Chapter 2 🔞

328 4 0
                                    

Ini seharusnya nggak terjadi.

Aku seharusnya nggak melakukan ini.

Tapi aku memang bajingan. Aku memompa keluar masuk di antara paha seorang perempuan yang menjerit karena perlakuanku.

“Ma—Mas! Berhenti-a—aah!”

Aku seharusnya nggak melakukan ini dengan gadis ini, gadis yang bukan kekasihku. Tapi tubuh kami sudah menyatu, desahan kami saling bersahutan.

“Maaas! Ah! Hah!”

Siang tadi aku adalah mempelai pria, malam ini seharusnya aku adalah seorang suami. Seharusnya … seandainya Didi, mempelai wanitaku sekaligus kekasihku nggak membatalkan pernikahan kami secara sepihak.

“Ah … ah!”

Dinar bukan lagi kekasihku.

“Mas Han!”

Aku membuka mata. Pandanganku agak kabur dan gelapnya kamar ini juga nggak mendukung untuk melihat, tapi di hadapanku wajah cantik Eli masih terlihat jelas.

Kedua bola matanya dihiasi cahaya bulan dari jendela kamar. Air mata membasahi pipinya. Lipstik merah muda di bibirnya berantakan karena bekas ciumanku. Di bawah sana, miliknya menelan kejantananku hingga pangkal.

“Ma-Mas?” panggilnya ragu-ragu.

“Ya?” sahutku lalu mencium lembut bibir Eli, “Sakit ya? Maaf Mas nggak sadar tadi.”

Eli menggelengkan kepala, rambutnya yang tergerai di bantal jadi kusut karenanya. Kutundukkan badanku lalu meraih kedua sisi kepala Eli, kurapikan rambut yang menutupi dahinya.

“Enggak uhm aku ngerasa enak kok tapi … tadi kayaknya Mas yang kesakitan.” Eli mengulurkan tangan meraih wajahku, kedua jempolnya lalu mengusap air mata yang ternyata mengalir di pipiku. “Mas nahan sakit?”

“Enggak kok, Mas cuma kepikiran tadi,” jawabku.

Mungkin aku menangis secara nggak sadar saat memikirkan betapa kacaunya hari ini. Pernikahanku yang gagal, Didi yang memilih untuk menikah dengan Milo, dan Milo yang nggak pernah menceritakan kenyataan sebenarnya sampai kejadian hari ini.

Rahasia yang ada di antara kedua orang itu menghancurkanku.

Pernikahanku hari ini batal karena Didi mengaku bahwa ia kehilangan keperawanan karena Milo, dan Didi ingin pria itu bertanggung jawab. Padahal aku nggak masalah jika memang Didi nggak perawan lagi. Tapi Didi memang hanya mencari alasan agar kami nggak jadi menikah. Dia mencintai Milo, nggak peduli kalau itu akan menghancurkan aku.

Dan Milo bajingan itu … kenapa dia nggak menolak?

Mereka berdua memang masih menginginkan satu sama lain.

Lalu kenapa selama ini Didi malah mau menjadi pacarku? Kenapa si bajingan itu juga mempermainkan Eli?

“Mas masih mikirin … tadi ya?”

“Maaf, Mas harusnya nggak mikirin itu saat kita lagi … ini.”

Eli memainkan sejumput rambutku yang menjuntai di dahi. “Wajar kalau masih kepikiran,” katanya dengan suara lembut.

Kucium siku dalam Eli. Kembali kugerakkan pinggulku, melanjutkan kegiatan kami yang sempat terhenti.

“A-aah …,” desah Eli.

“Mas masih marah, jujur … kalau mereka memang suka satu sama lain, kenapa Milo malah minta kamu jadi pacarnya? Kenapa Didi mau—”

Kewanitaan Eli tiba-tiba mengetat, mengcengkeram erat milikku hingga aku mendesis. Fokusku otomatis kembali kepada gadis itu. Di hadapanku Eli menolehkan wajah ke samping dan pahanya yang bersentuhan dengan sisi perutku menegang.

Past and Hope [HIAT REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang