05.

244 33 0
                                    

“Dengar-dengar si Haechan itu sudah menemukan pendampingnya. Kira-kira penyihir seperti apa yang dipilihnya, ya?”

“Aku tebak bukan penyihir rendahan seperti kita, penyihir yang terpilih pasti berasal dari keluarga terpandang semua.”

“Si Haechan itu memang sombong, bukan? Kemarin aku mengirim petisi penurunan pajak tapi tidak ditanggapi. Sungguh, aku kesal sekali dengannya. Kalau bisa memilih, lebih baik Pangeran Mark yang mewarisi kerajaan Neortha itu.”

Telinga Renjun sungguh panas mendengar para penyihir membicarakan yang tidak-tidak soal Haechan. Hei, kalian itu hanya bisa berasumsi saja tau! Mereka sama sekali tidak mengenal Haechan, bagaimana bisa mereka bicara seenaknya begitu.

Renjun tengah berasa di sebuah gubug sederhana yang menjadi tempat perkumpulan para penyihir. Ia tidak sendiri, tentu saja ia pergi bersama Taeyong. Akan tetapi, mereka mengenakan baju penyihir biasa dengan sedikit polesan diwajah mereka agar tidak dikenali.

“Kemarin Tuan Haechan menyelamatkan hidupku, Tuan Haechan baik sekali. Bahkan dia tidak takut kehilangan nyawanya demi membantuku, Tuan Haechan memberikan tempat tinggal juga pekerjaan untukku. Aku sangat bersyukur bahwa Neortha akan dipimpin olehnya kelak,” ucap Renjun dengan sedikit berteriak, sengaja agar kedua penyihir tadi mendengar ucapannya.

Taeyong diam-diam menahan senyum melihat kelakuan Renjun.

“Apa anda tau, Tuan Haechan sedang mempertimbangkan petisi-petisi yang diberikan rakyat untuknya. Aduh, aku kasihan melihat Tuan Haechan, setiap malam ia habiskan untuk membaca semua petisi sendiri. Dia sungguh calon pemimpin yang baik,” tambah Renjun.

Kedua penyihir tadi sudah saling berbisik, sedengar Renjun mereka mempercayai apa yang Renjun celotehkan.

“Ah, putraku pintar sekali memilih pendamping.”

Taeyong mengacak rambut Renjun sebentar, “aish, beruntungnya putraku, Renjun.”

“Ssttt.” Renjun mendekatkan mulutnya ke telinga Taeyong. “Bubu, kita kan sedang bersandiwara, ayo bantu aku, hehe.”

***

"Apa yang kau pikirkan, Jaehyun?" Taeyong mulai bersuara karena Jaehyun terus melamun. "Apa ada hal besar yang menganggu pikiran suamiku? Sedari tadi aku memanggilmu tapi kamu diam saja."

"Maafkan aku, aku hanya sedang memikirkan Haechan. Anak itu sudah harus mulai bersiap untuk menduduki tahta kerajaan tapi kelakuannya sungguh membuatku sakit kepala."

Taeyong terkekeh, "apa yang dilakukannya kali ini?"

"Anak itu membual ingin menikahi sampah yang ia pungut di jalan kemarin! Anak itu benar-benar gila, bagaimana bisa ia menikahi seorang yang naru ia temui begitu? Dia tidak tahu bahaya seperti apa yang menunggunya diluar sana, dia bena—"

"Aku setuju kok," potong Taeyong tiba-tiba. "Anak itu tampak polos dan lugu, aku percaya padanya. Ia akan menjadi sumber kebahagiaan Haechan, Jae."

"Tapi—"

"Sudah, biarkan anakmu memilih siapa yang akan ia jadikan pasangan. Dia bukan Haechan kecil yang sering kembali ke istana dalam keadaan kotor atau terluka lagi, Jae. Haechan sudah dewasa, ia pasti sudah tahu apa yang baik dan buruk untuknya."

***

"Maaf kalau aku akan melangkahimu, Hyung."

Mark juga Jeno menatap heran Adik bungsu mereka yang datang tanpa menyapa atau sedikit berbasa-basi.

"Maksudmu melangkahiku itu apa? Kau akan diangkat jadi Raja dalam waktu dekat? Bukankah memang hanya kau yang bisa menggantikan posisi Ayah sebagai Raja Neortha?" Mark masih fokus berlatih pedang dengan Jeno. "Pergilah kalau kau hanya ingin membual disini, aku sedang berlatih dengan Jeno."

THE BEGINNING; Neortha.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang