The Other Fate of Love

158 26 7
                                    

Happy reading all!
.
.
.

Malam ini, begitu Ane masuk ke kamarnya ia menemukan si gadis dayang yang sibuk dengan sesuatu di atas kasur. Menarik benang sana memelintir manik sini dan sesekali menjauhkan wajah untuk melihat bagaimana rupa sesuatu itu dari jarak beberapa jengkal.

Ane menemukan sebuah gaun yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Madge bilang Putri Loynith sengaja memberinya sebuah gaun untuk pesta malam ini dan dia sedang mengencangkan beberapa manik-manik. Terkesan berlebihan. Tetapi Ane tidak bisa menolak hasrat yang muncul dalam hati untuk memakainya. Sebab gaun itu terlampau indah.

Gadis itu berputar di depan cermin tanpa melepas pandang. Dirinya terlihat seperti peri yang mendapat kisah cinta paling indah di dunia dongeng. Bagian bahu yang terbuka membuat kesan cantik saat satin ungu muda memutar di lengannya. Menjatuhkan warna biru laut berhias permata-permata sewarna ametis.

Warna biru laut itu melebur dengan nuansa ungu di sepanjang pinggang yang juga berhias permata. Kali ini putih bersinar seperti bintang jatuh di langit petang. Diikuti warna merah muda keemasan yang berdenyar lembut. Gaun itu membuat Ane terlihat seperti dewi senja dari negeri khayalan paling indah yang bisa dipikirkan manusia.

Kali ini, rambut lavender Ane tergerai mengombak di sepanjang bahu. Tanpa melupakan sebuah jepit berhias lambang matahari berukiran bunga yang tersemat. Menahan setengah rambutnya di atas hingga menciptakan kesan yang amat-sangat anggun. Ane merasa lega karena ia tak lagi harus mengenakan bunga anemon bodoh itu malam ini. Juga sangat bersyukur karena tidak akan bertemu dengan pemuda itu lagi.

Eros.

Ane melirik telapak kanannya. Kosong. Tidak ada apa pun yang terukir di sana. Mengartikan urusannya dengan ahli pelet menyebalkan itu telah usai sepenuhnya.

Menyebalkan.

Ya, dia memang menyebalkan. Dan Ane memang sempat berharap untuk tidak bertemu dengan pemuda itu lagi. Namun, ia tak bisa berhenti mengira bahwa perpisahan itu terjadi terlalu cepat dan buru-buru. Bahkan perpisahan itu hanya ditutup dengan sepucuk surat asal. Bukan berarti Ane merindukannya. Tidak ada satu pun dari ancaman pedasnya yang bisa dirindukan apalagi dikenang.

"Ane." Sebuah suara muncul dari belakang. Sontak membuat gadis itu menarik tangan dan menyembunyikannya di belakang punggung. Lalu lebih memilih untuk menoleh ke belakang. Damian ada di sana. Mengenakan jas berwarna putih redup dengan kelim emas yang terkesan ajaib. Sejenak membuat terpana karena jas itu sungguh serasi dengan wajahnya yang rupawan.

"Sedang apa kau di sini? Kau seharusnya sekarang bersama istrimu," ucap Ane tergesa-gesa.

Damian melangkah mendekat. "Aku hanya ingin ke sini sebelum orang-orang lain melihatmu. Loynith bilang dia memberimu gaun yang sangat cantik. Ternyata dia tidak berbohong. Atau mungkin wajahmu yang membuat gaun itu kelihatan cantik?"

Untuk beberapa detik jantung Ane melompat. Seluruh raganya melambung tinggi sebelum sisi lain dirinya mengatakan bahwa orang di hadapannya adalah seorang laki-laki beristri.

"Kukira tidak ada perempuan cantik selain istrimu."

"Jangan merajuk begitu, semua perempuan di keluargaku cantik." Damian melangkah mendekat. Mengulurkan tangan untuk membawa Ane keluar dari ruangan. Namun, Ane seharusnya tahu, tangan yang menggandeng telapaknya kini pasti cepat atau lambat akan berpindah. Terjadi kala Loynith muncul dan akhirnya Ane menjadi nyamuk putus asa di antara pasangan itu.

Pesta kali ini cukup lain dibandingkan kemarin. Jika Putri Loynith menggelar resepsi pernikahannya di aula istana tempo hari, kali ini pesta bulan madu digelar di halaman belakang istana. Cahaya bulan temaram menyalakan gaun Loynith yang menyapu lantai begitu ketiganya menyambut tamu-tamu yang telah menikmati alunan nada dari para musisi di ujung tangga.

To Make a Goddess (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang