Hujan Membisu

2 0 0
                                    


Hujan sedikit membisu, suara langkahku semakin angkuh menindas hening kala itu. Aku berlari meraba waktu yang enggan menunggu, diantara langit kelabu yang runtuh menghantam rindu dalam ingatanku. Rintik ini, semua tentang kamu. Tentang senyum merayu dibibir yang sedikit merah itu, atau mata hitam yang sendu dan gemar memantulkan gambaran wajahku saat mengagumi parasmu yang teduh. Seandainya kau tahu, aku rindu. Setengah hatiku ada padamu, semakin menjauh, dingin dan tak tersentuh.

Nafasku kian memburu di selah khayalan liarku tentangmu. Masih tak dapat ku jumpai sosokmu ditengah hujan, atau jejakmu di basahnya rerumputan. Walau sebentar, hujan seakan tertahan dan menarik diriku semakin dalam ke sebuah perasaan yang tak kuinginkan. Rasa takut yang begitu mengerikan dan tak dapat kubayangkan. Langkahku terhenti, jatuh perlahan membiarkan tangan kurus ini untuk menopang beban tubuhku yang sangat lelah dengan nafas yang terengah-engah.

"Pada akhirnya, Kau meninggalkanku sendiri."

Langit semakin menghitam, tak terasa gelap mulai memakan senja kelabu yang semakin tenggelam. Dingin juga semakain kurang ajar melecehkanku, mungkin ia dendam. Dulu, terlalu hangat dekapmu padaku membuatnya tak mampu menikam saat mataku terpejam. Hatiku semakin pilu, tak mampu untuk pergi berlalu. Tempat ini adalah pusara rindu, saksi bisu saat pertama kali kita bertemu.

"Kembalilah! Kau dengar Aku? Di atas sana kau pasti bisa melihatku. Aku rindu kamu! Aku ingin melihatmu, sedetik saja."

Malam semakin pekat membelenggu, dan kau masih sebatas semu yang tak dapat ku sentuh. Waktumu dan waktuku kini tak lagi bertemu. Dan semua kenangan kita hanya seperti hamparan debu diantara detik yang mati satu demi satu.

Monolog Re-TsaaaahWhere stories live. Discover now