Sementara menunggu kedatangan Abimana, Angga memperhatikan Amelia dengan tatapan yang menyeringai, namun membuat Mahendra yang sedang menunggu Abimana pun merasakan hal memicu hatinya ketika melihat Amelia di godain oleh Angga.
"Amelia, lihatlah langit, begitu indah, pasti karena mereka merasa terhormat menyambut seorang bidadari surga yang datang ke markas ini," goda Angga sambil tersenyum penuh pesona ke arah Amelia."Stop dengan gombalanmu. Aku tidak tertarik dengan rayuan murahan dari seseorang sepertimu," bentak Amelia dengan tegas.
"Siapa yang kamu sebut 'rayuan murahan'?" tanya Angga dengan nada penasaran.
"Tentu saja kamu. Memang kamu kira bos kamu, Kalian berdua sangat berbeda. Kamu lebih cocok disebut penjahat wanita," ucap Amelia dengan nada mengejek, tanpa meredakan rasa jengkelnya.
Melihat situasi semakin memanas, Mahendra segera memotong interaksi antara Angga dan Amelia.
“Angga, diam!” perintah Mahendra dengan suara tajam, memotong obrolan mereka.
Angga mengangguk patuh dan memutuskan untuk tidak melanjutkan godaannya. Meskipun terlihat agak kesal, dia tetap mematuhi perintah bosnya.
Amelia merasa sedikit lega melihat Angga tidak melanjutkan gombalannya, namun tetap merasa tegang karena situasi yang belum jelas.
Amelia duduk di kursi dengan hati yang berdebar-debar, menunggu dengan gelisah kedatangan Abimana. Dia merasa lega setidaknya Angga tidak melanjutkan godaannya, meskipun situasinya masih tegang.
Beberapa saat kemudian, pintu ruangan tiba-tiba terbuka, dan Abimana masuk dengan langkah cepat. Wajahnya penuh dengan ekspresi keseriusan dan kekhawatiran.
“Apa yang terjadi?” tanya Abimana dengan suara serius begitu masuk ke dalam ruangan.
“Kau datang sendiri, seperti yang kusuruh. Baiklah, sekarang bicaralah dengan adikmu.” Perintah Mahendra dengan nada tinggi
“Abang, mereka membawa aku ke sini. Mereka mengancam akan melukai aku jika kamu tidak datang sendiri. Tolong, bawa aku pulang,” pinta Amelia dengan suara gemetar.
“Tenanglah, Amelia. Aku akan membawamu pulang,” ujar Abimana dengan suara menenangkan.
“Sebelum itu, kita punya urusan yang harus diselesaikan, Abimana. Kita akan bicara tentang taruhannya.” Pinta Mahendra.
“Lepaskan adikku dulu sebelum kita membicarakan taruhan tadi. Sekarang aku sudah datang dengan uang yang kau minta, jadi cepat lepaskan adikku,” bentak Abimana, menatap Mahendra dengan tatapan dingin.
“Aku tidak akan melepaskan adikmu begitu saja, Abimana. Sebelum kamu menuruti permintaanku yang lain, yaitu menjadi pembantuku selama 1 bulan,” tawar Mahendra.
“Lebih baik aku tahan saja, daripada melihat Abangku jadi pembantu bagi orang-orang seperti kalian,” bentak Amelia dengan tegas.
“Diamlah, adik. Aku akan melakukan apa yang diminta Mahendra karena keselamatanmu lebih berharga daripada apapun,” ucap Abimana dengan suara yang tetap tenang namun penuh keputusan.
“ Seperti nya bakal ada pembantu baru bagi kita bos, rasanya aku bakal nyuruh dia buat bersihin kandang peliharaan aku” celuk angga.
“ Diam Angga karena dia masih belum bisa menjadi pembantu kita semisalnya kita tidak melepaskan adeknya” bisik Mahendra kepada Angga."Tolong, Mahendra. Lepaskan adikku sekarang juga. Aku akan menuruti kemauanmu," desak Abimana dengan suara yang masih terkontrol.
"Baiklah, Abimana. Kau membuat pilihan yang bijaksana. Angga, lepaskanlah dia." Ucap Mahendra dengan senyuman puas
Angga mendekati Amelia dan melepaskan pegangannya dengan kasar. Amelia segera berlari ke arah Abimana, merangkul kakaknya dengan erat.
Namun, sebelum mereka bisa bernapas lega, tiba-tiba beberapa orang dari pasukan Mahendra muncul di pintu, bersenjatakan pistol.
"Jangan bergerak! Semua orang di sini ditahan!" teriak salah satu dari mereka sambil mengarahkan senjatanya ke arah mereka.
"Kalian terlambat, Abimana. Sekarang kalian semua adalah tawanan kami." Teriak Mahendra dengan wajah senang.
“Anjing kalian semua! Mau kalian apa? Kalau kalian ingin membuatku tidak berdaya, tolong lepaskan adikku dari tempat ini karena dia tidak akan mengerti apa yang sedang terjadi!” bentak Abimana sambil menatap tajam pasukan Mahendra.
“Kami ingin agar kamu menjadi pembantu kami dan adikmu tetap menjadi tawanan kami. Jadi, jangan coba-coba melakukan sesuatu, atau satu peluru akan menembus wajah cantik adikmu ini,” jelas salah satu pasukan Mahendra sambil mengarahkan pistolnya ke wajah Amelia.
“Jika begitu, aku mohon lebih baik aku yang menjadi tahanan. Jangan bawa-bawa adikku, karena dia memiliki pertunjukan grup di kampus,” mohon Abimana dengan suara tegas namun penuh perhatian.
“Baiklah, hanya untuk pertunjukan, aku akan melepaskan Amelia. Namun, aku akan mengantarnya dan mendampinginya hingga selesai pertunjukan, karena kalian berdua harus tetap berada di markasku. Sebelum waktu yang akan aku tentukan, baru adikmu akan dibebaskan, dan kamu akan tetap di sini sebagai tawanan,” terima Mahendra dengan suara tegas.
Mahendra mengangguk puas atas kesepakatan tersebut. Segera setelah itu, dia memerintahkan salah satu pasukannya untuk membawa Amelia pergi dari markas.
Sementara itu, Abimana diberikan banyak tugas oleh pasukan Mahendra. Mereka menugaskannya untuk melakukan berbagai pekerjaan di sekitar markas, mulai dari membersihkan hingga menjaga keamanan. Abimana, meskipun tidak senang dengan situasi ini, menuruti perintah dengan kepatuhan. Dia tahu bahwa dia harus tetap tenang dan berpikir jernih untuk menyelamatkan Amelia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahendra And Amelia ( Zayyan Xodiac)
Teen FictionCerita ini merupakan cerita bertema mafia yang sedang melakukan hal yang balas dendam dan hati dirinya bagaimana cerita selanjutnya