Do you have a dream?
Have you dreamt something and it will be true?
That is what I hope ...
Merylin menatap lembah di bawah rumah kecil tempat tinggalnya. Di kejauhan nampak serombongan pasukan berkuda mendekat ke arah bukit di mana dia dan beberapa tetangganya tinggal. Merylin menaruh wadah makanan ayam dan angsanya. Dia bergegas lari masuk ke dalam rumah.
"Ibu, ada rombongan pasukan datang!" teriaknya. Hatinya penuh tanya. Ada hal pentingkah yang akan terjadi? Jika pasukan datang, biasanya ada pengumuman dari istana.
"Apa? Pasukan?" Ibu yang sedang mengaduk adonan roti di dapur menjawab kaget. Diletakkanya panci di meja, mencuci tangannya dan segera menyusul Merylin yang sudah balik ke depan, keluar rumah.
Benar saja! Rombongan pasukan kerajaan makin mendekat. Merylin dan ibunya berdiri di depan rumah, menunggu. Para tetangga mereka yang hanya empat rumah agak berjauhan dari mereka juga ikut menunggu. Mereka sama seperti Merylin dan ibunya berdiri di depan rumah masing-masing. Semua penasaran berita apa yang dibawa utusan dari kerajaan itu.
Pasukan yang kira-kira terdiri dari 10 orang itu berjajar rapi. Salah seorang meniup terompet tanda mereka meminta para penduduk memperhatikan pengumuman yang akan mereka sampaikan.
"Salam bahagia dari Yang Mulia, Raja Patrick, raja Kerajaan Goldy Star. Raja Patrick memutuskan bahwa musim berburu tahun ini akan dilangsungkan di hutan Greenpines. Acara akan dilaksanakan sebulan penuh dimulai tepat tanggal 1 pada bulan depan." Dengan tegas salah satu prajurit membacakan pengumuman itu.
Merylin dan semua yang mendengar senang sekali. Tahun ini hutan di dekat tempat tinggal mereka terpilih menjadi area perburuan. Adalah kebiasaan kerajaan setiap tahun di musim semi mengadakan lomba berburu di hutan. Dan area akan bergantian di seluruh negri.
"Sementara perburuan berlangsung, pesta rakyat dan pasar malam akan digelar selama satu bulan penuh bagi seluruh penduduk kota Snowpines. Pesta rakyat dan pasar malam akan dihibur oleh berbagai atraksi dari seniman kerajaan. Sekian berita dari Yang Mulia Raja Patrick. Selamat, dalam bahagia untuk kita semuanya!" Prajurit itu mengakhiri pengumuman yang dibacanya.
Kemudian rombongan itu bergerak meninggalkan area ini menuju ke perbukitan di seberang. Mulai riuh para tetangga. Mereka senang dan gembira menyambut acara ini. Ini salah satu acara terbesar yang dilakukan istana.
"Aku akan datang ke acara itu. Pangeran pasti akan datang. Siapa yang tahu aku dapat kesempatan bertemu dengannya," kata Merylin. Dia masih menatap rombongan pasukan yang terus menjauh.
"Pangeran Clarence. Tampan, dengan mata coklat gelap, rambut kecoklatan. Menunggang kuda putih yang gagah, dengan baju kebesaran kerajaan yang indah dan mewah. Lalu mahkota di atas kepalanya. Ooh ... ini luar biasa." Merylin begitu senang. Senyum lebar muncul di bibirnya yang mungil.
"Hentikan, Merylin!" sahut ibunya. "Seumur hidup kamu belum pernah melihat pangeran. Kamu bicara seperti sudah pernah bertemu dengannya."
"Aku tahu, Bu. Tapi bukankah ini kesempatan? Dia pasti datang ke kota kita. Tidak bolehkah aku berharap?" kata Merylin. "Aku memimpikan dia, Bu."
"Sudahlah, cukup, Merl. Ibu tidak suka kamu berkhayal yang macam-macam. Kita ini cuma orang miskin yang tinggal di ujung negri ini. Negri yang sangat luas. Siapa yang akan melihat kita? Pangeran itu tak pernah tahu kalau kamu hidup." Dengan tegas Ibu berkata.
"Lanjutkan saja pekerjaan kamu. Ibu juga belum selesai membuat roti," kata Ibu lagi. Dia masuk ke dalam rumah balik ke dapur.
Ibu sayang Merylin. Tapi dia mau Merylin membuka matanya dan melihat kenyataan. Bagaimana bisa Merylin berharap bertemu pangeran dan berkenalan dengannya. Merylin ingin membuktikan kalau pangeran yang dia impikan dan yang sebenarnya adalah sama. Tapi bagi Ibu, mimpi adalah mimpi. Dia melihat putrinya itu seperti belum bangun saja dari tidurnya.
Merylin tertunduk. Senyum di wajahnya menghilang. Ganti luapan sedih mulai merajai hatinya. Ibu benar. Pangeran Clarence tak pernah tahu dia hidup. Tidak akan pernah melihat dirinya. Seorang gadis yang tinggal di pinggir hutan. Yang dia tahu hanya mengurus ayam dan angsa. Apa yang Merylin pikirkan?
Kembali Merylin melangkah, mengambil wadah makanan binatang peliharaan keluarganya itu. Wadah itu kosong sekarang. Ayam dan angsa yang beberapa itu telah habis memakan makanannya. Merylin membawa wadah itu ke sumur di samping rumah. Dia menimba air dan mencuci wadah itu.
Setelah itu Merylin duduk di atas batu besar tak jauh dari sumur. Menatap jauh ke lembah, di seberang lembah itu terletak kota kecil Snowpines.
"Tuhan, salahkan bila aku berharap? Jika aku berdoa? Untuk seseorang yang aku impikan? Salahkah aku?" batin Merylin.
Pangeran Clarence sangat disayangi rakyatnya. Dia putra tunggal kerajaan Goldy Star. Ia dikenal ramah dan rendah hati. Cerdas dan pintar bergaul. Ahli dan tangkas berkuda serta bermain panah dan pedang.
Sebelum Pangeran Clarence lahir, empat tahun raja dan ratu menanti seorang anak. Karena tidak juga mempunyai anak, mereka mengangkat anak bernama Henry. Dia anak salah satu bangsawan kerajaan. Orang tuanya sahabat baik raja dan ratu. Sayang, Henry baru berusia beberapa bulan, kedua orang tuanya mengalami kecelakaan kereta kuda, yang merenggut nyawa mereka.
Karena Henry tinggal sebatang kara, raja dan ratu mengambilnya dan mengangkat dia menjadi anak mereka. Tujuh tahun kemudian, Clarence lahir. Karakter Henry sangat berbeda dengan Clarence. Henry anak yang agak tertutup dan jarang mau bicara. Tidak seramah Clarence. Sehingga Clarence lebih disukai oleh rakyat.
"Merl! Bantu Ibu!" panggil ibunya.
"Iya, Bu!" Merylin bangun dan cepat-cepat ke dapur.
"Lama sekali kamu di luar. Sampai Ibu selesai memasak," kata ibunya. "Ini makanan buat ayahmu. Antarkan ke ladang. Tapi sebaiknya kamu makan lebih dulu."
"Iya, Bu." Merylin cepat mengambil makan siangnya. Di makan dengan cepat karena tak mau ayah akan menunggu terlalu lama di ladang.
Merylin bergegas pergi sambil menenteng keranjang isi makanan. Dia selalu senang pergi ke ladang. Melihat tanaman gandum yang tumbuh. Lalu dia bisa mencari kumbang atau capung. Kadang ada bunga liar cantik dia bawa pulang dia taruh di gelas besar untuk menghias ruang tamu rumahnya yang mungil.
"Ayah!!" Merylin melambai dengan senyum lebar begitu dia melihat sang ayah. Dia makin mempercepat langkahnya.
Ayahnya mengangkat kepala dan membalas lambaian putrinya. Albert Alexander Everence, tersenyum dan menepi. Dia duduk di bawah salah satu pohon rindang. Merylin menghampirinya.
"Makan siang, Ayah." Merylin meletakkan keranjang makanannya. Dia keluarkan bekal yang ada dalam keranjang.
"Wah, ini lezat. Ibu tahu ya, hari panas begini. Bisa habis cepat ini." Ayah tersenyum dan mulai makan bekal yang disuguhkan Merylin.
"Makanan yang ibu masak selalu enak. Apa saja yang ibu masak pasti ayah makan sampai habis." Merylin merapikan rambutnya. Angin bertiup cukup kencang. Beberapa helai rambut menutupi mukanya.
"Hmm ... yaa ... hm ..." Ayah menjawab sambil mengunyah. Membuat Merylin tertawa.
"Ayah, ada acara perburuan bulan depan. Tadi ada berita dari istana," kata Merylin.
"Ya. Ayah juga tahu. Tadi mereka lewat juga dari seberang, Ayah lihat," jawab ayahnya. Lalu disendoknya lagi makanan dan dimasukkan dalam mulutnya.
"Aku akan pergi ya, Yah ... Boleh, kan?" tanya Merylin sedikit ragu.
"Acaranya panjang selama satu bulan. Boleh saja, asal tidak sering saja. Perjalanan ke kota lumayan jauh. Ayah harus mengurus ladang," ujar ayahnya.
"Iya. Satu kali atau dua kali. Tidak apa kan, Yah?" bujuk Merylin.
"Baiklah, nanti Ayah atur bagaimana biar bisa ke kota." Ayahnya mengangguk.
"Makasih, Yah. Ayah memang paling baik." Merylin tersenyum lebar.
Angin berhembus menepis hawa panas yang menyengat kulit dan memberi sedikit rasa segar. Bayangan Maureen sudah jauh, bagaimana nanti saat dia ke kota menghadiri acara besar negri ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Prince
FantasyBerharap bertemu Pangeran Clarence idaman hati, Merilyn justru kecewa dan terluka. Dia merasa begitu hina hingga berjuang menyingkirkan pangeran tampan yang beberapa kali hadir dalam mimpinya itu. Siapa mengira, satu siang yang terik, Merilyn menemu...