Namanya juga Arkan

1.2K 161 51
                                    

Masakan rumah sakit adalah musuh Gibran dari kecil. Baru melihat saja sudah ingin muntah, alhasil Aura yang selalu bertugas menghabiskan, setelahnya Fauzi mengomel tanpa henti. Makanan dari luar pun Gibran pilih-pilih. Kadang, lelaki itu hanya memakan beberapa potong apel atau pir, setelahnya tak ada lagi makanan yang masuk. Fauzi sampai heran sendiri, seluruh hasil pemeriksaan Gibran normal, tetapi mengapa sahabatnya itu masih kesulitan untuk makan?

Hari ini, meskipun kondisinya belum pulih betul, Gibran dipulangkan. Ah, pulang paksa tepatnya dengan alasan dia sudah merasa jauh lebih baik dibanding sebelumnya, dan pihak rumah sakit tidak bisa melakukan apapun jika pasiennya sendiri yang ngotot dan bebal seperti Gibran.

Begitu sampai rumah, Gibran langsung membanting tubuhnya di atas tempat tidur, kemudian merentangkan tangan, meminta sang istri berbaring di sampingnya.

Tanpa pikir panjang Aura langsung menuruti permintaan suaminya. Siapa sangka dia yang dulu seperti macan betina bisa jadi sepenurut itu sekarang. Gibran benar-benar mengubah dunianya. Meskipun manja, Gibran penyayang, pekerja keras, dan bertanggung jawab. Aura suka itu.

Perempuan itu beralih menatap suaminya saat Gibran berulang kali mengecup puncak kepalanya, kemudian mencecap lehernya. "Apa? Geli."

"Kangen. Di rumah sakit enggak bisa begini."

"Siapa suruh sakit."

"Siapa suruh bawa aku ke rumah sakit."

"Namanya orang panik, Sayang."

"Jangan panikan. Aku tahu banget kondisi tubuhku, jadi kalau ada yang serius pun aku bisa langsung sadar."

"Tahu banget sebelah mananya? Kalau enggak sampai tepar banget belum mau istirahat."

Gibran terkekeh. "Aku cuma kerja keras biar nanti kamu sama anak-anak sejahtera."

"Anak-anak?"

"Hm, anak kita."

Hati Aura tiba-tiba menghangat membayangkan ada bocah-bocah lucu di antara mereka yang kemudian memanggilnya mama.

"Kok senyum-senyum sendiri?" tanya Gibran.

"Kebayang lucunya anak kita nanti."

"Bikin, yuk?"

Aura memukul pelan dada suaminya, kemudian membenamkan wajahnya di sana karena malu. Namun, tiba-tiba Gibran menangkup wajahnya, menatapnya dalam, hingga perempuan itu terpana untuk sesaat. Gibran menghadiahkan kecupan di bibir istrinya.

"Love you," bisik lelaki itu.

Belum sempat Aura menjawab, Gibran sudah kembali menyerangnya. Semula hanya kecupan-kecupan kecil, kemudian berubah intens, menenggelamkan keduanya dalam nuansa romansa. Sial, saat mereka sibuk memadu kasih, sebuah suara mengejutkannya.

"Astagfirullah! Aku enggak lihat. Aku masih suci!"

Gibran sontak bangun dari posisinya dan terkejut mendapati sang adik kini berdiri tepat di depan pintu kamar mereka sembari menutup mata. "Aa! Kamu ngapain  di situ? Kenapa enggak sekolah?"

Arkan memang tidak sekolah karena sakit dan sengaja tidak mengabari kakaknya juga. Namun, beberapa saat lalu ia melihat sebuah mobil memasuki pekarangan rumah mereka yang menandakan kakak atau kakak iparnya pulang, jadi Arkan berniat menghampiri hendak minta obat.

Oh, My Twins! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang