#20

66 5 1
                                    

Kalau pergi membuatmu tenang, maka kamu juga menambah orang menjadi gila sepertimu.

***

Variel yang ditinggalkan bersama Vian hanya terdiam lama. Sama-sama menatap makam basah yang ditaburi banyak bunga.

Vian sebagai orang terakhir meletakkan mawar putih yang sudah disiapkan oleh pekerjanya. Setegar mungkin Vian mengusap air matanya agar tidak jatuh di atas makam Athala.

Variel bahkan sampai tidak berani memikirkan kenangan yang baru di mulai. Walaupun masih di atas kursi roda, ia masih berusaha menaburkan bunga di atas makam adiknya.

Mereka yang tidak pernah bersama sejak lahir tapi langsung merasakan ikatan sebelum mereka tahu kebenarannya. Variel memang terkadang jahat telah menuduh Athala kejam, hingga Athala membuktikan sikapnya benar selama ini.

Athala baik hati dengan caranya sendiri. Selalu ada perhatian di balik sikapnya yang tidak pernah peduli.

Pada hari di mana Athala berkata tidak perlu diantar lagi ke rumah sakit, Athala tersenyum lebar untuk pertama kalinya di hadapan Variel. Rasa kehangatan dan harapan Variel terus menghantui sepanjang perjalanan Variel ke sekolah.

Perasaan Variel mengatakan semuanya semakin baik. Menunggu hari di mana ia bisa menjadi kakak untuk Athala. Menebus waktu mereka yang terlewat lama.

Namun, kenyataan kembali menampar Variel. Melihat bagaimana makam Athala telah terbentuk di depannya.

***
Kesedihan masih terus berlanjut, Variel diantar pulang oleh Vian, sementara sang ayah tidak tahu kemana.

Rumah sangat sepi dan dingin, atau ini hanya perasaan Variel saja?

Suara ribut tidak lagi terdengar. Rumah dibiarkan berantakan dalam keadaan berdua, hingga Vian malah membawanya pergi ke kamar Athala.

Seketika Variel merasa janggal. Kamar yang sudah berhasil Variel terobos beberapa kali kini tidak ada lagi penghuninya. Biasanya Athala akan langsung marah dengan pengusiran kejam. Namun, Variel tidak pernah ada takutnya.

Bau kamar Athala yang selalu menyapukan rindu di saat Variel semakin masuk ke dalam. Vian sampai tidak bisa menahan air matanya.

Vian ditempatkan di dekat kasur, sementara omnya itu mengambil sesuatu di dalam laci meja belajar Athala.

"Kepergian Athala bukannya tanpa alasan, ada fakta yang diungkapkan dengan mengorbankan dirinya sendiri." Vian angkat suara, mengambil sebuah laptop yang disetel di hadapan Variel.

Sambil menunggu laptop menyalah, Vian terus menjelaskan yang dia ketahui dengan perasaan getir.

"Athala anak yang baik, bahkan disaat ia susah, masih ada waktunya memikirkan orang lain," ungkap Vian yang sepertinya bangga kepada sang keponakan.

Variel juga sama, ia dengan pemikirannya juga memuji Athala. "Orang sebaik Athala ternyata adik Variel, jujur Variel masih tidak menyangka dengan cara kepergiannya," ucap Variel.

Ada harapan kalau Variel akan membalas kebaikan Athala selama ini. Membuat adiknya bahagia dengan tanggung jawanya sebagai seorang kakak.

Namun, kepergian Athala yang secara tragis menyebabkan Variel kehilangan kesempatan.

Vian dengan tabah kembali bicara. "Sudah Om katakan, kepergian Athala adalah sesuatu keputusan paling mulia."

Athala (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang