dimarahin

507 36 3
                                    

Walau masih pagi, Sunghoon sudah menghela nafas berkali-kali sebab hari ini ia harus menghadap senior yang paling ingin dihindarinya. Tapi jika kali ini ia menghindar, bisa semakin tamat riwayatnya. Jadi sepanjang perjalanan menuju kampus Niskala itu wajahnya sudah masam, takut ia akan dimarahi habis-habisan walaupun itu bukan sepenuhnya salahnya.

Yang Sunghoon bisa lakukan saat ini hanyalah menunduk, memegangi lembaran naskah di hadapan Heeseung yang sejak lima menit lalu terus saja menyalahkannya.

"Harusnya tanpa tunggu asisten satu, kamu sudah inisiatif minta sendiri ke dia, kan?"

"Saya kira Sheraya memang lupa jadi belum di kirim, dan saya juga sibuk mengurus dekorasi jadi kurang memperhatikan hal tersebut, kak"

"Ya itu berarti kamu lalai, kalau ternyata Sheraya lupa terus dan nggak kirim ke kamu, gimana? Ceroboh, main-main sih kamu"

"Maaf kak..."

Sunghoon pasti sudah mengumpati laki-laki di depannya ini kalau saja itu bukan seniornya yang menyebalkan. Ia hanya tidak ingin mendapat masalah dengan senior karena ingin hidup tenang!

"Terus gimana kabar dekorasi, udah jalan berapa persen?"

"Kira-kira sudah enam puluh lima persen, kak"

"Kenapa baru segitu? Harusnya paling jelek sudah dapat tujuh pulu persen, serius nggak kamu ngerjainnya?"

"Serius, kak, saya sama kak Jay sering pulang malam buat mengerjakan dekorasi"

"Berarti harusnya malah sudah bisa dapat tujuh puluh lima persen, yakin kamu sama Jay bekerja bukan main?"

"Sumpah kak, kami nggak mainan"

Sunghoon semakin mencengkram lembaran naskah di tangannya, antara ingin mengumpat dan takut karena aura manusya seperti seniornya ini sungguh terasa galak dan menyeramkan.

Heeseung menghela nafas lalu membiarkan Sunghoon melanjutkan pekerjaannya. Selama semuanya bekerja, Heeseung selalu saja bisa menemukan kesalahan sekecil apapun yang Sunghoon tidak sengaja buat yang mana semakin ingin Sunghoon cabik-cabik wajah tampannya itu.

Hari ini pun sama seperti hari kemarin, Sunghoon pulang jam sepuluh malam. Keadaan kampus sudah sepi dan cukup gelap, beruntung gedung teater masih menyala. Berkali-kali helaan nafas tidak mampu menghilangkan penatnya apalagi saat ia harus membawa serta beberapa dekorasi kecil yang harus diselesaikan di rumahnya.

Plastik putih besar berisi peralatan dan beberapa dekorasi kecil ia tenteng selama berjalan menuju parkiran, untuk nebeng Jay, senior sekaligus orang yang paling membantunya sejauh ini. Mereka berniat melanjutkan mengerjakan dekorasi itu bersama di rumah Sunghoon karena harus sudah selesai esoknya.

"Tadi dimarahin Heeseung soal apa aja, Hoon?" Tanya Jay membuka pertanyaan kala sudah melajukan motornya keluar dari pelataran kampus.

"Wuih, banyak, kak. Saya sampe lupa apa aja sangking banyaknya!"

"Hahaha, emang ya, itu onggokan gunung merapi selalu punya bahan buat nyulut apinya sendiri. Sabarin aja deh kalo sama Heeseung, gue yang temennya aja juga sering kena amuk," tutur Jay dengan kepalanya yang sedikit menoleh ke samping supaya Sunghoon bisa mendengar perkataanya.

"Tapi masa gue cuma salah taruh hp di kursinya langsung marah! Padahal bisa dipindahin ke meja di depannya, nyeselin banget tuh kentut badak!"

"Hahahaha! Gue pernah diomelin cuma perkara sendok di naspad nya gue ganti jadi sendok nyam nyam!"

"Ya itu sih emang perlu di gebukin satu desa, kak"

Jay dan Sunghoon tertawa cukup kencang, mengabaikan beberapa orang yang kini menatap heran mereka. Tawa itu terbang mengabur bersama angin malam yang cukup dingin dan tak terasa, motor ringkih bercorak penyok itu telah sampai di pekarangan rumah Sunghoon.

Keduanya memasuki rumah dengan bau mie semerbak di sepenjuru rumah, Jay cukup tertegun saat melihat rumah yang begitu terasa hangat dan nyaman. Lalu muncul seorang laki-laki mengenakan baju kebesaran bermotif beruang besar dan celana polkadot kuning dan putih dari dapur sambil sumringah.

"Halo, kak! Aku lagi buat mie, nitip nggak?"

"Wah boleh deh, sekalian temen kakak juga dong, ya ya?"

"Wookayy!"

Sunghoon meletakkan plastik putih besar itu di lantai dengan karpet bulu sebagai alasnya setelah mendorong pergi meja kecil di atas karpet itu. Jay masih sedikit canggung apalagi setelah melihat seseorang yang ia duga sebagai adik Sunghoon itu pergi.

"Mending kita makan dulu deh kak, nanti baru pindah ke kamar, soalnya kalo di sini buat tidur adek gue tuh yang tadi itu"

"Iya, gua mah di atas genteng juga gua jabanin, demi apa? Demikian"

Tawa kembali terdengar dari Sunghoon, setidaknya Jay jauh lebih baik dari Heeseung. Tak lama, adiknya sudah membawa tiga mangkuk mie yang langsung diletakkan di depan Sunghoon dan Jay lalu ketiganya sama-sama makan di depan televisi yang menampilkan film anak sekolahan.

Selepas makan sampai kenyang, Sunghoon mengajak Jay masuk ke kamarnya dan langsung membongkar isi plastik putih besar tadi sehingga berserakan di lantai.

"Banyak juga ya yang harus selesai besok, harus selesai malam ini nih kalo nggak bisa kena sembur kak Heeseung lagi!"

"Yaudah yok langsung aja eksekusi"

Dari mulai menggunting, menempelkan, mewarnai, mereka melakukannya sambil membicarakan banyak hal, tak lupa pula musik mengiringi kegiatan itu hingga larut malam.

A Cup of Storm ⟨ HeeHoon ⟩Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang