2. Brother

23.6K 192 7
                                    


Lily menundukan kepalanya saat sesampainya di meja makan. Mata elang Ares menatapnya tajam sedari ia menuruni tangga.

"Ares sudah. Jangan natap adik kamu kaya begitu, dia takut," tegur papa mereka.

"Sudalah lupakan kejadian semalam. Adik mu juga udah izin ke papa dan mama."

Ares mendengus. Ia pun makan, tidak berbicara apapun.

Lily gemetar saat merasakan kaki Ares mengelus pahanya. Matanya melirik Ares yang di hadapannya, kakaknya itu dengan santai makan sambil menatapnya menyeringai.

"Lily, selama kami pergi Pak Anto juga ikut cuti. Jadi, kamu sekolah diantar oleh kakak mu."

Perkataan papanya membuat Lily kaget. Pak Anto adalah supir yang biasa mengantarnya.

"T-tapi Kak Ares sibuk bukan?" cicit Lily tidak berani menatap ke arah Ares.

"Sok tau," sahut Ares sambil mendengus.

"Hari ini kamu diantar sama Ares ya sayang. Pak Anto antar mama sama papa mau beli perlengkapan selama di London nanti," ucap mamanya.

Lily hanya bisa menangguk. Setengah mati tidak mau menatap Ares.

Saat kedua orang tuanya beranjak pergi meninggalkan dengan Ares, Lily menunduk sambil memakan makanannya pelan.

Tiba-tiba Ares beranjak dari duduknya, memutari meja sampai berdiri tepat di belakang Lily lalu berbisik di telinga Lily.

"Lepas celana dalem kamu sebelum masuk ke mobil."

Lily semakin gemetar takut, melirik Ares yang sudah keluar rumah.

Ia pun cepat-cepat menghabiskan makannya. Menyusul Ares yang sudah berada di dalam mobil Porches.

Ares melirik Lily yang sudah duduk terdiam di kursi sebelahnya. Ia pun menjalankan mobilnya.

Merasa perjalanan ke sekolahnya tidak sampai-sampai, Lily mendongak melihat sekitarnya. Matanya membola mendapati sekitar hanya pohon-pohon tinggi yang menjulang.

"Kak kita dimana?! Arah jalan ke sekolah bukan ke sini kak!" panik Lily.

Ares tidak menghiraukan Lily, tatapannya tetap fokus pada jalanan di depannya.

"Kak!" Lily menarik pelan kemeja Ares.

"Jangan pura-pura nggak tau, sayang. Kita balik lagi ke tempat ke sukaan kamu, kamu suka kan di sana?" ucap Ares dengan senyum manipulatifnya. 

Seketika Lily mengerti kemana tujuan Ares membawanya. Lily dibawa kembali ke rumah mewah milik Ares yang berada di tengah-tengah hutan.

Di sanalah saksi dimana Lily menjadi takut kepada Ares.

Lily menggelengkan kepalanya teringat memori menyeramkan itu kembali. "Enggak! Enggak! Aku gak mau ke sana!" teriak Lily.

"You late, baby."

Mobil Ares sudah memasuki perkarangan rumahnya. Saat mobil berhenti dan Ares membuka kuncinya, Lily langsung berlari keluar menuju pager.

Sayangnya, penjagaan rumah Ares ketat. Lily memberontak ingin pergi.

"Bawa dia ke atas," perintah Ares pada pelayannya.

Lily menangis sesampainya di kamar yang dimana menghancurkan hidupnya.

Di kamar ini kesuciannya diambil paksa oleh Ares selaku kakaknya.

Mendapati Ares keluar dari kamar mandi, Lily langsung menghampiri lelaki itu yang sudah shirtless.

"K-kak Ares...aku salah apa kak?! Aku udah nurutin semua kemauan kamu! Asal jangan bawa aku ketempat ini lagi!" ucap Lily sambil menangis gemetar.

Ares tiba-tiba mendorong Lily hingga terjatuh di atas kasur. "Simpen tenanga kamu, Lily. Aku nggak mau kamu pingsan saat kita sex."

"Kamu gila kak!"

"Ya, gila karena kamu. Tubuh kamu nggak bisa bohong, sayang. Liat." Tangan Ares turun menyentuh area sensitifnya di bawah sana, mengusapnya dengan jarinya.

"Kamu udah basah. Tubuh kamu nggak nolak, Lily."

Lily menggeleng tetap tidak mau.

Sayangnya, tangan gesit Ares sudah membuka semua pakaian yang menutupi tubuh indah Lily.

Kini Lily sudah telanjang sepenuhnya. Tak butuh waktu lama, Ares langsung bermain di area kesukaannya, payudara Lily.

"Kak..." Derai tangis Lily tidak berhenti.

Puas membuat kedua bukit itu memerah dan ujungnya menegak, kepala Ares mulai turun ke bawah.

Meregangkan kedua paha Lily, mendekatkan wajahnya di kewanitaan Lily.

"Ahh!" Tubuh Lily menegang saat lidah Ares menjilati kewanitaannya.

"Kak s-tophh!" Namun, tubuhnya beraksi lain. Lily menggelinjang hebat mendapatkan orgasme dari permainan lidah Ares.

"You like it?" Ares bertanya seraya menatap Lily di bawahnya.

Lily hanya diam saja, membuang muka, nafasnya masih tidak stabil. Air matanya juga tidak berhenti.

"Kamu sexy banget tadi, sampe banjir gitu. Enak ya lidah aku?" Ares tersenyum miring.

Lily mengapus air matanya, menatap Ares di atasnya. "K-kak ini salah. Apa yang kita lakuin ini salah. Kita adik kakak kak! Kita keluarga! Apa kamu nggak takut ketahuan mama papa?!"

Satu alis Ares terangkat. "So what? Tubuh kamu itu candu, sayang. Aku gak bisa berhenti gitu aja. Lagian kita juga udah sering ngelakuin di rumah dan buktinya sampai sekarang aman aja."

Lily tidak bisa berkata-kata lagi.

"Enjoy aja, Lily. Selama aku dan kamu sama-sama enak, apa yang perlu dicemasin?" bisik Ares di telinga Lily.

Tanpa Lily sadar, Ares sudah menurunkan celananya dan mengarahkan kejantanannya masuk ke dalam liang kewanitaan Lily.

"Akh!" teriak Lily. "Kak Ares sakithhh!" Lily menangis, menjerit sakit.

"Udah cukup kamu banyak bicara. Aku udah nggak tahan liat tubuh kamu." Ares semakin menghentakan ke dalam.

"Ahh Kak Areshh..."

"Say it louder, baby."

Lily terus mendesah, di sela-sela kenikmatannya, ia tetap menangis. Ares yang ia anggap kakak sebagai pelindungnya justru menghancurkan hidupnya.

"Ini hukuman kamu nggak lepas daleman kamu."

Lily baru ingat. Ia lupa melepaskan celana dalamnya sebelum naik ke mobil Ares.

Ares memang gila, setiap mengantar Lily, kewanitaannya dimainkan walaupun Ares menyetir lelaki yang masih berstatus mahasiswa itu masih bisa membuat Lily banjir di bawah sana.

"Kak, inget kak...kamu kakak aku, kakak kandung aku!" jerit Lily di sela desahannya.

Ares mengibaskan rambutnya kebelakang. Ia terkekeh. "Persetanan, sayang."

***

Vote&commentnya yuk.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 20, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SINS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang