01. AYEESHA ABDUL AZIS

17 2 0
                                    

Aku menerima panggilan dari seseorang yang tidak begitu dekat denganku. Tiana.

"Assalamualaikum kak, ini Aku Tiana, Tatiana Azzahra, gimana kabarnya?" Buka Tiana diseberang jaringan.

"Wa'alaikumussalam, oh Tiana. Baik Alhamdulillah, ada apa ya?"

"Aku mau curhat kak, boleh?" Aku mendelik setelah mendengar Tiana ingin curhat padaku. Bukankah dia lebih dekat dengan Dyah, sahabatku?

"Aku malu kalau curhat dengan kak Dyah," lanjut Tiana seolah menjawab pertanyaan dalam benakku.

Aku mengiyakan permintaan Tiana. Kalau dipikir-pikir tidak ada ruginya jika harus jadi buku diary seseorang, terlebih aku pun sangat pelupa kalau masalah memori jangka pendek satu ini.

"Beberapa hari lalu aku dilamar kak Azzam Pahlevi," mustahil untuk tidak kaget dengan ucapan nama yang keluar dari mulut Tiana secara tiba-tiba.

"Siapa?" Tanyaku denial berharap gadis ini salah mengucap nama.

"Kak Azzam Pahlevi Malik...," ulangnya dengan suara yang sedikit dibesarkan dan sukses membuat kerongkonganku seperti dicekik, sesak.

"Alumni kak Icha dan Kak Dyah," baru beberapa detik lalu aku berharap orang yang dimaksud Tiana adalah orang yang berbeda.

Azzam Pahlevi Malik....

Senior yang konon katanya menaruh hati padaku. Tidak, aku tidak punya kuasa untuk melabelkan bahwa lelaki itu sedang menaruh hati padaku atau sejenisnya. Satu yang aku ketahui jika dia acap kali memberi kabar di khalayak bahwa ia akan segera mempersuntingku.

Aku menatap lekat handphone yang sedang menghubungkan jaringan dengan Tiana. Calon istri kak Azzam Pahlevi. Apa yang harus kujawab?

"Oh wow! pasti bahagia banget. Selamat ya!" jelas sekali aku menipu diri sendiri, lagipula mustahil jika aku harus memberi selamat pada mereka saat ini. Mendapatiku tidak merespon, Tiana memanggilku berulang kali.

"Kak? Halo?" panggilnya.

"Halo, maaf ya tadi lagi ada gangguan," balasku dengan lirih. Aku tidak berbohong, percakapan ini benar-benar mengganggu sistem saraf bagian otak dan hati.

"Kak Icha dekat dengan kak Azzam kan? Aku mau tahu orangnya kayak gimana," Tiana terkekeh sedang aku disini masih dalam keadaan linglung mencerna situasi.

Pemuda itu seperti apa orangnya? Apakah kamu ingin mendengar dari seniormu atau dari gadis yang juga memiliki perasaan yang sama denganmu? Gumamku.

"Aku tidak begitu dekat dengannya, kami hanya sebatas teman organisasi dan alumni sekolah yang sama," Ingin sekali aku menyudahi saluran ini dan bersiap untuk menumpahkan seluruh tangisanku dibawah selimut.

"Tapi satu yang pasti, dia orang baik, terlampau baik menurutku," aku mendengar tawa bahagia dari Tiana. Tawa yang juga aku lakukan ketika tahu kak Azzam akan mempersuntingku beberapa waktu yang lalu.

Pemuda itu sukses membuat pertahanan hatiku roboh, seorang senior satu organisasi denganku yang kebetulan juga satu alumni di sekolah yang sama. Dia selama kuliah tidak pernah absen untuk menanyai kabar atau mencari keberadaanku ketika "hilang" di salah satu rapat organisasi.

Satu tahun pertama aku mengira perlakuannya hanya sebatas senior dan junior saja, pada tahun kedua kak Azzam mulai memberikan sinyal bahwa dia menaruh hati padaku, tidak secara langsung tapi lewat tindakannya. Walaupun masih dalam batas yang sangat wajar.

Aku membiarkan Tiana sibuk dengan curhatannya mulai dari bagaimana Kak Azzam beberapa minggu terakhir sering menemuinya sampai ketika kak Azzam memberanikan diri untuk meminta restu didepan orang tua Tiana.

Aku sudah tidak sanggup lagi mendengar cerita cinta yang seharusnya terbilang romantis karena kata Tiana, kak Azzam tidak ingin melambatkan ikatan halal diantara mereka.

Aku mematikan mikrofon agar tangisku tidak menjadi beban untuk Tiana. Ya, aku menangis karena aku dan Tiana memiliki kisah yang sama, kak Azzam Pahlevi Malik melamar kami di depan orangtua.

"Tiana...," dengan sengaja aku memotong pembicaraan Tiana yang sedang menjelaskan padaku konsep seperti apa pernikahan mereka nanti. Gadis ini tidak perlu terlalu detail denganku, aku tidak peduli dan tidak ingin tahu apapun. Selain aku masih belum bisa menerima, aku dan Tiana juga tidak memiliki hubungan kedekatan seperti dia dan Dyah.

"Aku ingin istirahat, hari ini aku sedang tidak enak badan dan pikiran," pintaku dengan suara yang sedikit serak. Untuk saat ini aku hanya ingin mendekam di dalam selimut, itu saja.

"Maaf ya, padahal kamu lagi asyik cerita," aku memastikan Tiana tidak menaruh curiga padaku karena permintaan yang tiba-tiba. Dari seberang jaringan aku mendengar Tiana terkekeh dan mengerti dengan keadaanku, walaupun tanpa diketahuinya aku sudah meremas ujung selimut dan menangis dari tadi.

"Dan Dyah lebih tahu tentang Azzam," tutupku sebelum Tiana mematikan sambungan yang berjalan hampir empat puluh menit itu.

Sedetik itu juga aku menghamburkan seluruh tangisku. Tangisan pertama kali dalam hidup sebagai gadis dewasa yang baru mencicipi apa itu patah hati. Sesak tapi masih bisa bernapas.

Ayeesha Abdul Azis, selamat datang di dunia orang dewasa!


***

Dear Mr. ArchitectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang