Black Phanter

77 13 1
                                    

"Kau harus menjaga Erika selamanya."

Sebuah kalimat yang selalu Allen pegang sejak ia berusia 6 tahun, ketika semua ingatan hidupnya dimulai.

1990

Dunia pendidikan sudah mulai tercampur dengan pendidikan dari barat. Bahasa Inggris sudah mulai menjadi bahasa yang wajib dipelajari dan diujiankan seperti MULOK.

Bahkan sebuah sekolah bernama Asia-Euro milik bangsa asing berdiri dan langsung populer di kalangan bangsawan. Tidak terkecuali keluarga Moriyama. Demi mempertahankan bisnisnya di negara ini, mereka akhirnya menjadi penjilat pada bangsa barat dan memasukkan putri satu-satunya ke sekolah itu termasuk memasukkan Allen untuk menemani putri mereka.

Moriyama Erika, putri satu-satunya keluarga Moriyama. Gadis berusia 7 tahun itu, sudah menggandeng tangan Allen sejak sang ayah membawanya ke rumah mereka sejak kecelakaan itu.

Keluarga Moriyama berniat untuk menitipkan Allen pada pelayan mereka dan mendidiknya, namun putri mereka meminta Allen untuk menemaninya. Akhirnya, di usianya yang menginjak 6 tahun, Allen masuk sekolah dasar di mana saat itu anak kelas 1 sekolah dasar rata-rata berusia 7-8 tahun.

Allen dan Erika bagaikan kacang dalam satu cangkang, mereka tak dapat dipisahkan. Selain itu, Erika tak membiarkan siapapun mendekati Allen. Erika begitu posesif sehingga Allen tak memiliki teman. Dunianya berputar hanya pada Erika.

Namun ketika mereka menginjak kelas 3 SD, beberapa bangsawan pribumi mulai memasukkan anak mereka ke Asia-Euro.

"Hai! Namaku Awan," seorang anak berkulit kecoklatan dan berwajah pribumi menghampiri Allen dan mengulurkan tangannya.

Allen tersenyum lalu menyalami anak itu. "Aku Allen Miller."

Baru beberapa detik bersalaman, tangan Awan ditepis oleh Erika.

"Jangan menyentuh Allen ku!"

Lalu Erika disambut dengan dorongan pada punggungnya yang membuatnya terjatuh.

"Jangan menyakiti Awan ku!"

Allen dan Erika menoleh, mereka melihat seorang anak bertubuh gempal dan berkulit putih berdiri di belakang mereka.

Awan tersenyum lalu menghampiri anak itu.

"Bumi, ini Allen dan Erika, mereka teman sekelas kita."

Bumi mendecik lalu menggandeng tangan Awan. "Aku tidak suka orang kasar!"

Allen membantu Erika berdiri.

"Ini Bumi, sahabatku." Kata Awan.

Allen lalu memperkenalkan dirinya juga Erika, namun Erika tak mengatakan apa-apa karena tidak mau dipukul Bumi.

Setelah itu mereka berempat menjadi dekat dan sering bermain bersama.

Waktu terus berlalu hingga keempat anak itu kini menginjak sekolah menengah atas.

Setiap tahun ada saja hal-hal yang menjadi tren di kalangan para siswa Asia-Euro. Dari mulai pelajaran hingga seni.

Beberapa tahun belakangan banyak anak-anak konglomerat yang sebelumnya belajar privat di rumah, kini masuk ke sekolah umum. Dan di tahun ini, olah raga basket menjadi sangat populer.

"Tim Black Phanter kembali mencetak angka!"

Sorak sorai seluruh penonton di tribun membuat ramai acara pertandingan basket di sekolah Asia-Euro hari itu.

"Abimana menjadi MVP hari ini," ujar salah satu siswa.

"Murid baru itu benar-benar berbakat, selain tampan, ia juga mempunyai otak yang cemerlang," puji siswa lainnya.

Setelah kedatangan beberapa siswa baru, ada siswa-siswa yang mendadak menjadi idola. Salah satunya siswa yang kini sedang bertanding menggunakan nomor punggung 12, Abimana Idham Naurer.

Peluit panjang ditiup, tanda pertandingan telah selesai dan dimenangkan oleh tim Black Phanter, dimana Abimana menjadi kapten tim.

Semua orang riuh memanggil-manggil nama idola mereka masing-masing.

"Zico!"

"Abimana!"

Beberapa orang ada yang sibuk memanggil idola mereka, dan ada seseorang yang hanya bisa bertepuk tangan tanpa berani memanggil nama seseorang.

Bumi menyentuh lengan Allen lalu Allen menoleh.

"Kenapa?" tanyanya.

"Semua pergi menghampiri Abimana untuk memberikan hadiah. Kau tidak mau?"

"Kau gila?"Allen menoleh khawatir Erika mendengar.

Bumi melipat tangannya di dada lalu menyenderkan tubuhnya pada kursi tribun lalu diikuti oleh Allen.

"Aku akan berpisah dengan Awan."

Allen terkekeh, "Apa kalian tidak bosan? Saling berkata benci dan mengatakan ingin berpisah, tapi kalian selalu bersama lagi."

"Lebih melelahkan berkata ingin bersama tetapi sebenarnya ingin melangkah pergi."

Allen hanya menghela napas lalu menoleh pada Erika yang masih sibuk berbincang dengan teman di sebelahnya.

"Kau benar-benar akan menikahinya?" bisik Bumi.

Allen hanya bisa diam, matanya tertuju pada Abimana yang kini sedang menebar senyuman dan berjalan menghampiri kekasihnya.

"Kau tahu, Abimana meminta Awan untuk mengenalkanmu padanya. Ia menaruh perhatian lebih padamu."

Allen tak menjawab.

Andai Bumi tahu, hampir setahun sejak kedatangan Abimana ke sekolah ini, Allen dan Abimana saling bertukar kabar lewat surat rahasia yang mereka simpan di sebuah buku di perpustakaan.

Allen tak bisa memberitahu Bumi karena Allen merasa bila sebuah rahasia diberitahukan pada seseorang, ribuan orang akan mengetahuinya kemudian.

Setelah pertandingan selesai, Allen, Erika, Awan dan Bumi pergi ke kantin untuk makan siang.

Seperti biasa, Allen dan Awan pergi memesan dan membiarkan Erika juga Bumi duduk menempati bangku.

"Bagaimana soal tawaranku?" tanya Awan.

"Tidak. Aku tidak tega meninggalkannya dan aku tidak mau ada kekacauan seperti waktu itu."

Awan menggelengkan kepalanya. "Kalau Erika gadis lemah, ia tak mungkin menamparmu dan memukulimu di hadapan banyak orang hanya karena seseorang mengajakmu berkenalan."

Allen hanya bisa tersenyum. Ia tak bisa mengelak lagi, semua orang sepertinya sudah mengetahui emosi sang nona muda yang mudah meledak itu.

"Abimana sangat ingin bertemu dengan mu. Hampir setiap hari ia meminta aku membawanya padamu."

"Apakah Abimana tidak takut? Ia sudah bertunangan dengan Putu, keluarga Putu memegang tahta tertinggi di Bali. Keluarga Naurer bisa-bisa tak bisa bertahan di sini."

"Dan kau juga tak akan bisa bertahan kalau kau mengkhianati keluarga Moriyama."

"Kau tahu posisiku," jawab Allen.

Setelah Allen dan Awan kembali ke kursi mereka, kantin tiba-tiba menjadi ramai. Sang juara, club Black Phanter datang ke kantin untuk menikmati makan siang.

Entah anugrah atau musibah bagi Allen. Abimana duduk bersebelahan dengan mejanya. Allen dan Abimana bisa melihat wajah satu sama lain. Beberapa detik mata mereka bertemu lalu dengan amat sangat terpaksa mereka mengalihkan pandangannya.

Tiba-tiba Allen tersadar kalau Erika memeluk lengannya dan menatapnya tajam.

Di situ Allen tahu kalau Erika menyadari perasaan Allen pada Abimana. Dan ini menjadi awal dari segala permasalahan.

Setelah mereka menginjak kelas 2, tingkah laku Erika semakin parah. Ia benar-benar tak pernah membiarkan Allen pergi kemana pun sendirian, termasuk ketika ia pergi ke perpustakaan, satu-satunya tempat komunikasinya dengan Abimana.

Allen tidak pernah sempat membaca surat balasan dari Abimana setelah itu. Dan selama hampir setahun, komunikasi mereka terhenti bahkan Allen tidak pernah bertatap mata lagi dengan Abimana.

Allen MillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang