-Prolog-

7 0 0
                                    




Bagai puteri kerajaan yang serba ada dan manja. Mungkin itulah yang ada di pikiran orang-orang tentang anak tunggal, itu bukan anak tunggal. Kali ini kita akan menelusuri sudut pandang anak tunggal yang jauh berbanding terbalik dengan apa yang orang pikirkan.

Dia, si gadis desa dengan segala kemandiriannya.

Sunset yang cukup indah dan memanjakan mata, sayang jika tak didokumentasikan. Lampu-lampu rumah warga menyala secara bergiliran, burung-burung bertebrangan dengan arah yang berbeda satu sama lain.

"Huuuuuh...."

Berkali-kali ku pandang langit tak pernah rasanya bosan karena langit tak selamanya akan menampilkan warna, cuaca, benda bahkan sinar yang sama. Sama halnya dengan kehidupan, hari kerap berganti bahkan kita akan menemukan hari yang sama tapi tidak dengan momennya. Jangan salah artikan jika aku selalu mengambil gambar dan mempostingnya ke media sosial, hal-hal itu ku lakukan karena menurutku setiap detik ataupun menit adalah berlian yang jika kita tidak mengambilnya sekarang belum tentu besok masih ada.

Setiap momen yang membanggakan selalu ku kirim ke instagram lalu menyusunnya di sorotan, bagiku itu adalah self reward atas kerja kerasku yang jarang diapresiasi. Tanpa ku sadari hal itu membangun sosial brandingku.

Aku pernah dengar dari seseorang jangan dengarkan apapun kata orang jika itu yang kamu sukai dan mau setinggi langit atau apapun kamu nanti jangan lupa untuk tetap merendah seperti tanah. Aku selalu terbayang-bayang akan hal itu sampai aku lupa bagaimana caranya untuk meninggi saat melawan orang yang aslinya rendah tapi malah meninggikan diri.

Menangis sudah menjadi hal lumrah bagiku tapi sayangnya aku tak jago memperlihatkannya di depan umum seperti apa yang ku lakukan saat aku senang, mungkin itulah mengapa orang-orang mengira aku begitu sempurna.

Terimakasih ku ucapkan berkali-kali setelah beribadah padanya, shalawat tanda cintaku pada kekasihnya tak lupa ku panjatkan kala aku gugup, ucapan pujian ku ucap saat tak sengaja ku menemukan hal yang indah atau bahkan menakjubkan, kita memang punya scenario yang bagus tapi tuhan jauh memiliki rencana yang sempurna dari bayangan kita.

Langit mulai menggelap lantas aku berdiri berjalan masuk ke dalam kamar membiarkan balkon yang terbuka lebar.

Aku segera menyiapkan alat-alat sholat dan pergi mengambil air wudhu, rasanya dingin menyegarkan. Angin masuk dari balkon yang terbuka lebar menunjukkan pemandangan langit malam yang di penuhi bintang-bintang.

Saat-saat sujud adalah saat yang sangat ku nanti karena diakhir sujud merupakan saat yang paling pas untuk membongkar seluruh keluh kesahku dan mengadu padanya.

Selesai sholat aku segera turun membantu mama memasak makan malam, katanya perutnya sedikit sakit jadi munkin aku akan memonopoli dapur malam ini.

Terlihat mama sudah mulai memasak dengan sebelah tangannya memegang perut, sepertinya maghnya kambuh lagi. Aku segera mendekatinya.

"Ma, istirahat aja biar Shana yang lanjut."

Mama menoleh. "Boleh, kamu tinggal goreng ikan pindang itu aja kok. Kalau udah jadi panggil papa di depan, mama tunggu di meja makan."

"Siap!" ucapku penuh semangat sambil mengulurkan jempol.

Setelah mama beranjak dari tempatnya segera ku raih minyak goreng lalu ku tuangkan pada wajan untuk ku hangatkan beberapa menit. Sehabis kompor kunyalakan aku membuka tutup ikan pindang yang sudah dibakar dan dipotong-potong oleh mama, beberapa saat setelah itu minyak sudah mulai panas.

Sendok penggoreng yang digantung dekat kompor ku kenakan untuk menggoreng ikan pindang yang sudah ku taruh satu persatu secara perlahan di atas wajan yang panas. Setelah warnanya agak coklat keemasan segeraa kutiriskan lalu menatanya di piring.

Ku ambil tiga piring kosong dan meletakkannya di meja makan aku kembali ke dapur mengambil sayur tumis kangkung yang kusisihkan ke dalam mangkok dan ikan pindang yang sudah ku goreng membawanya ke meja makan.

Untuk terakhir kalinya aku kembali mengambil nasi dan kocor air minum dan meletakkannya di atas meja makan. Sesuai perintah mama aku ke depan rumah memanggil papa yang tengah asyik dengan kopi dan handpone di tangnnya.

"Pa, makanan sudah siap."

Papa merespon dengan anggukan sangking fokusnya dengan aplikasi facebooknya. Aku kembali masuk dan duduk di meja makan, mama tengah mengisi piring-piring kami dengan nasi.

Beberapa saat setelah nasi sudah di hidangkan papa menyusul dengan menenteng gelas bekas kopi dan handphonenya.

***

Malam yang indah pikirku saat melihat bintang-bintang dan bulan yang bersinar terang, ku tutup pintu balkon karena malam ini rasanya tak ada yang ingin ku ceritakan pada buku harian untuk aku di masa depan.

Hari ini cukup membosankan aku hanya berdiam diri di rumah karena malas keluar aktivitasku hanya itu-itu saja olahraga, latihan nari, bermain piano, menonton tv, membaca buku, paling mentok siangnya ku habiskan dengan tidur hingga jam 4 sore.

Apa yang harus ku ceritakan? Skincare-skincare yang berada di dekat tempat tidurkku acak-acakan setelah ku pakai.

Entah ada angin apa kepalaku malam ini tak berisik sama sekali malahan mataku sudah tidak kuat saat menatap bantal di kasur empuk itu.

Ku matikan lampu lalu menarik selimut, ku tutup hari ini dengan udara yang dingin.

"Terimakasih Shana, kamu sudah sangat menakjubkan selama ini."

Hal kecil yang sudah menjadi kebiasaan ini kuucapakan sebelum aku benar-benar terlelap ke dalam alam mimpi. Penutup hari yang sempurna, jangan lupa beri ucapan terimakasih ke diri sendiri karena orang lain belum tentu akan mengucapkan hal itu padamu.

Selamat malam dunia dan selamat tidur anak hebat!

10 Februari 2024

Setumpuk Asa Untuk si TunggalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang