II

5 2 0
                                    

Albert tidak henti-hentinya terkagum. Istana layaknya kisah dalam dongeng. Padahal matahari sudah terbenam. Akan tetapi, istana sangat amat berkilau.

Cahaya sihir yang sangat amat mahal menyelimuti sudut istana. Bahkan di taman sekali pun dapat dinikmati keindahannya di malam hari.

"Selamat datang Pangeran Albert."

Sambutan datang begitu Albert turun dari kereta kuda. Dipimpin oleh butler yang sudah menunjukan tanda penuaan di seluruh rambutnya dengan susul pelayan yang menunduk hormat. Suatu hal yang lagi dan lagi baru ia dapatkan pertama kali dalam seumur hidupnya.

"Saya Jean, kepala butler istana ini, akan memandu Anda."

Albert tidak bisa berkata. Ia tatap Peter tetapi tidak ada balasan berarti. Seakan menyuruhnya untuk mengikuti apa yang butler itu katakan.

"Silahkan," tutur Jean.

Pria tua itu berbalik badan dan Albert hanya bisa mengikutinya. Berjalan di antara jajaran pelayan yang masih menunduk kaku. Mulai menulusuri lorong-lorong tanpa ada tanda kehidupan ini.

"Kita... akan kemana?" tanya Albert yang sedikit ragu-ragu.

Jean membalikan badannya, "Tentu saja ke tempat Yang Mulia Raja," balasnya dengan senyuman yang begitu khas.

Albert mengangguk paham. Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi. Lebih tepatnya Albert tidak tahu apa yang harus ia bicarakan pada pria tua ini.

Entah berapa ruangan telah mereka lewati dan akhirnya mereka berhenti di sepasang pintu yang tampak sama dengan pintu lainnya. Perjalanan membutuhkan waktu yang sedikit banyak dari apa yang Albert perkirakan. Ia tahu istana memang besar. Namun, ini kelewatan besar!

Tok! Tok! Tok!

"Saya sudah membawanya," ucap Jean singkat setelah mengetuk pintu yang menjulang itu.

"Masuk!"

Seketika pintu itu terbuka lebar. Jean yang membukanya tanpa aba-aba membuat Albert kelabakan sendiri. Walau ia tahu seperti apa ayahnya tapi ini berbeda!

"Masuklah Anakku! Aku sudah menunggumu."

Arthur menyambutnya dengan hangat. Dengan suara yang sama dengan apa yang Albert ingat. Hanya saja dengan aura yang sangat amat berbeda. Menciptakan tekanan pada hawa sekitarnya.

"Ada apa Al? Masuklah!" ajak Arthur.

Tentu saja dengan keraguan, Albert memasuki ruangan raja. Tidak ada yang membuatnya tidak ragu di tempat ini. Sebelumnya, bahkan Albert tidak dapat membayangkan dirinya menginjakan kakinya di istana. Dan sekarang, ia berada di ruang orang terpenting nomor satu di kerajaan.

"Silahkan duduk Nak."

Arthur mempersilahkannya duduk. Albert yang masih tidak bisa berkata hanya mengikuti apa yang ayahnya perintahkan. Pikirannya benar-benar kosong. Tidak tahu harus melakukan apa.

Arthur paham melihat kelakuan dari anaknya ini. Kehidupan rakyat jelata tidak akan bisa dibandingkan dengan kehidupan seorang anggota kerajaan.

"Bagaimana dengan perjalananmu?" tanya Arthur mencoba mencairkan suasana.

"Eh...A...aku..."

Sial! Dirinya malah gagap seperti ini. Padahal Peter sudah memberikan wejangan panjang di kereta kuda tadi. Mengapa ia seperti ini? Padahal ia hanya menghadapi ayahnya sendiri.

"Tidak perlu gugup Al. Lebih baik kau minum terlebih dulu."

Hanya dengan mengangkat tangannya, seorang pelayan menghampiri mereka. Dengan cekatan pelayan itu menuangkan teh ke masing-masing gelas mereka.

MoonchildTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang