Celio menoleh. Marka seseorang yang ia kenal ada di tempat kotor seperti ini dengan tangan kanannya membawa segelas wine. Ia melihat mata pemuda berambut ikal itu merah berair tatapannya juga sayu.
"Cari Pak Ryu?" Lantas Celio mengangguk kuat menunggu jawaban Marka dengan antusias.
Ia melihat kemana arah telunjuk Marka tertuju. Tepat di ujung sendiri, seseorang yang Celio kenal duduk di meja bartender sendirian dengan gelas kosong di sampingnya. Wajah itu terkubur di balik lengan. Cepat-cepat Celio berlari kecil hingga tak sadar menabrak salah satu pengunjung di sana.
Tangannya menoel-noel pipi Ryu. Entah blazer atasannya itu pergi kemana karena saat ini sudah tak terlihat mata, Ryu hanya memakai kemeja putih dengan dasi. Celio berusaha membangunkan atasannya yang sudah di ujung kesadaran.
"Pak, ayo pulang. Hari ini bapak sama ibu pulang." ajak Celio berulang kali memanggil nama atasannya itu tapi hanya deheman yang terdengar.
Aroma menyengat Ryu sangat kental hingga Celio merasa ingin muntah, perutnya terasa seperti diaduk. Ia melihat gelas bekas Ryu lalu dengan terpaksa mencium wangi dari gelas.
Lucid absinthe. Kadar alkoholnya cukup tinggi mencapai enam puluh dua persen, diproduksi oleh Amerika Serikat. Celio berpikir sudah berapa kali atasannya itu minum padahal hanya berpisah beberapa menit saja. Mungkin sampai dua puluh menitan.
Seperti yang Celio ketahui Absinthe adalah minuman yang terkenal dengan kadar alkohol tinggi. Biasanya mengandung bahan-bahan seperti tumbuhan wormwood, anise, dan fennel yang Celio tak terlalu mengerti. Serta warna hijau khasnya membuat Celio berpikir jika minuman itu berasal dari rawa-rawa dalam hutan. Jujur seumur hidupnya ia tidak pernah menyentuh yang namanya minum-minuman.
Warna dan tampilan penyajiannya sudah membuat Celio merasa jijik. Bulu kuduknya seketika merinding.
"Pak, ayo bangun." Celio sekali lagi memanggil Ryu. Dia meraih pergelangan tangan atasannya lalu dikalungkan pada leher membantu menuntun keluar dari tempat aneh tersebut.
Namun, secara tidak sadar tangan Ryu yang lain menampar kepala belakang Celio dan menggumamkan beberapa racuan tidak jelas. Setelah diletakkan pada kursi penumpang Celio segera masuk kemudian menyalakan mesin, melaju melewati jalanan sepi.
Matanya terus melirik ke belakang orang lain setengah tersadar mencoba merusak konsentrasi berkendaranya. Ryu menarik bahu Celio dari belakang meminta ditemani. Dalam hal ini seharusnya Celio merengut kesal seperti biasanya tapi diurungkan mengetahui kondisi yang ada.
"Pak, pulang ke rumah?"
Hening.
Tidak ada jawaban sama sekali. Seseorang di kursi penumpang tertidur pulas dengan kepala menempel pada jendela, sudut mulutnya sedikit terbuka. Celio memutar bola mata malas lalu mengambil keputusan sendiri untuk mengantarkan ke rumah Ryu daripada apartement. Di apartement harus menaiki lift menunggu lama dan Celio terlalu malas untuk itu. Saat ini ia hanya ingin cepat pulang.
Mobil berhenti tepat setelah memasuki gerbang hitam menjulang tinggi. Ia keluar dari mobil sesaat kemudian melihat sesuatu yang tidak biasa. Suara tak asing terdengar dari dalam bangunan besar tersebut, Celio buru-buru mengambil Parfum dari dalam mobil lalu menyemprotkan ke seluruh tubuhnya.
"Ini sudah harum," monolognya berjalan melewati beberapa anak tangga lalu mengintip dari pintu.
Terlihat dua orang paruh baya berbeda gender sedang mondar-mandir khawatir, salah satu di antara mereka berkutik dengan handphone mencoba menghubungi seseorang. Kali ini Celio meneguk ludah kasar. Kekhawatirannya menjadi kenyataan, hari ini orang tua Ryu pulang. Biasanya mereka akan bertanya pada Celio tentang keadaan putra mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Your Master • FourthGemini • On Going
FanfictionFourthGemini {On Going} "Pak, ngapain bawa tikus? Harusnya bawa makanan." _Celio "Biar menemani kamu, habis sembuh kembali bekerja." _Ryu