NAMAKU Eliana.
Pagi ini seharusnya aku berbahagia karena kedua orang yang aku anggap kakak akhirnya menikah. Harusnya aku bahagia seperti keluarga semestinya. Mbak Didi dan Mas Hanan akhirnya menikah.
Namun sekarang ... bahagia? Nggak ada setitik pun bahagia yang bisa kukais karena pernikahan itu.
"Aku nggak bisa ... aku nggak bisa, maafin aku Eli ... Mbak nggak bisa menikah dengan Hanan, Mbak harus menikah dengan Milo," tangis Mbak Didi.
Aku berdiri mematung menatap wanita bergaun putih cantik itu. "Kenapa?"
Mbak Didi, sang mempelai perempuan sekaligus kakak tiriku, meminta untuk membatalkan acara pernikahan itu karena merasa bersalah dengan sang mempelai pria. Mbak Didi mengaku bahwa ia sudah bukan perawan, ia bahkan pernah hamil anak Mas Milo. Sehingga ia merasa nggak pantas menjadi istri Mas Hanan, calon suaminya yang juga kakak angkat tertuaku.
Mas Hanan berkata bahwa ia nggak masalah dengan hal itu. Ia ingin pernikahan mereka tetap dilaksanakan karena tulus mencintai Mbak Didi.
Namun, Mbak Didi tetap menolak. Ia lalu menceritakan bahwa alasannya ingin membatalkan pernikahan adalah karena ingin lelaki yang merusak keperawanannya bertanggung jawab.
Orang itu adalah Mas Milo, kekasihku.
Mas Milo memilih untuk memutuskan aku secara sepihak, dan bertanggung jawab pada Mbak Didi.
Karena selama ini dia nggak benar-benar cinta denganku.
***
"Nak, sebentar saja. Malam ini saja, besok biar Manda dan Radella yang gantikan kamu tapi malam ini kamu sama Manda dulu. Bisa ya?" bujuk ibu tiriku, Bu Wina.
Namaku Eli, dan sekarang aku sedang dipaksa untuk menjadi penerima tamu di acara pernikahan mantan kekasihku.
Berbeda dengan kakak-kakak angkatku. Aku adalah anak kandung Pak Gopar, meski pada kenyataannya aku hanyalah anak sambung untuk Bu Wina karena menikah dengan ayahku. Keluarga kami memang berbeda dengan keluarga lain. Agak unik, kataku setiap kali menjelaskan kepada mereka yang baru tau tentang hobi orang tuaku mengakui anak orang lain sebagai anak sendiri.
Sejujurnya, aku nggak pernah menyukai kegiatan Bu Wina dan Ayah mengadopsi anak.
Karena semua itu adalah ide Bu Wina.
"Bu, aku nggak bisa ...," tolakku.
"Eli," tegur Ayah. "Sebentar saja."
"Aku nggak bisa, Yah." Apa mereka ini nggak paham perasaanku? "Aku baru diputuskan Mas Milo siang ini. Aku sedang sedih, Bu. Aku masih nggak rela meski wanita lain yang dipilih oleh Mas Milo adalah Mbak Didi. Ibu juga nyuruh aku jadi penerima tamu biar para tamu mengira aku ikhlas mereka berdua menikah kan?"
"Kamu harus ikhlas, Eli." Bu Wina mulai berekspresi jengkel padaku. "Kenapa kamu jadi keras kepala begini? Lagipula daripada kamu dengan Milo, Didi itu lebih cocok. Didi sudah dewasa dan nggak manja seperti kamu."
Aku sontak menahan air mata yang hampir jatuh.
Di ruangan ini nggak hanya ada kami berdua. Tapi juga Ayah, serta Mas Milo dan Mbak Didi tengah dirias untuk duduk di pelaminan malam ini. Keduanya nggak berkomentar apa-apa mendengar Bu Wina memaksaku menjadi penerima tamu acara pernikahan ini.
Mereka terlihat serasi, meski memasang ekspresi sungkan padaku, tapi mereka pasti sudah melupakan kekacauan yang disebabkan Mbak Didi saat menolak dinikahkan dengan Mas Hanan siang tadi. Mas Milo jelas punya perasaan dengan Mbak Didi, begitupun Mbak Didi. Mereka jelas nggak memikirkan perasaanku yang sedang sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Past and Hope [HIAT REVISI]
RomanceMilo dan Didi memiliki masa lalu yang kelam. Aborsi yang dulu mereka lakukan meninggalkan mimpi buruk dan rasa bersalah tanpa akhir. Saat akhirnya mereka memilih egois demi memperbaiki apa yang dulu terjadi ... dua hati terluka karena keputusan itu...