Chapter 16

2 0 0
                                        

Ternyata hidup seberat itu. Batin Alyza lelah.

Ini sudah hari ketiga semenjak sang mama bertanya dengan penuh luka kepada anak-anaknya. Pertanyaan memilih antara ikut dengan Sylvia atau Dean. Sungguh, anak mana yang mau memilih jika disuguhkan dengan pertanyaan itu.

Alyza benar-benar frustasi sekarang. Ia terpaksa ikut Dean bersama dengan Arion. Lalu Aksya? Ikut dengan Sylvia. Benar, sepasang suami istri itu kini resmi bercerai.

Sylvia mengajukan gugatan cerai karena telah banyak berpikir panjang. Awalnya ia masih bisa tahan dan berharap Dean segera bertobat. Namun, semakin ke sini, kelakuan keji nan menjijikkan Dean semakin besar. Sylvia sudah tidak bisa menoleransi hal itu lagi.

Kesehatan mentalnya lebih penting dan juga kesehatan mental ketiga anaknya. Namun, apakah dengan bercerai membuat kesehatan mental anak-anaknya membaik? Semoga saja demikian. Sekarang berdoa dan bertahan lebih penting.

Jam telah menunjukkan pukul tujuh tepat ketika Shenna datang menjemput Alyza. Gadis bertubuh kecil itu merasa aneh dengan kelakuan Alyza yang murung. Alyza sampai saat ini memang belum menceritakan kabar perceraian kedua orang tuanya. Tetapi, Alyza sudah bercerita kalau papanya berselingkuh.

"Ke rumahnya Liana," kata Alyza dengan mata yang memerah menahan tangis.

Shenna menepuk pundak Alyza sebentar sebelum mereka berdua pergi ke rumah Liana. Selama di perjalanan Alyza menangis keras. Shenna yang merasa ikut sedih dan tidak bisa melakukan apa pun untuk membantu Alyza membaik hanya bisa berdoa. Shenna tidak akan bertanya, sebab ia tahu Alyza hanya butuh waktu untuk bercerita.

Sesampainya di rumah Liana, Alyza menghapus paksa air matanya. Begitu turun dari motor, sesaat Shenna memeluk Alyza. "Thank's, Shen."

Shenna hanya mengangguk. Kemudian ia mengikuti Liana dari belakang menuju toko milik orang tua Liana, sebab gadis tinggi itu berada di sana. Liana mengajak Alyza dan Shenna ke dalam rumahnya, duduk di ruang tamu karena di rumah hanya ada adiknya yang sedang bermain game di PC.

Usai menyuguhkan minuman serta camilan, Alyza baru buka suara lagi. Ia menceritakan langsung ke inti kabar buruknya sembari menangis. Shenna menepuk pundak Alyza demi menguatkan gadis tersebut. Sedangkan Liana mendengarkan cerita Alyza dengan seksama sebelum merangkul pundak Alyza untuk dipeluknya.

Liana paham betul rasa sakit Alyza sekarang. Sakitnya dikhianati oleh keluarga sendiri yang tidak bisa menjaga hubungan tetap di jalurnya. Sementara Shenna, meskipun ia tidak berada di posisi Alyza, ia sebagai seorang sahabat turut berempati.

"Aku capek sama keadaan. Udah nggak ada semangat lagi buat hidup," kata Alyza menyenderkan kepalanya di bahu Shenna.

Shenna menepuk paha Alyza sedikit keras. "Jangan ngomong gitu. Jangan bundir, inget itu. Entar dosa nggak masuk surga mau kamu."

Alyza justru merengek mendengar penuturan Shenna. Menggelengkan kepala sambil mengerucutkan bibirnya seperti anak kecil. Liana tertawa pelan melihat tingkah random sahabatnya yang dalam sekejap berubah.

"Nggak apa-apa kamu ngerasa capek sama keadaan, Ly. Tapi tetep harus diingat jangan sampai putus asa. Tuhan tau mana yang terbaik buatmu." Shenna merangkul pundak Alyza. Sedetik kemudian mengelus kepala Alyza sambil tersenyum lebar hingga kedua matanya menyipit.

"Kayaknya aku lebih capek ngadepi kamu, Shen," ujar Alyza menoleh ke Shenna dengan tatapan lelah.

Alyza lantas berdiri dan berkata, "Terima kasih banyak buat kalian. Tenang saja, aku Alyza tidak akan putus asa. Jika kesabaranku tidak habis."

Shenna menoleh ke Liana. Menepuk keras lengan Liana sambil kembali menatap Alyza. "Kesabaran nggak pernah habis tau. Yang ada kemampuan dalam bersabar."

Love is Around [Open Pre-Order]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang