"Alena, dimana? Jam belajarnya udah lewat, nanti Papa mar–"
Anak kecil berumur tujuh tahun itu terkejut begitu membuka pintu kamar. Alena, wanita yang baru saja ia panggil itu sudah berdiri di pagar balkon menghadap kearah dirinya.
"ALENA!!" Karang berseru. Perempuan itu berdiri di pagar balkon lantai tiga. Jika ia melangkah mundur sekali saja ia akan terjun bebas dibelakang.
Sosok Alena itu menatap ketakutan. Ia nampak kebingungan dengan dirinya sendiri. Wajahnya sembab sangat kacau. Tatapan putus asa yang selalu disorotkan itu menjelaskan semuanya.
Alena seperti kehilangan kendali. Hendak menyerah atas nasib kehidupan yang tak bisa ia terima.
"Jangan... turun Alena!" Karang membuatkan matanya, kalut dengan ketakutan setengah mati.
Alena menggeleng kecil, tangisannya semakin pecah saat itu juga. Tubuhnya limbung, tapi gadis itu menahan.
"Aku ngga sanggup lagi Kar..."
"Terus hidup Karang, adili keluargaku. Perjuangkan tanggung jawab atas kematian semua keluargaku..."
"Kamu mau ninggalin aku berjuang sendiri...?" suara Karang bergetar. Bulir air matanya tumpah tak tertahan.
Alena menghapus jejak air matanya yang terus mengalir. Meyakinkan keputusan yang diambilnya.
"Selamat tinggal Karang. Ku harap kamu tidak menderita sepertiku..." wanita itu memejamkan matanya rapat-rapat. Melemaskan tubuhnya, membiarkan nyawa itu terjun dari ketinggian.
"–ALENAA!!!"
Hal terakhir yang Karang lihat, Alena menghilang dari pandangannya. Disusul suara tukang kebun yang berteriak saat tiba-tiba jatuh dari atas.
"Alena... Alena.."
"ALENA!!!"
Karang terlonjak bangun dari tidurnya. Nafasnya memburu dengan perasaan berdebat takut. Karang memijat pelipisnya pelan, memejamkan mata berusaha menormalkan kembali perasaannya.
Semenjak kejadian itu, mimpi buruk selalu datang, seolah terus mengingatkan tanggung jawab yang harus ia selesaikan. Seperti ucapan wanita dalam mimpinya tadi.
Menyaksikan seseorang terjun bebas di ketinggian dengan mata kepalanya sendiri, itu adalah trauma terbesar Karang. Bertahun-tahun dirinya diselimuti rasa bersalah atas percobaan kematian seseorang.
Sekarang, hidupnya hanya berusaha untuk memenuhi pesan gadis itu, berjuang mendapatkan keadilan atas kematian.
Karang melirik jam alarm diatas nakas. Rupanya ia terbangun sepuluh menit lebih awal dari alarm yang ia pasang. Lelaki itu membuang nafasnya pelan. Turun dari ranjangnya berniat ke kamar mandi.
Suasana hatinya memburuk, ia dengan gontai meraih sikat giginya, menatap bayangan dirinya di kaca wastafel besar dihadapannya.
"Kalo gitu, jadiin gue milik lo. Biar ngga ada yang bisa ganggu gue karena gue milik lo."
"Nggak."
"Kenapa ngga? Gue cantik, lo liat."
"Denger ya, gua bukan sembarang orang yang bisa diajak runding sama khayalan lo itu. Jadi jangan pernah muncul dihadapan gua. Urus masalah lo sendiri."
"Kalo gua mati, elo yang pertama gua gentayangin!"
Sial, kenapa dia memikirkan gadis berponi kemarin?
![](https://img.wattpad.com/cover/363310472-288-k374265.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sea For Blue Whales [END]
Teen Fiction⚠️DILARANG PLAGIAT! GUE VIRALIN, TUNTUT MAMPUS NNTI⚠️ "Kamu pernah bilang kalau kamu lautku Karang. Seperti namaku, Lara. Kita akan tetap bertemu ditepi saat semua orang mengutarakan lukanya dengan laut. Kamu adalah penyembuh Lara. Kita akan selalu...