01. Here and now

47 8 2
                                    

Nadia melihat catatan di ponselnya, memastikan setiap daftar yang sudah ia buat tercoret semua. Matanya tampak bergerak intens dari layar ponsel ke meja di hadapannya, keningnya berkerut. Di depan Nadia, di atas meja, terdapat peralatan makan bening tapi telah diikat dengan pita hijau. Taplak meja yang dipilih pun dominan warna hijau.


"Ada yang kurang, Mbak?" tanya seorang lelaki yang berdiri di sebelah Nadia sejak awal perempuan dengan panjang rambut sepunggung itu datang. Lelaki itu sebenarnya was-was takut pekerjaannya kurang sempurna, melihat salah satu customer-nya sudah berdiri di tempat yang sama dari setengah jam yang lalu.

Nadia menoleh dan melirik badge yang terpasang di dada kiri lelaki ini, tertulis Wahyu. Nadia lalu menunjuk ke satu titik. "Kok posisi banner-nya nggak pas sih, Mas Wahyu? Saya kan minta dipasang dekat dengan sudut jadi tulisan congratulations-nya jelas terbaca."

Lelaki yang dipanggil Wahyu langsung mendekati arah yang ditunjukkan Nadia dan mulai merapikan posisi banner sesuai instruksi Nadia. Sepuluh menit kemudian, akhirnya Nadia tersenyum lebar dan Wahyu menghela napas lega.

"Nanti tinggal kadonya dikeluarkan saat saya kasih tanda ya, Mas?" Wahyu mengangguk kemudian permisi untuk melakukan pekerjaan lain.

Nadia mengeluarkan ponselnya, membuka pesan yang dikirim ke Reno dua jam yang lalu, masih centang satu. Keningnya kembali berkerut. Jari-jemari Nadia langsung bergerak lincah memainkan keypad ponsel.

Sayang, kamu di mana? Aku udah di X-Vibes ya. Aku tunggu.

Nadia memencet tombol sent dan menunggu tanda centang-nya berganti. Satu, dua sampai lima detik kemudian, masih saja centang satu.

"Aduh, kemana sih Reno?" Nadia mulai menarik-narik rambutnya, kebiasaan lamanya kalau panik mulai menyerang.

Nadia menghela napas. Dia berjalan mendekati meja yang sudah rapi penuh dekorasi di depannya. Tangannya mengambil kartu ucapan yang desainnya ia buat sendiri dan kaligrafi tulisan "selamat atas kelulusannya, Sayang. You deserve to be happy today!"

Nadia menambahkan gambar karikatur dirinya yang terlihat mencium karikatur Reno dalam balutan pakaian wisuda tepat di bawah tulisan. Saat tengah melihat karikatur Reno, Nadia menyadari ada detail yang terlewat di toga yang dipakai Reno.

"Aduh, mana Reno perfeksionis lagi, bisa komen nih dia, apa aku benerin dulu ya?"

Nadia merogoh tas selempangnya, mencari pulpen untuk membantunya modifikasi gambar. Saat tangan kanannya hampir meraih pulpen yang dicari, Nadia mendengar suara Reno samar-samar dan semakin dekat. Nadia memutar wajahnya, mencari sosok pria yang paling dekat dengan dirinya selama enam bulan terakhir ini.

Tanpa kacamata minus duanya, pandangan Nadia memang tidak sejelas streaming Youtube 1080HD tapi tetap bisa membedakan pria yang tidak pernah absen dia kirimi goodnight chat setiap malam.

Rambut cepak dan cara berjalan Reno sangat khas bahkan dari jarak yang cukup jauh seperti ini. Bahkan cara Reno merangkul pun, Nadia sudah hafal. Reno tidak merangkul bahu langsung seperti pria kebanyakan tapi menempelkan tangan kanannya sedikit di bawah pundak kanan seakan memberikan kenyamanan yang tidak mengikat.

Kedua mata Nadia membesar. Bukan karena ia hafal cara Reno merangkul, tapi karena saat ini Reno tengah merangkul perempuan lain.

Seperti terhipnotis, Nadia terdiam dan hanya menatap ke arah Reno yang berjalan ke arah berlawanan dari posisinya berdiri. Posisi Reno dan perempuan yang dirangkulnya sangat dekat untuk disebut teman. Seperti ada gelombang besar di dalam hati Nadia, matanya terasa panas dan tenggorokannya kering. Kepalanya pening dan kakinya lemas, sesaat Nadia pikir dia dan lantai di bawahnya akan segera menyatu sampai sebuah tangan menariknya menjauh dari bayangan Reno dan perempuan yang dirangkulnya.

"Javi?" tanya Nadia ketika menyadari siapa yang menariknya menjauh.

Pria yang dipanggil Javi menatap balik Nadia dengan tatapan datar. Nadia menoleh ke arah terakhir dia melihat Reno dan pria itu masih di sana, kali ini tengah membukakan kursi untuk perempuan yang datang bersamanya. Setelah perempuan itu duduk, Reno tampak membungkuk dan wajahnya mendekati perempuan itu seakan ingin..

"Jangan dilihat," suara bass Javi terdengar bersamaan dengan kedua mata Nadia yang tertutup tangan Javi.

Tanpa harus melihat kelanjutan adegan sebelumnya, Nadia tahu apa yang terjadi. Matanya kali ini tidak lagi panas, karena basah sudah mengalir di wajahnya dan mengenai kedua tangan Javi.

*** 

Love Won't WaitWhere stories live. Discover now