BP 5

85 12 6
                                    

'Ketika cinta menembus ruang dan waktu. Masihkah ikatan darah melarang kita bersatu?'


🐍🐍🐍

"Masih marahan kamu, dek,  sama abang? "

Raihan yang memang sedang libur bekerja sengaja tetap dirumah demi menemani putra bungsunya. Beberapa hari ini mood Elden sedang tidak bagus karena bertengkar dengan Davin.

Putra sulungnya itu bahkan menolak mengajak Elden keluar rumah lagi atau membiarkan sang adik pergi main keluar rumah.

"Tau ah, yah. Abang ngeselin!!" jawab Elden ketus.

Raihan hanya tersenyum maklum menanggapinya. Membiarkan Elden menonton kartun dengan bibir yang sibuk meracau.

Sebenarnya masalah mereka sangatlah sepele tapi Davinnya saja yang menanggapinya terlalu berlebihan. Padahal waktu itu Juan hanya menggigit pipinya saja, tpi Davin malah bereaksi berlebihan sampai melarang Elden keluar rumah dan bertemu teman temannya lagi.

"Udah dong ngambeknya. Marahnya kan sama abang kok ayah ikut dicuekin sihh" keluh Raihan.

Mendengar itu Elden sontak menoleh ke arah ayahnya dan berpindah duduk dipangkuan pria paru baya itu. Bibirnya masih manyun dan matanya berkaca kaca.

"Maaf, ayah. El nggak maksud nyuekin ayah kok. Ayah jangan marah yaaa.. " ucapnya seraya menyusap usap pipi ayahnya berusaha membujuk.

Raihan tertawa, pantas saja Davin sangat protektif kepada Elden memang anak itu saja yang kelewat polos dan imut.

"Ayah nggak marah, dek. Jadi jangan sedihh, okey? "

Elden mengiyakan dan memeluk ayahnya bersandar sambil menonton kartun.

"Ayah, kalo El pengin sekolah, ayah bolehin nggak? "

"Elden pengin sekolah? "

"Uhmm, El pengin punya temen banyak kaya abang. Ayah bolehin nggak? "

Raihan mengelus pelan rambut Elden, miris mendengar keinginan putranya.  Seingat Raihan putra bungsunya itu memang belum pernah sama sekali menempuh pendidikan. Sejak kecil bocah itu hanya diacuhkan dan menjadi sasaran amukan ibu kandungnya.

Ia juga sebenarnya sudah menyiapkan sarana pendidikan untuk Elden, hanya saja ia menunggu Elden untuk beradaptasi terlebih dulu dengan lingkungan barunya.

"Boleh banget, dek. Ayah juga sebenernya udah nyiapin guru biar kamu bisa home schooling, tapi kalo kamu mau masuk sekolah umum juga nggak papa. Nanti ayah daftarin yaa"

"Ayah serius? Elden bakal sekolah terus punya temen banyak? "

Melihat raut bahagia sang anak membuat Raihan turut bahagia juga, "Iya, sayang. Besok ayah daftarin sekolah yaa, nanti ayah minta bunda buat beliin keperluan sekolah Elden"

"Yeyyy.. Makasihh, ayahh. "

***

Davin mengerutkan keningnya heran, memandangi adiknya yang entah kenapa terus menempeli ayahnya dengan aura cerah.

"Yah, Elden kenapa sihh? Seneng banget keliatannya" tanya Davin heran.

"Iya, Vin. Soalnya ayah mau daftarin adek ke sekolah umum" jawab Raihan seraya mengusap lembut kepala anaknya.

Davin mengerutkan alisnya,"Bukannya Elden mau home schooling? Kok malah daftar ke sekolah umum, yah? "

Terakhir kali ayahnya bilang Elden akan home schooling mengingat bocah itu yang masih beradaptasi dengan lingkungan baru. Jadi mengapa sekarang ayahnya malah mau mendaftarkan Elden ke sekolah umum?

"Tadinya mau home schooling, tapi El penginnya ke sekolah umum biar punya banyak temen katanya"

Elden melirik Davin dan tersenyum puas. Merasa menang karena setelah ini dia bisa bebas keluar dan bergaul dengan banyak orang. Yaa masa dia harus terus dirumah tiap harii, bisa mati bosan dia.

"Davin nggak setuju!! Elden harus tetap home schooling!!"

Hah!!

"Elden nggak mau home schooling, El mau sekolah!! Ayah juga udah setuju"

"Pokoknya abang tetep nggak ngebolehin kamu sekolah diluar!!" tolak Davin.

"Tunggu, Vin. Emangnya kenapa kamu ngelarang Elden begitu, sih? Adek kamu juga butuh bergaul keluar, Vin"

Raihan berusaha menenangkan kedua anaknya itu. Tak biasanya Davin keras kepala seperti ini. Apalagi sampai membatasi perkembangan adiknya.

Dia juga tidak tega melihat putra bungsunya yang terlihat akan menangis.

"Ayah nggak tau gimana pergaulan anak-anak sekarang. Gimana buruknya tingkah laku mereka diluaran sana. Davin nggak mau yaa kalo Elden sampe bergaul sama anak2 kaya gitu"

"Tapi kan nggak semuanya, Vin. Elden juga pasti tau gimana cari temen yang baik. Iya kan, El? "

Elden mengangguk ribut, "Iyaa. El nggak mungkin mau temenan sama anak nakal. El nggak mau jadi nakal juga"

Melihat raut wajah menyedihkan Elden, Davin sebenarnya sangat tidak tega. Tapi jika harus melihat Elden bergaul dan berinteraksi dengan orang banyak Davin benar2 tidak bisa.

Katakan kalo Davin terlalu posesif dan protektif kepada Elden. Tapi bukan tanpa alasan, dia tidak mau Elden dimanfaatkan oleh orang2 karena sifat polosnya. Dan lagi, dia tidak mau Elden terlalu sibuk dengan dunianya dan melupakan Davin.

Dia sudah terlanjur sayang kepada adik tirinya itu. Sebisa mungkin atensi Elden harus selalu mengarah ke arahnya.

"Terus gimana kalo kamu dijahatin?! Gimana kalo kamu dibully sama mereka?! Melihat sifat polos kamu abang yakin baru hari pertama masuk sekolah kamu bakal langsung ditipu dan dibully abis abisan sama mereka" gertak Davin.

Ini Elden yang tolol apa otak Davin sih yang nggak beres? Sejak kapan masuk sekolah hari pertama langsung dibully. Elden yang udah kenyang ama yang namanya sekolah juga nggak pernah tuhh sekalipun kena bully.

Yaa kecuali anak2 cupu yang pake kacamata tebel plus rambut klimis, itu beda lagi ceritanya. Tapi kann penampilan dia didunia ini jugaa nggak cupu sma sekali, nggak mungkin lah kena bully.

Tapi demi memperlancar tampilan menyedihkannya Elden segera meneteskan air matanya dan menangis sesegukan sambil memeluk tangan ayahnya.

"Ayahhhh... Hikss, El pengin sekolah, yahh.. Hikss.. "

Raihan berusaha menenangkan anak bungsunya yang menangis. Dia sedikit banyak juga menyetujui ucapan Davin. Elden terlalu polos, besar kemungkinan dia akan jadi korban perundungan.

Dia jelas tak mau putra bungsunya diganggu orang. Tpi ia juga tak tega membuat Elden sedih.

"El, jangan nangis yaa. Tapi yang diucapin bang Davin juga bener. Ayah takut kalo nanti kamu diganggu sama anak anak disana, terlebih nggak ada abang atau ayah yang bakal jagain El. Sementara home schooling dulu yaa, nanti kalo Elden udah bisa jaga diri sendiri ayah masukin El ke sekolah umum" bujuk Raihan.

Elden menatap nanar sang ayah. Siapa sangka ayahnya tidak terpengaruh sama sekali dengan isakannya.

Perlahan Elden melepaskan pelukannya dilengan Raihan. Menatap Raihan dan Davin bergantian dengan air mata mengalir.

Jika saja Leona ada dirumah dan melihat tampilan Elden sekarang, wanita itu pasti akan memarahi suami dan anaknya karena sudah membuat Elden menangis.

"Hikss.. Baikk, ayahh. Maaf.. Harusnya Elden nggak minta sekolah" ucap Elden sebelum bangkit dari sana dan berlari ke arah kamarnya. Mengabaikan panggilan ayah serta abangnya.

Ditutupnya pintu kamar dengan sedikit kasar dan melempar tubuhnya sendiri ke atas kasur. Lalu diusapnya jejak air mata yang masih mengalir dipipinya.

"Udah capek capek nangis malah nggak dibolehin. Ck, si Davin emang ngeselin!! Untung ganteng, kalo enggak udah gw getok palanya"

***

TBC

Janlup vote yaww, biar semangat nihh lanjutinnyaa😁😁

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 06 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BEST PLAYERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang