III. Base Notes

18 6 0
                                    


.・。.・゜✭・.・✫・゜・。.


"Kayaknya udah cukup ya, nanti kirim ke aku ya Yo, biar aku kirim ke Bu Inne. Great job, semuanya." ucap Mas Ibra sambil menepuk nepuk bahu Gio, video editor andalan tim produksi. Sara dan Mbak Ais yang ikut memonitor hasil kerja Gio sejak tadi, ikut bernapas lega mendengarnya.

"Sara hari ini bawa motor?" tanya Mas Ibra. Mbak Ais dan Gio refleks saling lirik satu sama lain, ikut penasaran dengan jawaban Sara hari ini.

Ini pukul tujuh malam. Memang belum terlalu malam, tapi sebagian besar angkutan umum sudah tak beroperasi. Jadi opsi satu satunya pulang tanpa diantar Mas Ibra hanya dengan menggunakan ojek atau taksi online. Jika Sara menggunakan itu sebagai alasan untuk menolak Mas Ibra, ia akan terlihat seperti benar benar menghindar dari Mas Ibra—walau sebenarnya memang iya.

Entah apakah semesta sengaja ingin menyelamatkannya, saat itu pula ponselnya berdering, dan nama Emir-lah yang muncul di layar.

"Halo...?" sapa Sara bingung, ini kali pertama Emir menelepon. Sara berasumsi, ada sesuatu yang  genting.

"Sar... Aku di depan kantor kamu." ucap suara di seberang sana parau.

"Hah?" Sara menjauhkan ponselnya dan mengernyitkan dahi, selama beberapa detik masih terdiam karena bingung dengan ucapan Emir barusan. Ditambah lagi, ia tak mendengar suara Emir lagi setelahnya.

Kebetulan, meeting room utama mereka memang terletak di bagian depan gedung. Jadi ketika Sara melihat ke arah luar melalui jendela, ia bisa langsung melihat sedan abu Emir terparkir di jalan yang ada di depan kantor. Terdampar mungkin kata yang lebih tepat, karena laki laki itu nggak memarkirkan mobilnya dengan benar.

Oh, atau jangan jangan... Perempuan itu mendesah pelan, baru menyadari kalau sepertinya Emir datang kemari dalam kondisi setengah mabuk. Selama beberapa hari terakhir banyak mengobrol dan saling bertukar kabar, Sara jadi tahu kalau laki laki itu menghabiskan banyak waktu dan uangnya pada minuman keras. Kalau nggak salah, sore tadi Emir mengabarinya kalau ia ada agenda makan makan dengan manager yang lain, kemungkinan besar itu penyebab laki laki itu datang dalam kondisi nggak sadar.

"Maaf Mas, ternyata aku udah dijemput. Pulang duluan yaa Mas Ibra, Mbak Ais, Gio. Hati hati semua!" ucap Sara sambil melambaikan tangan.

Sara langsung turun dan menghampiri sedan abu milik Emir. Benar saja, begitu ia membuka pintu, ia mendapati laki laki itu terduduk lemas di kursi kemudi. Sara juga bisa mencium aroma alkohol dari tubuh laki laki tersebut. Ia memutar otak, memikirkan bagaimana caranya ia bisa membereskan kekacauan ini tanpa harus meminta tolong orang lain. Berhubung ia nggak ada rencana untuk membangun hubungan jangka panjang dengan Emir, sebaiknya orang orang kantor nggak perlu tahu banyak soal laki laki itu.

Perempuan itu beralih ke sisi kemudi, membuka pintunya dan dengan susah payah memapah laki laki itu untuk duduk di sisi penumpang. Setelah memastikan Emir duduk dengan benar dan memasangkan seatbelt pada laki laki tersebut, Sara mengambil alih kursi kemudi. Mesin mobil sudah ia nyalakan, tetapi Sara kini justru bingung, lantas kemana ia harus membawa Emir pergi?

Dalam kondisi setengah sadarnya, Emir tiba tiba terkekeh pelan, "Dulu... Aku pernah habis minum gini juga, tapi ngotot pulang sendiri naik motor. Terus nabrak orang deh... Bapak Bapak sama Ibu Ibu gitu, subuh subuh, merekanya mau ke pasar... Terus panik kan aku, aku bawa mereka ke RS, tapi malah dokternya yang kaget, ternyata tanganku patah sampe berdarah darah, akunya nggak sadar... Baru kerasa sakitnya waktu sadar ternyata aku luka parah..."

Selamat Datang, KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang