Bab 2

79 9 3
                                    

"LIHAT AKU, SASUKE! Lihat betapa tingginya aku terbang."

"Kau benar-benar berhasil, Itachi. Aku bangga padamu."

"Menurutmu aku bisa terbang terbalik tanpa jatuh?"

"Tentu saja. Kau bisa melakukan apa saja."

Tawa yang terdengar semerdu denting lonceng, bergaung menembus langit. "Aku sudah tiga kali jatuh."

"Artinya kau sekarang tahu apa yang tidak boleh dilakukan."

"Tuanku? Tuanku yang Mulia dan Agung? Apa Anda mendengarkan saya?" Suara maskulin itu membuyarkan kenangan masa lalu Sasuke yang sekaligus menjadi satu-satunya cahaya dalam gelap hidupnya, menyentaknya kembali ke masa kini. Diliriknya Naruto, yang menunjuk dirinya sendiri sebagai tangan kanan Sasuke dalam bala tentara malaikat. Kenaikan jabatan yang tidak ditentang Sasuke, meski kelakuan Naruto terkenal buruk. Sebenarnya, Naruto adalah yang terbaik dari rekan-rekannya—yang nyaris tidak berarti apa pun.

Semua malaikat dalam pasukan Sasuke telah mendesak Sang Penguasa, raja mereka, hingga melebihi batas kesabarannya. Masing-masing dari mereka sudah melanggar banyak sekali peraturan, melanggar begitu banyak hukum, sampai rasanya hanya keajaiban yang membuat mereka semua masih punya sayap... dan keajaiban yang lebih besar karena Sasuke menoleransi kelakuan mereka selama ini.

Sasuke berdehem. "Aku mendengarkan, ya."

"Saya mohon maaf sebesar-besarnya kalau tadi saya membuat Anda bosan," jawab angkuh Naruto.

"Diterima."

Naruto menggerak-gerakkan rahangnya saat ia menyadari kalau Sasuke tidak tersinggung. "Tadi saya bertanya apakah Anda sudah siap memerintahkan kami menyerang."

"Belum."

Naruto melayang di sisi Sasuke, sepasang sayapnya yang sangat besar membentang tapi tidak menyentuh Sasuke. Tak seorang pun dari mereka suka disentuh. Tentu saja, Naruto selalu memberi kesempatan bagi para perempuan yang ditidurinya, tapi Sasuke tidak memberi pengecualian bagi siapa pun.

"Saya tak sabar ingin bertarung, Yang Mulia. Kami semua siap."

"Sudah kubilang dari dulu, jangan menyebutku Yang Mulia. Mengenai permintaanmu, kau harus menunggu seperti yang diperintahkan. Kalian semua harus." Membangkang berarti dihukum—konsep yang sekarang sangat akrab dengan Sasuke.

Segalanya dimulai beberapa bulan lalu, saat Sasuke dipanggil ke kuil Sang Penguasa, sebuah tempat suci yang hanya boleh didatangi sangat sedikit malaikat pilihan. Pada pertemuan yang tak terduga itu, butir-butir salju berguguran dari bulu-bulu sepasang sayap Sasuke, bagai badai yang terus-menerus dan menandai kekesalan nan dingin Sang Penguasa. Dan kata-kata Sang Penguasa, meski diucapkan dengan lembut, terasa sungguh menghunjam seperti badai salju.

Jadi, sikap Sasuke yang "sangat tidak berperasaan" telah membuatnya mengabaikan "korban perang" dalam pertempurannya melawan para iblis. Sang Penguasa menuduh Sasuke telah berulang kali memilih membunuh musuhnya dengan mengorbankan nyawa manusia tak berdosa. Tentu saja perbuatan semacam itu "tak bisa diterima".

Sasuke telah memohon ampun, meski dia tak menyesali tindakannya, dia meminta maaf hanya karena dia telah membuat marah satu-satunya makhluk yang berkekuatan menghancurkannya. Sebenarnya, Sasuke tidak memahami di mana daya tarik atau kegunaan para manusia. Mereka lemah dan rapuh, menyatakan bahwa melakukan segalanya demi cinta.

Cinta. Sasuke tersenyum sinis. Para manusia mortal itu mengira memahami makna cinta yang tidak egois dan penuh pengorbanan. Sasuke saja tak paham artinya. Dulu Itachi paham—tapi Sasuke tidak pernah memikirkannya lagi.

The Night Watch Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang