Sakit Hati Olivia

0 0 0
                                    

Aku bukan perebut suami orang, meskipun untuk Kak Faiz aku sempat bercita-cita menjadi pelakor. Ingat, hanya cita-cita.

[Oliv, awas kamu kalau sampai ketahuan jalan sama suami aku! Dasar gadis nggak tahu diri, masih aja berani chat sama komen di sosial media suami orang]


Itu salah satu chat Sofia. Padahal aku chatingan dengan suaminya juga terpaksa. Menanyakan dokumen, proposal, tender, atau proyek yang belum kumengerti. Kalau terdesak deadline, terus Pak Direktur tidak ada di kantor, harus nanya ke siapa.


Teman-teman lain banyak yang bertanya mode japri, kenapa Sofia hanya menyalahkan aku?


Aku tidak menanggapi serius rentetan chat dari Sofia. Meskipun hal itu bukan pilihan tepat, setidaknya aku meminimalisir perdebatan dengan teman. Seribu kali Sofia mengumbar kemarahan ke sana kemari, kalau tanpa bukti, bisa apa dia?


hati dan moodku sering berantakan gara-gara Sofia. Bohong kalau aku bisa baik-baik saja diteror setiap hari. Apalagi, semakin tidak ditanggapi justru semakin nglunjak. Namun, tidak membalas bukan berati diam.


"Kak, istrimu itu keterlaluan sekali!"


Aku membuka percakapan saat makan siang berdua dengan Kak Faiz. Kami baru saja menyelesaikan kontrak perjanjian dengan perusahaan asing, dan klien itu pamit duluan pulang.


"Memangnya kenapa?" sahut Kak Faiz santai.


"Aku diteror terus setiap hari. Iya telepon, chat, nyindir-nyindir di story ... intinya dia bilang aku berusaha ngerebut kamu! Padahal, kan, enggak ..."


"Ngerebut? Maksudnya gimana? Kan, kalian berteman sejak masih sekolah."


 Aku menunjukkan chat Sofia, rekaman telepon, juga story yang sengaja aku screenshot. Dengan memasang wajah kesal dan merasa terganggu. Aku bisa mempengaruhi pikiran Kak Faiz.


Seolah aku korban paling teraniaya di dunia. Padahal, aku sedang berusaha menjadi pelaku utama.


Wajah laki-laki berjas hitam di hadapanku ini mulai berubah, amarah seketika menguasai dirinya begitu handphone kembali ke tanganku.


"Aku tidak menyangka Sofia bisa berpikir sepicik itu!" desisnya.


"Itulah istrimu, Kak. Sama kamu aja dia sok manis, aslinya ular!" balasku memprovokasi.


"Lalu, aku harus bagaimana, Liv? Aku nggak enak sama kamu!"


"Rampas aja handphonenya, Kak! Dia sudah keterlaluan, kan? Hari ini aku yang dituduh macam-macam, besok besok bisa jadi ipar, kerabat, atau karyawan Kakak."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 25 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aku Ingin Menjadi PelakorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang