VI

15 1 0
                                    

Oemar menahan nafas mendengar cerita Haikal. Ternyata masalah Haikal dan Gladys sangat rumit.

Setelah kepergian ayah Gladys, Haikal baru tahu bahwa apa yang ia dengar tentang Gladys saat itu hanya tuduhan tak berdasar. Salah seorang teman Haikal ada yang menyukai Gladys tapi tidak di hiraukan oleh Galdys. Dan teman satu sekolah Haikal itu merasa sakit hati lalu menyebarkan rumor buruk tentang Gladys hingga sampai ke telinga Haikal.

"Trus lo ga coba temuin Gladys gitu , Kal? Minta maaf , jelasin semuanya. Mungkin aja Gladys mau maafin lo waktu itu."

Haikal hanya diam dan menggeleng. Kepalanya masih menunduk menatap lantai.

"Gue takut , mar. Gue takut kalau Gladys ga bisa maafin gue." Jawab haikal dengan suara bergetar.

"Gue bukan hanya udah fitnah Gladys, tapi juga udah bikin Om Abie marah sampai lepas kontrol. Kecelakaan itu salah gue, Mar. Om Abie bukan orang ceroboh. Beliau selalu hati-hati kalau nyetir.." Runtuh. Haikal tak sanggup melanjutkan perkataannya. Pemuda itu menangis. Untuk yang kedua kalinya.

Oemar memberi waktu pada sahabatnya. Ketika Haikal terlihat lebih tenang barulah ia berbicara.

"Kecelakaan itu udah takdir dari Alloh, Kal. Ga ada yang bisa di salahin. Lo , om Abie bahkan supir truk itu. Dan ga ada gunanya juga lo terus menerus nyalahin diri lo"

Oemar kembali menghela nafas sebelum melanjutkan ucapannya.

"Yang harus lo lakuin sekarang adalah menatap masa depan. Lo sekarang udah ketemu lagi sama Gladys, lo ngomong baik-baik sama dia, perbaikin kesalahpahaman dulu. Tapi lo juga jangan lupa kalau sekarang ada Shania. Jangan lupa kalau selama setaun ini lo gencar banget deketin dia"

Haikal masih diam tak menanggapi. Semua yang dikatakan sahabatnya itu memang benar. Sudah seharusnya ia meminta maaf pada Gladys.

"Lo tanya deh sama hati lo. Sebenernya lo udah beneran move on sama Shania atau masih stuck sama Gladys? Jangan sampai ada yang tersakiti lagi. Apalagi mereka sahabatan udah lama."

"Bener tuh"
Faris yang baru datang langsung ikut nimbrung. Duduk bergabung dengan kedua sahabatnya.

"Lo kapan masuknya Ris? Kok gue ga denger pintu apart gue kebuka?"
Sepertinya Oemar terlalu larut dalam obrolan bersama Haikal hingga tidak menyadari ada orang yang masuk ke apartemennya.

Faris tak menanggapi pertanyaan Oemar. Ia hanya menengok sekilas padanya lalu menghadap Haikal yang sudah terlihat sedikit lebih baik.

"Lo anterin Gladys sampe rumah dia kan, Ris?" -Haikal

"Ngga. Gue anterin ke rumah Andreas." Jawab Faris asal.

Keesokan harinya Shania datang ke rumah Gladys pukul 07.45. Setelah menunggu kurang dari lima menit Gladys akhirnya keluar dengan menjinjing sepatunya. Gadis itu lagi-lagi bangun kesiangan karena rutinitas malam yang sudah hampir empat tahun ini ia jalani.

Setelah kepergian ayahnya, ibu Gladys yang saat itu bangun dari koma 4 hari setelah suaminya di kebumikan merasa sangat terpukul hingga memutuskan pergi ke Sidney tempat pertama kali ayah dan ibu Gladys bertemu dulu.

Dan sejak hari itu,  setiap malam Gladys selalu berusaha menghubungi ibunya atau mengirim pesan menanyakan dimana beliau tinggal. Gladys ingin menyusul ibunya. Tapi hingga hari ini, belum ada satupun pesan Gladys yang di balas oleh perempuan yang telah melahirkannya itu.

"Kirain lo di anter pak Budi" ujar Gladys setelah masuk ke dalam mobil Shania.

"Pak Budi lagi anter mamah ke Bandung" jawab Shania.

"Tumben tante Ayu ke Bandung gak ngajak lo?" tanya Gladys lagi sambil mengikat tali sepatunya.

"Gue juga lagi males. Tiap ke sana pasti di tanyain pacar. Udah berasa gak laku-laku gue. Mending sekolah deh" jawab Shania.

Gladys tersenyum kecil. Keluarga besar Shania memang sangat menantikan laki-laki yang akan menjadi pendamping hidup gadis itu. Karena Shania adalah satu-satunya cucu perempuan keluarga Pratama.

"Gue jadi bayangin betapa beruntungnya Haikal kalau sampai berjodoh sama lo Sha. Di manja banget pasti sama nenek lo" ujar Gladys menatap kosong jalanan di depannya.

Ada perih yang berusaha ia sembunyikan di dalam hatinya saat mengucapkan kalimat itu. Walau Haikal pernah menggores luka yang amat dalam, nyatanya hingga kini Gladys masih menyayangi laki-laki itu. Dan ia berharap Haikal akan hidup bahagia bersama sahabatnya.

"Mikir lo kejauhan" balas Shania.

Hingga kini Shania masih merasa ada yang mengganjal dalam hubungannya dengan Haikal. Ia merasa ada sesuatu hal tentang Haikal yang perlu ia ketahui sebelum menerima laki-laki itu untuk menjadi bagian penting dalam hidupnya.

Di tempat lain..
Haikal datang ke sekolah dengan menumpang mobil Oemar. Setelah bercerita tentang masa lalunya bersama Gladys kemarin, Haikal tidak bisa tidur hingga adzan subuh berkumandang.

"Terus kapan lo mau ngomong sama Gladys?" tanya Oemar setelah mereka tiba di kelas.

"Gak tahu, dari kemarin gue chat juga gak pernah di bales" jawab Haikal.

Hingga kini Haikal masih menyimpan rapi nomor Gladys dalam ponselnya. Awalnya Haikal sempat berpikir bahwa Gladys sudah berganti nomor atau mungkin memblokir nomornya, tapi saat Haikal mencoba menghubunginya, ternyata nomor tersebut masih aktif. Hanya saja setiap pesan maupun panggilan dari Haikal selalu di abaikan oleh Gladys.

"Tapi lo beneran yakin nomor itu masih di pake Gladys?" tanya Oemar lagi.

"Bener Mar, waktu itu gue pernah coba telpon Gladys pas dia lagi sendirian di halte. Dia langsung ngeluarin hpnya terus ngriject gue" jawab Haikal.

"Susah juga yaa" ujar Oemar.

"Mungkin sebenernya Gladys udah gak mau berhubungan sama Haikal lagi, tapi dia masih ragu buat blokir nomor lo" timpal Faris.

"Berarti si Gladys sebenernya masih suka sama lo dong?" tanya Oemar menatap Haikal. Dan Haikal hanya menanggapi pertanyaan Oemar dengan gelengan kepala.

"Lo gak mau coba jujur sama Shania dulu, Kal? Siapa tahu Shania bisa bantu" tanya Faris.

"Jangaan dong. Kalau nanti Shania malah mundur gimana? Kasian si Haikal" ujar Oemar.

"Kasian Haikal apa kasian diri lo sendiri?" tanya Faris melirik Oemar.

"Ya Haikal lah. Haikal kan sekarang udah bucin banget sama Shania, kasian kalau tiba-tiba ditinggalin. Kalau gue sih emang udah nyerah buat deketin Gladys" jawab Oemar tulus.

Saat jam istirahat, Haikal mendapat pesan dari Shania yang memintanya menemani gadis itu untuk pergi hari sabtu sore bersama teman-temannya.

"Tuh kan, Shania tuh udah luluh sama lo Kal. Yang harus lo lakuin sekarang adalah bicara baik-baik sama Gladys terus jadian sama Shania" ujar Oemar yang diam-diam mengintip ponsel Haikal.

"Githa kok gak ngajakin gue ya?" tanya Faris mengeluarkan ponselnya.

"Githa ngajak cowok lain kali" ujar Oemar mendapat hadiah pelototan dari Faris.

Diam-diam Haikal memikirkan rencananya bersama Shania hari sabtu besok. Jika benar yang di katakam Shania bahwa teman-temannya akan ikut juga, itu berarti Gladyspun akan ada di sana. Tapi dengan siapa Gladys akan pergi ke sana?

Haikal sangat tidak berharap Gladys akan datang bersama Andreas. Entah kenapa ia tidak menyukai laki-laki itu sejak pertama kali mengetahui kedekatannya dengan Gladys. Ditambah lagi ia pernah melihat Andreas membonceng seorang gadis yang tidak Haikal kenali.

90 Hari Menemukanmu (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang