Halo, call me Rein.
Selamat membaca🤗
-Berusaha mati-matian untuk mengabulkan harapan orang tua itu melelahkan-
°°°°
"Kamu tidak bisa ikut les, belajar ataupun sekolah? Bagaimana dengan nasib pin kamu nanti? Kalau begini terus, bisa-bisa Marcel yang akan menjadi penerus," celoteh Alina sembari bersedekap dada.
Lucas yang memang sudah sadar hanya bisa mendengarkan sembari memejamkan kedua matanya. Rasa pusing kembali menyergapnya meski tidak separah sebelumnya.
Bukannya mengkhawatirkan ataupun merasa kasihan ketika melihat kondisi putranya, Alina malah terus menerus menyalahkan Lucas.
"Seharusnya kamu itu pinter-pinter menjaga kesehatan, Lucas. Kondisi badan kamu yang lemah ini, karena kamu tidak pernah menjaga tubuh mu dengan baik," Alina masih saja terus berceloteh tanpa memikirkan keadaan putranya.
"Kalau kamu begini terus, bagaimana nasib kita ke depannya? Jika, Marcel yang menjadi penerus mungkin saja dia akan mengusir kita. Kamu tau sendiri, kan, betapa sayangnya dia kepada Riana. Dia tidak akan segan-segan mengusir kita, karena kita tidak pernah membantu anak tidak tahu diri itu," Alina menatap putranya yang malah memejamkan kedua matanya, "Kamu dengerin Mama ngomong gak sih?"
"Lucas denger, Ma," lirih Lucas sembari membuka kedua matanya untuk menatap mamanya, "Mama tenang aja. Gak akan Lucas biarin Marcel menang. Lucas gak akan nyerah gitu aja. Lucas pasti bisa ngalahin Marcel,"
"Bagus, kamu memang harus mempunyai semangat yang tinggi untuk mengalahkan Marcel. Jangan sampai dia yang menang dan jadi penerus," Alina mencodongkan tubuhnya, lalu mengusap kepala putranya lembut. "Sekarang kamu istirahat yang banyak. Usahakan sembuh dengan cepat supaya kamu bisa kembali belajar dan ikut les. Kamu harus mengumpulkan pin sebanyak-banyaknya,"
Lucas mengangguk perlahan. Ada rasa hangat ketika telapak tangan mamanya mengusap lembut kepalanya. Entah kapan terakhir kali Alina mengusap kepalanya seperti ini, rasanya sudah sangat lama sekali.
"Pokoknya setelah keadaan kamu membaik, jadwal les kamu akan di tambah. Begitu juga dengan waktu belajar kamu. Jadi, siap-siap aja!" Alina bangkit ketika gawainya berbunyi. Ternyata papanya yang menelepon. Dia langsung pergi keluar dari kamar inap Lucas setelah berpamitan.
Lucas menghembuskan napasnya lelah. Sepertinya, dia harus berjuang lebih keras lagi setelah ini. Setidaknya untuk saat ini dia bisa beristirahat sejenak.
"Gue pasti ngalahin Marcel ..."
"Iya, Pa, gak pa-pa. Lucas juga udah sadar sekarang, keadaannya cukup membaik." ujar Alina setelah berada di luar kamar inap putranya. "Sepertinya Lucas cuman sedikit kecapean aja,"
"Papa, Ferdi dan Dio akan kembali ke rumah sakit sore nanti. Ada sesuatu yang harus kami urus di rumah,"
Alina menyenderkan tubuhnya di dinding sebelah pintu. "Baik, Pa, tidak masalah. Ada Anara juga di sini. Kita bisa bergantian menjaga Lucas,"
"Baguslah, Tari akan pulang hari ini. Dia akan kembali tinggal di mansion,"
"Benarkah?" Alina langsung menegakkan tubuhnya karena terkejut. "Apa tidak masalah membiarkannya berada di dekat Riana?"
Terdengar helaan napas dari seberang sana. "Sebenarnya, Papa juga tidak ingin, tapi Tari mogok makan jika tidak pulang dan bertemu dengan kakaknya. Tentu saja, Papa akan tetap mengawasi perlakuan anak itu. Jika sampai dia melukai Tari lagi, maka Papa akan benar-benar memisahkan mereka berdua."
KAMU SEDANG MEMBACA
Im Antagonis?
Teen Fiction[UPDATE SEMINGGU SEKALI] •Kehidupan yang terlihat sempurna, sebenarnya terdapat banyak celah di dalamnya• **** Ini bukan cerita transmigrasi. Hanya cerita tentang seorang tokoh Antagonis. Riana Lisia Verdian--seorang Antagonis yang hidupnya di sebut...