas bahkan baru tahu kalo wanita itu hamil dan memiliki anak. Mas mohon, Leona, dia udah nggak punya siapa2 selain mas, ibunya sudah nggak mau ngerawat dia"

"Dan kamu pikir aku mau ngrawat anak dari hasil perselingkuhan kamu!! Mimpi kamu, mass!" ujar Leona

Air mata masih terus turun mengalir dipipinyaa. Hatinya sakit, tpi lebih sakit lagi harus melihat hasil dari perselingkuhan suaminyaa.

"Baik, kalo kamu masihh memaksa untuk anak haram itu tinggal disini, Silahkan. Aku yang akan keluar dari rumah inii. Kita cerai!!

"APA!! TIDAKK! Aku nggak mau ceraii, kita nggak akan pernah cerai! "

"Jangan egois, mass. Hati aku nggak sekuat itu buat nerima anak haram kamu"

"Terus gimana sama Davin, km nggak bsa ninggalin aku dan davin gitu aja, leona! "

Raihan memang salahh, dia seharusnya tidak membawa ana laki2 itu pulangg. Dia seharusnya tidak bersimpati pada bola mata berair bocah ituu.

Dipeluknya kaki sang istri kuat, memohon mohon agar Leona bsa berubah fikirann. Dia benar2 tidak bsa memilih antara istrinyaa dan bocah lelaki ituu. Raihan tdk bsa memungkiri klo bocah itu adalah anaknyaa, dan hanya diaa yg anak itu punya sekarang.

Isak tangis begitu menggema dirumah keluarga Dewangga. Saling bersautan diantara kedua belah pihakk. Mengabaikan seorang bocah berumur 10 tahunn dipojok ruangan yg menatap dengan bingung.

"Anjingg, ini gw harus gmn? " bisiknya lirihhh.

Sialann.

Satu kata yg sangat cocok untuk menggambarkan posisi El. Ato lebih tepatnya kita panggil Elden.

Beberapa jam yg lalu dia bahkan masih linglung dengan posisi raga dan identitasnyaa. Dipaksaa menerima kenyataan kalo dia berpindah jiwa kedalam tubuh bocah berumur 10 tahun dan sedang dipukuli oleh ibu kandungnyaa.

Belum sempat berfikir dan mencerna situasi dia sudah diseret dan dipindah tangankan kepada laki2 paru baya yg ternyata ayah kandungnyaa. Dan sekarang harus menyaksikann pertengkaran hebat sepasang suami istrii.

Wowww, kurang epik apa cba hidupnyaa ini. Kalo tidak ingat ending tragis tubuh yg ditempatinyaa skrg mungkin Elden sudah pergi dri sana.

Elden terus memutar otaknyaa mencari jalan keluar. Nasibnyaa jelas bergantung kepada keluarga inii, tpi dia tidak boleh lupa kematiannya juga ada ditangan keluarga ini. Elden serba salahh, keluar dari sanaa dia akan jadi gelandangan, memaksa tinggalpun rasanya mustakhil.

"Okey Eldenn, emang kayanya lo kudu unjuk skill akting lo sekarangg, heheh" gumam elden pelann

Beruntung waktu masih sekolahh dulu dia sempat ikut ekskul sinema dan kemampuan aktingnya nggak kaleng2. Lumayan lahh bisa buat nipu bapak sma emak tirinyaa.

Disaat Leonaa memaksaa ingin pergi dari rumah itu dan terus ditahan oleh suaminyaa, Elden mulai mendekat kearah mereka. Matanyaa berkaca2 dan terdapat jejak air mata disana.

"Ayah.. Tante.. "

Panggilan lirih itu menarik atensi keduanya. Leona memandang anak lelaki kurus itu dengan tajam, meski tidak bsa dipungkiri bahwa dia sedikit simpati kepada bocah ituu. Pakaian kumuhnya bahkan tidak bsa menutupi jejak2 lebam disekitar tubuhnya.

Elden mendongak menatap ayah dan istri ayahnyaa dengan mata berkabut. Berusaha menampilkann senyum tipis dengan jejak kesedihan.

"Tante, maaf. Semua ini salah Elden, tante. Ayah nggak salahhh. Maaf karena udah hadir dikehidupan ayah sama tante. Tolongg jangan cerai sama ayah, tante" ujar elden pelann seraya mengusap air matanyaa.

"Saya nggak akan cerai sma suami saya kalo kamu nggak ada! Keluarga saya nggak akan berantakan kaya gini!! Kalo saja ibu kamu nggak ngelahirin anak haram kaya kamu, hidup saya dan keluarga saya nggak bakal hancur!! "

"Hiks.. Maaf, tantee. Elden nggak pengin keluarga tante hancurr. Elden jugaa nggak minta buat dilahirin..hiks. Semuanya sedih gara2 El. Hidup mama hancur gara2 El. Sekarang El ngancurin hidup tante sma ayahh juga"

Kedua suami istri itu terdiam mendengar penuturan Elden. Entah bagaimana hati mereka seperti tergores melihat anak 10 tahun dengan luka lebam menangis dan meminta maaf.

Hati seorang ibu mana yg tega melihat anak sekecil itu bersujud dibawah kakinya meminta pengampunan atas dosa yg diperbuat oleh orang tuanya.

Leona berusaha memalingkan wajahnya enggan menatap elden yg bersujud dibawah kakinyaa. Sedangkan Raihan hanya bisa terdiam dan menyesali perbuatannya dimasa lalu.

"Tante, tolong maafin ayahh. Maafin mama elden jugaa yang udah ngelahirin eldenn. Mama sama ayah nggak salahh, semua El yg salah, tante"

"Nak, maafin ayahhh" ucap Raihan sembari meraih tubuh putra bungsunya itu. Tubuhnya bergetar merasakan isak tangis sang putra.

Elden tersenyum tipis, "Ayah jangan minta maaf, el yg harusnya bilang maaf sma ayah. Maaf karna udah buat ayah susahh. Ayah jadi berantem sma tante"

Elden melepas pelukan ayahnyaa dan berdirii memandang Raihan dan Leona bergantian.

"Ayah, makasih karena udah mau bawa Elden. Makasih krn udah mau ngakuin Elden jugaa. Tapi El nggak bsa tinggal sama ayah, tempat el bukan disini"

Senyum Elden penuh ironi dan air mata. Tak menunggu ayahnya membantah, Elden meraih tas pakaiannya dan mendekapnya erat.

"Ayah, tante, El pamit yaa. El janji nggak bakal gangguin kehidupan ayah sma tante lagi. Jadi tante nggak perlu khawatir, ayah bakal tetep sma tante. Keluarga tante nggak bakal ancur lagi gara2 elden"

Dengan cepat Elden berbalik dan pergi dari ruangan itu. Tak memberi kesempatan bagi ayahnya untuk bereaksi dan menahannyaa. Kaki kecilnyaa dipaksa berlari mengabaikan teriakan ayahnyaa.

Leona jatuh terduduk dilantaii menangis sejadi jadinyaa. Apakah ia begitu kejam membiarkan seorang anak hidup seorang diri dijalanan. Membiarkan seorang anak mengalah atas keegoisan orang dewasa.

Entah mengapa Leona merasa seolah ia telah gagal menjadi seorang ibu. Tidak bisa dibayangkan klo anaknya sendiri yg harus mengalami nasib yg sma.

Tak lama terdengar suara langkah kaki menuruni anak tangga. Leona memandang anaknyaa yang menampilkan ekspresi dingin kearahnya. Terbukti bahwa anaknya itu sudah mendengar pertengkaran mereka sedari tadi.

"Davinn.. "

"Untuk pertama kalinya, Davin bener2 kecewa sama kalian"


🐍🐍🐍

TBC






BEST PLAYERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang