01 : Yoga Pradikta

21.7K 69 2
                                    

Yoga Pradikta, seorang pria berusia 30 tahun yang sama sekali tak tertarik dengan pernikahan. Meskipun ibunya berulang kali mengomel di depan wajahnya, hal itu tak sedikitpun mengubah pendiriannya. Yoga telah kebal dengan semua ucapan panas sang ibu, pun sudah biasa dengan perintah ibunya untuk datang di kencan buta dengan wanita acak yang sama sekali belum pernah ditemui ibunya.

Bukan tanpa alasan Yoga bersikap seperti itu, ia masih ingin mengejar karir yang telah belasan tahun ia geluti. Mungkin bagi sebagian orang menjadi produser musik bukanlah hal yang menakjubkan, tetapi Yoga terlalu mencintai pekerjaannya sampai-sampai ia lebih sering tidur di studio miliknya dibandingkan dengan rumahnya sendiri.

Begitupun dengan hari ini, terhitung sudah genap 3 hari Yoga tak pulang ke rumah. Ratusan dering telepon terus masuk ke ponselnya. Pasti itu dari sang ibu.

"HALO, YOGA! KAMU ITU KEMANA AJA 3 HARI GAK PULANG-PULANG?!"

Suara nyaring sang ibu dari balik telepon membuat Yoga reflek menjauhkan ponselnya. Ia jadi bertanya-tanya, sebenarnya apa Ibunya selalu seberisik ini ketika menelpon dirinya?

Meski sudah biasa dengan nada tinggi sang ibu, tetap saja beberapa kali Yoga terkejut. Siapa yang tidak terkejut pagi-pagi buta bukannya disambut oleh suara lembut seorang wanita malah dihadiahi omelan beruntun dari sang ibu.

"Yoga ada di studio, bu. Kerja. Bulan depan Wira harus rilis single" jawabnya dengan halus.

"WIRA AJA YANG KAMU PIKIRIN, DIA MAH ENAK UDAH PUNYA PACAR, KAMU NIH KERJAAAAA MULU KAPAN DAPET JODOHNYA?!"

Kan.

Lagi-lagi ibunya mengomel, padahal Bayu tidak ada sangkut pautnya dengan ini semua, ia pun hanya mengurusi soal lagu yang akan dirilis oleh Wira, tetapi ibunya selalu bersikap bahwa Yoga lah yang setiap hari menyuapi, memandikan, dan mengurusi Wira layaknya bayi berumur 5 tahun.

"Kenapa Wira jadi dibawa-bawa sih, bu? Yoga kan cuma ngurusin lagu, bukan jadi baby sitter-nya Wira" jawab Yoga setengah malas.

"SAMA AJA! KAMU TERUS-TERUSAN DI STUDIO JUGA KARENA NGURUSIN LAGUNYA WIRA, KAN?!"

Yoga hanya bisa menghela nafas, ibunya itu memang kelebihan energi. Ia sendiri heran bagaimana bisa ayahnya yang cenderung pendiam berakhir menikah dengan ibunya yang berisik bak kaleng bekas yang diseret di atas aspal.

"Iya iya, siang nanti Yoga pulang. Sebentar lagi selesai, tinggal finishing aja" jawab Yoga menuruti permintaan sang ibu.

"Awas aja kalau gak pulang, ibu obrak-abrik studio kamu"

Yoga terkekeh geli, ia tau ibunya hanya bercanda. Segalak apapun sang ibu, beliaulah yang mengetahui perjuangannya untuk berada di titik sekarang.

Mulai dari konflik dengan sang ayah hingga hampir mengorbankan pendidikan untuk mengejar karir di industri musik. Untungnya saat itu ibunya berhasil untuk membujuk ayahnya untuk merestui keinginannya.

Jika bukan karena restu sang ibu, mungkin saat ini ia sudah diusir dari rumah oleh ayahnya karena memilih menekuni karir yang kata sebagian orang 'gak ada masa depannya'.

"Iya Yoga pasti pulang, bu. Masakin sop ayam yang enak, Yoga mau makan sop ayam buatan ibu"

"Cepet pulang, ibu masakin sop ayam buat kamu"

"I love you, dah ibu" Yoga mengucapkan kalimat selamat tinggal sebelum memutus sambungan telepon.

Ucapan ibunya tadi membuat Yoga merenung, sang ibu kerap kali mendesaknya untuk segera menikah, padahal temannya sendiri banyak yang belum menikah.

Umurnya memang sudah 30, apa menurut ibunya ia sudah cukup matang untuk berumah tangga?

Tapi sudah lama sekali Yoga tak bersinggungan dengan seorang wanita, beberapa tahun terakhir ia hanya bertemu dengan orang-orang yang berada di dalam lingkup yang sama dengannya. Pastilah berjenis kelamin laki-lakinya seluruhnya.

Yoga sendiri tak ingin gegabah, menurutnya pernikahan adalah momen sakral yang hanya dialami sekali seumur hidup.

Di dalam hati kecilnya, sebenarnya Yoga juga takut.

Takut jika sudah menemukan wanita yang ia cintai tetapi harus berakhir dengan perceraian.

Beberapa kenalannya menikah dengan dasar saling mencintai lalu berpisah tak lama kemudian dengan alasan saling menyakiti jika terus saja berjalan bersama.

Lantas, apakah benar yang mereka rasakan itu cinta? Jika ujungnya saling menyakiti itu namanya bukan cinta, kan?

"Ah terserah lah, mending pulang sekarang aja" Yoga mengacak-acak rambutnya berusaha untuk menjernihkan pikiran yang kian keruh. Mungkin semangkuk sop ayam buatan sang ibu bisa mengurai benang kusut di kepalanya.

Yoga bergegas keluar dari studionya, ia tidak sabar untuk menyantap makanan hangat yang ia minta kepada ibunya tadi.

Blind Date 🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang