9. Korelasi

2 1 0
                                    

Tok! Tok! Tok!

"Abyan, bisa antar ibu ke arisan hari ini?" tanya Purwanti di balik pintu kamar Abyan.

Abyan membuka pintu kamarnya, dia menguap. Saat Purwanti mengetuk pintu, dia baru saja merebahkan tubuhnya di kasur, hendak tidur siang. Namun, baginya itu tidak lebih penting daripada panggilan dari sang ibu.

"Nayya ke mana?" tanya Abyan karena biasanya yang mengantar Purwanti adalah Nayya.

Purwanti memutar bola matanya. "Seperti yang selalu dia lakukan. Ibu yakin kamu bisa menebaknya!"

Abyan tidak ingin menjadi anak yang durhaka, jadi dia memenuhi permintaan wanita paling berjasa dalam hidupnya itu. Saat tiba di lokasi, Abyan membukakan pintu mobil untuk ibunya. Seorang wanita yang nampak seumuran dengan Purwanti keluar menyambut kedatangan mereka.

"Abyan, ini Tante Diah, dia yang punya rumah ini dan akan menjamu anggota arisan di sini," kata Purwanti memperkenalkan, dia menatap putranya dengan bangga, "Dia putra pertamaku."

Abyan menjabat tangan Tante Diah sambil tersenyum samar. Tante Diah juga balas tersenyum.

"Dia mirip sekali dengan almarhum ayahnya. Tidak seperti Nayya yang sangat mirip denganmu," komentar Tante Diah.

"Sifatnya pun mirip sekali dengan ayahnya," ujar Purwanti tampak mengenang.

Tante Diah mengangguk-angguk sambil tertawa kecil.
"Tumben sekali tidak dengan Nayya?"

"Dia ada kesibukan," jawab Purwanti agak malas.

Tante Diah mengajak Purwanti dan Abyan masuk sementara anggota yang lain belum datang. Mereka duduk di sofa ruang tamu.

Abyan sebenarnya ingin segera kembali, tapi entah mengapa dia malah tidak bisa mengatakannya keinginannya itu. Dia mendengarkan kedua wanita di depannya berbincang-bincang secara samar, sementara pikirannya berkelana memikirkan banyak hal.

"Omong-omong, bukannya kamu bilang putramu akan segera menikah?" singgung Purwanti tiba-tiba.

Tante Diah memasang ekspresi kecewanya. "Harusnya dilangsungkannya minggu kemarin. Ada masalah yang harus diselesaikan oleh Adhi terlebih dahulu sebelum pernikahan mereka dilangsungkan."

"Aku mendengar namaku disebut," sela seorang pria tampak riang. Abyan mengerutkan kening saat melihatnya, merasa tak asing.

"Yah, memang," kata Tante Diah. "Kami baru saja menyinggung soal pernikahanmu dengan Sabrina yang seharusnya berlangsung minggu kemarin."

Seperti ada musik yang mengejutkan layaknya sinetron, mata Abyan sedikit terbelalak. Akhirnya dia bisa mengingat siapa pria di depannya kini. Saat di restoran dia tidak bisa melihatnya dengan jelas dan leluasa. Tak diduga, ternyata Adhi adalah anak dari sahabat ibunya sendiri!

Adhi hanya tersenyum canggung dan menggaruk tengkuknya.

"Adhi sepertinya lebih muda dari Abyan, tapi Abyan bahkan belum memiliki pacar," singgung Purwanti sambil mengerling ke arah putranya yang duduk di sampingnya.

Mata Abyan dan Adhi kini saling bertemu. Seulas senyum Adhi berikan, yang juga dibalas Abyan.

"Menurut saya, umur bukan alasan untuk menikah. Mungkin beliau belum menemukan pasangan yang tepat," kata Adhi berusaha menyelamatkan Abyan. Meskipun ini pertemuan pertama mereka secara jelas, tapi Adhi bersikap begitu ramah.

Abyan berdecih dalam hati. Perasaan tidak nyaman tiba-tiba mendera hatinya. Itu adalah campuran rasa bersalah dan keraguan. Bahkan dia sekarang bisa mengerti mengapa Sabrina begitu ragu untuk menerimanya. Bagaimana bisa dia merebut Sabrina dari pria sebaik Adhi? Itu terdengar mustahil sekarang. Meskipun dia tidak mengetahui banyak hal tentang Adhi, tapi dapat disimpulkan bahwa dia pria yang sangat baik.

After Meet YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang