[2]

25 0 0
                                    


"Dari mana saja kamu, Athjia?."

Baru saja Jia menapaki kakinya di rumah namun harus terhenti karena suara sang ayah yang terlihat sangat serius.

Jia menoleh ke belakang untuk melihat Mahendra, namun Mahendra memberi kode untuk ia tetap masuk.

"Ayah, semala—"

"Kalian berdua, duduk." Titah sang ayah membuat keduanya menurut.

Jia dan Mahen telah duduk di hadapan Arfan saat ini, Entah apa yang terjadi membuat atmosfer terasa begitu mencekam di sini.

"saya tidak mau banyak basa-basi dan langsung ke intinya, apa yang kalian berdua lakukan di Hotel semalam?,"

Mendengar ucapan Arfan membuat Jia meneguk saliva nya susah payah.

"Saya hanya antar Jia ke tempat yang aman, pak. Tidak ada maksud lain," ucap Mahen dengan berani.

"Lalu apa ini?," Arfan melempar ponsel miliknya ke atas meja di hadapan Jia dan Mahen.

Alis Jia mengernyit bingung lalu menunduk untuk melihat apa isi ponsel ayahnya itu.

Sedetik kemudian mata Jia membola dan langsung menyambar ponsel ayahnya.

Betapa terkejut nya ia saat melihat fotonya tengah di gendong oleh Mahen memasuki Hotel tersebar luas di sosial media.


"Gadis di foto tersebut itu Athjia Maharani, Anak ke dua dari pak Arfan. Miris ya kelakuan anak dari pengusaha terbesar, ayahnya orang terpandang anaknya kelakuannya begitu"


Jia terlihat menatap serius pada layar ponsel, jari lentiknya bergerak untuk membuka komentar postingan tersebut.


"hahahaa.. keliatan dari mukanya kalo anaknya tu bebas banget."

"siap-siap dah saham turun"


Dan banyak lagi komentar yang menghujat dirinya.

Jia sungguh tercengang, sedetik kemudian matanya melirik Mahendra yang terlihat bingung.

Melihat wajah Jia yang pucat membuat Mahendra mengambil alih ponsel tersebut.

"pak, ini bukan kejadian yang sebenarnya. Malam itu saya memang bersama Jia, Jia mabuk berat dan saya tinggalkan ia di lobby hotel. Saya ti—"

"saya percaya sama kamu Mahen. Tapi orang-orang itu tidak mau tau tentang kebenarannya"

"Yah, maaf. aku nanti coba minta rekaman CCTV dan juga cari tau siapa yang nyebarin foto ini."

Arfan menggeleng.

"Kalian berdua, menikahlah."

Bagaikan tersambar petir keduanya mematung saat mendengar penuturan Arfan.

"Pak, maaf apa keputusan bapak itu tidak terlalu gegabah?," Tanya Mahendra.

Jika kalian pikir Mahendra terlalu santai kalian salah.

Jantungnya sekarang bahkan mau lepas.

mengingat pernikahan itu bukan hal yang bisa di permainkan.

"Yah, apaan, sih. Udah aku bilang aku bakal cari siapa yang nyebarin fitnah ini, Aku gak mau nik—"

"Athjia, kamu tau kan mahendra ini orang terpercaya ayah?, kamu juga anak ayah, ayah percaya sama kalian tapi ayah tetap mau kalian selesaikan ini dengan pernikahan."

"Yah.. gak masuk akal, kenapa harus nikah? ada jalan keluar yang lain."

"Mahen. bagaimana?," Arfan total mengabaikan berontakan Athjia dan lebih memilih untuk fokus pada Mahendra yang sedari tadi terlihat kosong.

"Saya gak bisa, pak. Pernikahan bukan satu-satunya jalan keluar untuk itu, saya juga gak mau waktu saya terbuang untuk pernikahan yang sia-sia." ucap Mahen dengan berani sembari menatap kedua mata Arfan.

"saya permisi." Lanjutnya lalu beranjak meninggalkan Arfan dan Jia.

;

"KAK, TUNGGU!" Mahendra berhenti saat mendengar teriakan Jia dari ambang pintu.

Dapat Mahen lihat Jia berlari kecil untuk menujunya.

"Kenapa?,"

"Maaf."

Mahen tersenyum tipis, tangannya ia bawa untuk mengelus surai halus milik Jia.

"gak apa-apa, kita cari solusi yang lain. untuk saat ini kamu gak perlu keluar rumah dulu."

"tapi, lo kan kerja di kantor ayah, pasti ora—"

"Saya tidak punya apa-apa, Jia. bukan seperti kamu yang keturunan orang terpandang, Yang lebih berpotensi hancur karena masalah ini ya kamu, bukan saya."

Mahen kembali melangkah hingga sedetik kemudian ucapan Jia membuat Mahen kembali berhenti.

"Gimana kalau kita nikah aja?,"

"Saya sudah bilang saya gak mau sia-siain hidup dengan status hanya untuk kepentingan."

"enggak, bukan untuk kepentingan gue ataupun lo, tapi untuk kepentingan kita."

Mahendra menoleh menatap Jia dengan alis yang mengernyit.

"Maksud kamu?,"

"Ayo nikah, ini emang kemauan gue."

"kamu jangan bercanda, saya lagi pusing."

"enggak bercanda."

Mahendra melangkah maju mengikis jarak antara mereka.

"kalau kamu ngajakin saya nikah cuma karena mau kembalikan nama baik kamu, saya menolak."

——

TBC

HAPPY READING

MBF ( Married By Fitnah )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang