.
.
.
.
______________________________________
Sze menunggu di lorong sekolah dan dia menunggu kedatangan Vonzy. Dia benar-benar ingin berbicara dengan Vonzy setelah beberapa kali dia menghindar saat diajak berbicara. Dalam retakan ini membuat Sze memiliki inisiatif untuk turun tangan membantu meredakan ini semua.Benar-benar membuat Sze muak dengan semuanya. Vonzy benar-benar sudah kelewatan dan itu membuat Sze muak dengan semuanya. Ini bukan tentang siapa tersakiti atau menyakiti, tidak mengikuti kata hati namun lebih memiliki logika demi jawaban yang pasti dan tentu saja tentang harga diri laki-laki!
Tak selang lama, Vonzy datang sambil menggendong tasnya dengan satu pundaknya. Vonzy menatap Sze dengan tatapan malas,
"Ngapain Lo ngajak gua ketemu disini? Mau bahas apa lagi? Bukannya lo terbukti yang salah disini? Mau apa lagi lo?!" Bentak Vonzy.
Saat itu juga, Sze langsung menghampiri Vonzy dan mencengkram erat kerah seragam Vonzy,
"Kalo lo minta dihabisin sekarang, gak sampai 5 detik gua bikin ancur idup lo!!"
"Lo kenapa bentak gu—"
"Lo sendiri yang mulai bangsat!! Gua gak bakalan bentak orang kalo orang yang bentak gua duluan! Gua kesini pengen membicarakan hal ini baik-baik!"
Saat itu juga, Vonzy langsung mendorong Sze dengan kasar yang membuat Sze mundur. Vonzy merapikan kembali kerah seragamnya dengan kerutan di keningnya itu,
"Lo mau ngomongin soal apa? Gosip tentang lo itu? Basi," ucap Vonzy dengan sarkastik.
Sze menghela nafas panjang, "Persetan gua ama gosip itu, gua gak salah dalam ini asal lo tau. Lo dalang dari ini semua," balas Sze dengan tatapan tajam elang dimatanya.
Vonzy terkekeh mendengar apa yang dikatakan oleh Sze, "Oh ya? Lalu? Gua harus party gitu? Kalau gua dalang dari semua ini,emang kenapa? Lo bakal nyebar ini semua? Eh, reputasi lo di sekolah ini udah jelek. So just accept this fact."
Nada sarkastik dari Vonzy benar-benar memprovokasi Sze untuk melayangkan satu pukulan namun Sze menahan itu semuanya.
"Berhenti untuk bacot sarkas didepan gua. To the point, lo apain Moritz?" Tanya Sze dengan suara yang tegas dan menahan diri untuk membentak.
Vonzy mengangkat kedua alisnya bersamaan, "Gapapa kok, emang kenapa? Bukannya itu privasi gua ama dia ya? Kok Lo ikut campur? Ada hak apa lo ikut campur dalam hubungan gua ama Moritz hah?"
"Gua memang gak ada hak tapi lo sadar gak kalo lo kelewatan ama dia?"
"Kelewatan dari segi mana gua nanya? Lo tau apa tentang hubungan gua ama Moritz?" Tanya Vonzy sekaligus menantangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Duty To You Had Ended: The End
Teen FictionMY DUTY TO YOU HAD ENDED:THE END Mereka juga perlu bahagia walaupun mereka tidak pernah merasakan rasa memiliki dan tidak pernah merasa bagaimana rasa dicintai. Sebelum mereka pergi, setidaknya berikan dia sebuah kenangan dan berikan sebuah memori y...