O3. date

42 5 0
                                    

Padahal Stephanie udah cantik, Intak juga udah ganteng, udah tinggal berangkat aja mereka buat malam mingguan, tapi alam seolah menolak untuk biarin mereka seneng-seneng di luar sana.

Tahu kok kalau sekarang lagi musim hujan, tapi ini hujannya emang boleh semendadak ini? Mana pas turun langsung deres banget.

Untung Intak udah sampai di rumah Stephanie, coba kalau dia masih di tengah jalan? Kebasahan pasti, soalnya dia sok ngide bawa motor ninja hitem ganteng dia dengan niatan biar bisa dipeluk sama Stephanie waktu di jalan.

“Intak, mau nonton film gak? Dari kemarin aku nyari rekomendasi film romcom dan hampir semuanya nyaranin film ini buat di tonton.” Stephanie berdiri di depan teve, ada remote di tangannya dan sekarang layar tevenya nunjukin kalau dia lagi buka salah satu aplikasi streaming berbayar.

Intak, yang sejak tadi tak usai meratapi nasibnya di jendela ruang tamu Stephanie itu sekarang balik badan, kakinya jalan mendekat ke sofa di belakang Stephanie. “Film apa?”

“Bridget Jones apa gitu? Diary? Kayanya sih iya itu.”

Stephanie mencoba untuk mengetik dengan remotenya, mencari judul film yang dimaksud. Lama tapi pasti, film yang dia cari akhirnya muncul, gak cuma satu, tapi ada beberapa.

“Berseries gitu, bagus kayanya.” Komentar Intak sambil duduk di sofa.

Stephanie agak skeptikal sih, soalnya ada Hugh Grant. Bukannya gimana, tapi dari beberapa film yang dia tonton sebelumnya, di mata Stephanie, karakter yang dimainin Huge Grant rata-rata punya sifat yang sama dan selalu stuttering waktu ngomong.

Tapi yaudah, siapa tau emang bagus, dia putar aja filmnya dan duduk di sebelah Intak.

Gak perlu sampai ke pertengahan film, Stephanie udah berdiri dan misuh-misuh sendiri. “Penulisnya kenapa deh anjir? Apa sutradranya yang aneh? Kita mau nonton komedi romantis kenapa malah dikasih lihat bokong orang sih? Serius,” Stephanie ke dapur, buka kulkas dan ambil dua kaleng soda, lalu dia tutup lagi pintu kulkasnya. “emang ada gitu di dunia nyata pegawai kantor, dateng ke kantor dengan baju setransparan itu??? Terlepas sama niat dia yang mau godain bosnya, tapi masa etis kaya gitu anjir??”

Stephanie duduk lagi di sofa, satu kaleng dia kasih ke Intak. “Emang apa gak bisa godanya pakai cara yang lebih elegan? Emang dia gak merasa murahan kaya gitu?”

Makin film itu berlanjut, makin banyak ekspresi jijik dan marah yang Stephanie tunjukkin. Apalagi waktu muncul scene gathering keluarga besar di countryside, semuanya pakai costum yang proper dan enak dipandang, sedangkan Bridget malah pakai kostum kelinci yang lebih pantes dipakai kalau dia mau pemotretan majalah playboy.

“Sinting, film kaya gini romantis komedinya dari mana sih?!” Stephanie ngamuk, dia langsung pause filmnya dan keluar balik ke tampilan beranda aplikasi.

Intak ketawa pelan, dia pukpuk pundak Stephanie. Pikirnya wajar kalau Stephanie marah, soalnya Intak sendiri pun gak begitu bisa menikmati filmnya karena terlalu banyak konten sugestif. Not so fun to watch sih.

“Udaah, udaah, mungkin kita bukan pasar mereka.” Ucap Intak, berusaha menenangkan Stephanie yang sepertinya ingin sekali mengutuk siapapun pembuat film yang barusan dia tonton.

in every universe - hwang intakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang