Mungkin tahun ini aku berencana melemparkan upright piano yang berdiri ditempat yang sama selama 5 tahun di apartemenku, terlalu makan banyak tempat. Fungsinya sudah ku kubur sejak lama, namun ia masih baik. Kadang aku menekan tuts nya satu kali untuk mengecek apakah masih betul-betul menyala, dan ternyata masih. Aku mungkin saja menjualnya, mengingat harga jual piano ini masih tinggi. Tapi aku sangsi, apakah aku betul-betul ingin menjualnya? Setelah betapa banyaknya kenangan yang ia simpan selama ini?
Piano ini selalu mengantarkanku menuju kenangan dan luka lama. Aku menatap lekat pada upright piano ini, dan menyentuhnya hati-hati. Ini tidak terlihat seperti piano berumur 10 tahun. Kayunya masih mengkilat, tidak ada cacat, karena aku merawatnya sedemikian rupa. Aku menghela napas berat, mengingat masa lalu seperti mengguratkan sembilu di paru-paruku.
Pandanganku beralih ke arah trophy dan semua foto yang tersusun rapi diatasnya. Tertera nama Salsyabila Kyle di salah satu trophy tersebut. Aku membaca beberapa pigura yang menyimpan potongan surat kabar lama. Headline dan isinya mungkin sudah kuhafal dengan jelas. 'Salsyabila Kyle, Pianis termuda berbakat Indonesia', 'Pertunjukan memukau SK di gedung opera sydney', 'Konser tunggal pianis SK membius Ibukota'. Aku membuang sebagian pigura itu, aku biarkan mereka hingga tersisa 3 buah. Setidaknya pengingat bahwa dulu aku adalah selebritis. Pianis top lebih tepatnya. Hingga pada akhirnya aku pensiun ketika kedua orangtuaku meninggal di hari ulangtahunku yang ke 17. Kecelakaan mobil, entah percobaan bunuh diri. Entahlah. Aku tidak tahu karena sampai saat itu kepolisian tidak pernah memberikanku berita yang pasti, hingga kasus ini ditutup.
Masalah timbul ketika kedua orangtuaku meninggal. Tiba-tiba om dan tante ku berebut harta kekayaan yang ditinggalkan ayahku. Mereka yang dulu selalu menyayangiku, mungkin yang terlihat menyayangiku (mereka bahkan sering memberikanku coklat dari Singapura, mainan dari Belanda, atau baju dari Hongkong) berubah mengabaikanku. Teman-temanku satu persatu menjauhiku, karena kini 'Syabil sudah bangkrut', 'Salsa bukan anak konglomerat lagi'. Pacarku waktu itu meninggalkanku, ia berdalih akan pergi pindah ke Australia untuk melanjutlan kuliah, tidak mampu dengan hubungan jarak jauh. Lucunya, pada akhirnya aku menemukan dia di Taman kota menggandeng wanita cantik dengan aksen Jepang. Mungkin karena hectic nya kehidupanku pada waktu itu, ia tidak mengira aku akan keluar rumah dan membuntutinya. Meskipun aku tidak mengelak, aku kewalahan dengan para pencari berita mencariku, memberiku banyak ucapan belasungkawa sekaligus mencercaku dengan berbagai macam pertanyaan. Kemudian, masih dalam keadaan yang penuh dengan polemik, seperti sedang memanfaatkan keadaan, seorang ibu mengaku bahwa beliau adalah orangtua kandungku. Beliau berkoar-koar di media massa mencari simpatisan dan pendukung, memaksaku melakukan test DNA untuk membenarkan pernyataannya.
Aku tidak sanggup. Sungguh.
Hingga suatu hari dimana rasa frustasiku memuncak, aku berakhir diruang ICU dengan luka di bagian pergelangan tanganku.
Aku bangun dan menemukan mbak icha, seorang guru TPA di madrasah komplekku, duduk disamping ranjang rumah sakit, terlihat lega melihatku membuka mata. Pada waktu itu aku sangat bersyukur, seseorang yang menungguku bukanlah seorang yang memburuku. Ia yang sebetulnya kebetulan hanya datang kerumah sakit untuk menjenguk temannya, diberi amanat oleh om ku untuk menjagaku hingga sadar. 'Nanti kami beri upah, kami ada urusan penting' begitu kata mbak icha, meniru kata-kata om ku berbicara.
Dengan rasa sakit hati yang dalam, aku kembali kerumah bersama mbak Icha, dan menemukan seluruh keluargaku berkumpul bersama notaris, yang aku tahu ia adalah notaris kepercayaan ayah. Mereka dengan tiba-tiba mengerumuniku dengan cepat, bertanya bagaimana keadaanku dan apakah aku baik-baik saja, yang terakhir aku tahu mereka bertanya begitu karena mereka membutuhkan tanda tanganku untuk pencairan dana seluruh harta ayah sesuai dengan surat wasiatnya. Ayah mewariskan seluruh harta kekayaannya padaku, anak satu-satunya. Hal ini bisa dilakukan dan sah secara agama, karena om dan tanteku tidak memiliki hubungan darah dengan mereka. Ayahku adalah anak pungut yang tumbuh sukses menjadi pengusaha ternama. Catatan tambahan, jika memang pembagian harta harus dilakukan, maka harus atas ijinku, Salsyabila Kyle.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be(Lie)ve
Literatura FemininaSalsyabila Kyle, terbayang-bayangi kenangan masa lalu, penghianatan yang dalam dan kebohongan membuatnya menyerah dan menghapus kata 'percaya' dalam kamus hidupnya. Berjibaku menjalani hidup dengan berteman makhluk tak kasat mata, ia hanya akan sedi...