- Di mulainya cerita ini.Suara tembakan panah dan teriakan dimana-mana, para orang-orang bertubuh biru itu bertarung satu sama lain dan saling mengibarkan bendera perang tanda kemarahan.
Terjebak, aku terjebak diantara perang saudara yang entah kapan akan berakhir ini. Lelah menggerogoti seluruh persendianku, hanya istirahat yang kupikirkan untuk saat ini.
Ctashh! Satu tembakan panah mengenai kaki kiriku. aku berteriak meraung menahan sakit, Oh Eywa! tolong jangan sekarang.
Saat aku sibuk dengan kakiku, seseorang bertubuh jakung menghampiri ku. Aku langsung bersikap waspada. Panah yang tadinya menusuk menembus kaki ku, aku tarik paksa hingga terlepas dan menjadikannya sebagai senjata dengan menodongkan pada Pria itu.
Darah mengalir dengan deras melewati sepanjang kaki ku. Aku bergetar menahan rasa sakit.
"Ikut aku! ayo cepat obati luka mu itu bodoh, jika tidak kemungkinan kau bisa infeksi."
Lega, ternyata itu adalah Aonung...
Aku menurunkan panah yang berada ditanganku, lalu membuangnya asal.
Aku terlonjak kaget saat Aonung secara tiba-tiba meng-gendongku. Aku reflek berteriak, dan memukul tandanya meminta untuk diturunkan.
"Kau! turunkan aku! aku bisa jalan sendiri."
"Luka mu dalam, kau bisa mati."
"Kau bodoh ya? mana mungkin aku mati hanya karena luka ini." Aku menggelengkan kepala, heran. Apakah sang Olo'eyktan ini kehilangan otaknya waktu berperang?
"Tunggu! kau kenapa disini? harusnya kan kau memimpin pasukanmu bodoh!"
"Kau harus nya digaris terdepan!" Aku memekik keras, setelah menyadari Aonung tak berada digaris terdepan. Bocah ini gila! dia sekarang *Oloey'ktan dan harusnya memimpin para pasukannya.
*Oloey'ktan : Pemimpin desa/clan.
"Ada Ayah, juga Ayah-mu." Aonung hanya menjawab singkat, kakinya berjalan menuju Divisi Medis.
"Kau juga melanggar peraturan."
"Seharusnya kau tetap berada di Divisi Medis kan? untuk apa kau kemari? kau itu *Tsakarem!" Aonung menatap tajam ke arah ku, yang hanya ku balas cengiran.
*Tsakarem : Calon Tsahik yang sedang dalam pelatihan.
"Jangan membahayakan dirimu, Ey'laa."
Tatapam tajam, dan bahkan wajah nya yang menjadi gelap membuatku sedikit merinding ketakutan. Jika ia sudah begini, sungguh! ia sangat menakutkan.
"Walau aku seorang Tsakarem, aku juga pejuang." Aku berkata sambil menghela napas, dengan tangan ku yang aku kalungkan ke leher Aonung. Berusaha menyamankan diri dalam gendongannya.
"Lagipula, aku tak melanggar peraturan kok! aku ini sudah menguasai hampir seluruh ilmu dalam medis dan juga mendapatkan gelar yang terpilih karena telah dapat mengeluarkan toko'eyi!"
"Dalam peraturan ilmu medis dapat masuk kedalam medan perang asal bisa bertarung dan memenuhi syarat."
"Syaratnya, orang yang dapat menguasai semua ilmu medis, dan mengeluarkan toko'eyi, ia boleh melanggar peraturan medis."
Aku menjelaskan panjang lebar, hingga aku dapat melihat wajah tak senang dari Aonung. Kenapa pula orang ini? harusnya ia senang dong, karena mendapatkan gelar yang terpilih itu sulit.
Bahkan, dalam sejarah na'vi jutaan tahun lamanya, hanya sekitar puluhan orang yang dapat gelar tersebut. Dan aku adalah yang ke-56, setelah ratusan tahun lamanya.
Yeah, setidaknya setelah guruku. Guruku mendapat gelar yang terpilih 7 tahun lalu, setelah sekitar empat ratus tahun terakhir dari na'vi dimasa lalu yang mendapat gelar tersebut.
Bisa dikatakan era ini adalah era emas. Karena bahkan gelar yang terpilih sudah dua orang yang mendapatkannya dalam era ini.
selain itu juga orang-orang hebat yang dipilih oleh ey'wa, terlahir di-era ini. Termasuk Ao'nung.
Ia juga mendapat julukan dan gelar spesial dari rakyat na'vi.
"Seharusnya sih, aku sudah menjadi Tsahik dan langsung turun tangan."
"Namun, karena peperangan ini harus ditunda untuk Penobatan-nya." Aku kembali membuka suara. Tangan ku, aku lipat didepan-ber-sedekap dada tanpa menyadari bahwa Ao'nung bahkan sudah masuk kedalam tenda medis.
"Ibu! tolong periksa Ey'laa! ia masuk ke-dalam medan perang sembarangan hingga terluka." Ao'nung mengadu pada bibi Ronal. Aku reflek memukul mulutnya, dasar cepu! besok-besok aku akan membalasnya!
"Astaga! Ey'laa! bisa-bisanya kau masuk ke-dalam medan perang tanpa meminta izin padaku!"
"Kau sekarang nakal ya!"
Aku yang baru saja diturunkan ke-ranjang oleh Aonung, langsung mendaoat jeweran kasih sayang oleh bibi Ronal. Tuhkan! Ao'nung sialan!
"Aduh bibi! aku kan sudah dapat melanggar peraturan!"
"Walau begitu kau harus mendapat ijin dariku, aku Tsahik disini. Kau masih seorang Tsakarem."
Aku hanya menundukkan kepala, bukan karena menyesal, melainkan karena aku tak ingin mendengar lagi ocehan bibi Ronal.
"Kemarikan Kakimu, bibi akan membersihkan lukanya dulu."
Aku menyodorkan kakiku kearah bibi Ronal. Luka nya bisa dibilang cukup dalam, hingga lagi lagi aku mendapat jeweran dari bibi Ronal.
Setelah itu dengan segera bibi Ronal mengobati ku, tentu saja sambil mengomel dan sesekali melirik tajam ke-arahku.
Sedangkan Ao'nung sudah diusir oleh bibi Ronal untuk segera membantu dimedan perang.
- Hidup Diantara Bintang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Avatar; Hidup diantara bintang
FanfictionEy'laa berjuang mati-matian, agar tak tertinggal oleh bintang-bintang yang kini sudah bersinar terang. Ia berjuang agar sama seperti yang lainnya, agar ia bersinar juga. Disaat yang lain telah bersinar terang benderang mengeluarkan cahayanya, hanya...