2

170 10 14
                                    

Masa MPLS kini sudah lewat, Bian sudah resmi menjadi anak SMA. Dirinya berada di kelas X MIPA 1, kelas yang dianggap unggulan dari kelas MIPA lainnya. Jelas saja Bian masuk ke dalam kelas itu, secara dia adalah siswa penerima beasiswa, yang pastinya sudah terbuktikan kecerdasannya.

Sistem penerimaan siswa baru di sekolah SMA Nusa Bangsa bisa dibilang cukup ketat. Karena SMA ini termasuk ke dalam jajaran sekolah-sekolah bergengsi penuh prestasi. Jadi untuk masuk ke dalam sekolah ini, Bian benar-benar belajar dengan keras untuk mendapat beasiswanya.

Sejujurnya, Bian sedikit minder dengan teman-teman kelasnya sekarang. Terlalu ambisius dan mendominasi. Tapi hey, Bian sendiri menempati posisi pertama di tes penempatan kelas, kenapa harus minder?

Untungnya di kelas yang sekarang Bian sudah punya teman. Namanya Hendaru Broto Aji, panggil saja Heru. Hobinya adalah menggosip, laki-laki lambe turah memang. Jangan heran, kalau Bian sedikitnya tidak suka dan agak abai dengan temannya itu. Ya karena, Heru itu banyak tanya dan Bian orang yang tidak suka ditanyai hal-hal yang tidak penting, seperti sekarang ini contohnya.

"Hewan, hewan apa yang suka bertelur?" tanya Heru jenaka. Bian tidak menjawab bahkan melirikpun tidak.

Tenang saja, Heru sudah kebal kok. Walaupun baru dua hari berteman. Entah kedepannya bagaimana, Heru mungkin akan terus berusaha meluluhkan hati Bian yang sekeras batu. Bukan dalam artian luluh cinta ya, hanya saja agar Bian sedikit terbuka dan mau bercanda dengannya.

"Heh! Itu si Heru lagi ngomong sama lo, Bian. Bisu, lo?"

Bian masih tidak menjawab.

Karna geram, teman kelas yang duduk tepat di belakang akhirnya menendang kursi Bian, sampai anak itu terpentok meja.

Bian meringis sakit, hanya itu. Namun justru Heru yang malah sedikit emosi karenanya.

"Lo kalau ngajak ribut ke gue, jangan ke Bian," katanya menarik kerah leher anak laki-laki di belakang Bian.

"Gue tuh lagi ngebelain lo, kenapa jadi ngajak ribut?"

Heru tersenyum miring, "yakin? Bukannya lo nggak suka gue yang katanya tukang fitnah itu? Kok sekarang belain?"

"Heru lepasin Deren! Cukup ya, kalian bikin ribut kelas dua hari ini karena masalah sepele. Inget, di sini kita buat belajar bukan buat jadi preman." ketua kelas, Eleo Pamungkas akhirnya angkat bicara karena sudah tidak tahan dengan atmosfer kelas yang dua hari ini sedikit melenceng dari seharusnya.

"E-"

"Heru diem!" Bian menatap Heru yang sempat ingin beradu mulut dengan Leo, "cukup, nggak usah dilanjut bisa kan? Kalau udah ditegur itu diem jangan malah ngelawan."

"Iyaaa, maaf udah bikin kelas jadi ribut," katanya meminta maaf.

"Minta maaf sama siapa lo? Bian doang? Kita, anak kelas enggak gitu?"

Heru mendengus sebal, tatapannya beralih ke teman-teman kelas lainnya yang menonton perdebatan mereka, "maaf."

"Lain kali nggak usah ribut di kelas, sana di ring tinju sekalian," ujar salah satu teman perempuannya.

Inilah yang Bian tidak suka dari Heru. Terlalu mudah tersulut emosi.

"UKS?" tanya Heru. Bian menggeleng sebagai balasannya.

Tapi bukan Heru namanya kalau menyerah begitu saja. Dengan lancang Heru menarik paksa lengan Bian, menyeretnya keluar kelas menuju uks.

"Heru lepasin tangan gue, sakit."

"Diem atau gue gendong?"

"Apaan sih? Gila lo ya?" Bian benar-benar tidak paham dengan jalan pikiran Heru. Bisa-bisanya mau menggendong Bian yang tubuhnya saja sedikit lebih tinggi dari dirinya sendiri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 11 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Twins? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang