Ini adalah sore hari yang melelahkan bagi Celio. Bertemu dengan banyak orang membuatnya kehilangan energi sosial, di sepanjang perjalanan menuju tempat parkir ia hanya diam. Di sampingnya ada Marka sibuk berceloteh tentang pekerjaannya yang dikata sangat memberatkan pikiran.
Keduanya berhenti tepat di depan mobil milik Celio lalu berpamitan pulang untuk kembali bertemu di hari esok.
"Kamu hati-hati di jalan. Aku pulang dulu," pamit Marka berlari menjauh. Dari kejauhan Celio melihat Marka masuk ke dalam mobil hitam di ujung sana, sekilas seseorang menyeret masuk Marka secara tidak sabaran.
Celio hanya menatap seterusnya masuk mobil menyalakan mesin dan pergi. Kunjungan salah satu klein membuatnya harus menggelengkan kepala lelah. Jalanan sore dipenuhi kendaraan bermotor, masing-masing dari menunjukkan wajah lelah lesu ada juga yang terlalu stress.
"Macet banget, sih." Celio menggerutu di dalam hati. Menunggu sekitar tiga puluh lima menit hingga kemacetan berakhir.
Ia tidak langsung pergi ke rumah. Mampir di salah satu kedai membeli minuman penghilang dahaga. Kakinya melewati salah satu kedai yang menjual torta, karena terlihat menggiurkan di mata Celio segera membeli dua dibungkus untuk di bawa pulang.
Kakinya bergerak kembali menuju mobilnya yang terparkir di pinggir jalan. Arah mata Celio tidak sengaja menangkap sosok di kenal sedang duduk di trotoar jalan menunjukkan wajah kesalnya. Celio tertawa kecil melihat Ryu memakai pakaian rapi dilapisi blazer duduk seperti gelandangan.
Dengan niat hati Celio pergi menghampiri. Membuat batuk jadi-jadian lalu terkikik. "Pak, ngapain duduk di situ?"
"Ayo anterin saya pulang." Bukannya menjawab pertanyaan Celio, Ryu menyeret pergelangan tangan Celio kuat.
"Aduh pak. Sakit ini jangan ditarik," ringisnya kesal menghempaskan tangan berjalan mendahului.
Setelah menunggu beberapa saat Ryu akhirnya tiba, duduk di kursi menumpang menyenderkan kepala ke belakang. Mesin dinyalakan dan melaju di tengah keramaian ibu kota. Diam-diam Celio menggerutu dalam hati menyesal karena telah menghampiri Ryu tadi. Seharusnya tidak dan mungkin dirinya sudah berada di rumah sekarang.
Helaan nafas kasar Celio keluarkan. Ia melirik kemudian tangannya menyodorkan torta yang baru dia beli tadi, orang lain dengan cepat menyambar tanpa mengucapkan terimakasih. Perjalanan hening yang hanya diisi suara orang sedang makan membuat Celio merasa canggung. Kakinya menekan gas agar bisa cepat-cepat menurunkan Ryu di rumah.
Sekitar lima belas menit berlalu keduanya berhenti setelah memasuki gerbang hitam menjulang. Tukang kebun yang melihat segera datang menunggu pintu mobil di buka, Ryu keluar disusul Celio. Mereka bertatapan beberapa saat lalu mengalihkan pandangan satu sama lain.
"Pak Celio tidak mampir dulu?" tawar tukang kebun tersebut sedikit menurunkan nada bicara.
"Tidak, Celio mau pulang." balas Celio memberi gerakan mengusir pada tukang kebun tersebut.
"Tap-
"Tukang kebun ya tukang kebun saja tidak perlu menawarkan rumah saya untuk disinggahi orang." cerocos Ryu sinis memandangi tajam lelaki tua yang berdiri menunduk di depan Celio.
"Dada, Pak." pamit Celio hendak membuka pintu mobil tapi terhenti.
Suara wanita tua memanggil namanya. Celio memutar bola mata malas membalikkan tubuh menghadap tidak lupa memberi senyum terpaksa. Seseorang yang baru saja memanggil itu datang menghampiri membawa senyum sumringah yang jarang ditunjukkan.
"Celio ayo masuk, mampir kita makan bersama." ajaknya menarik-narik tangan Celio bak anak kecil meminta permen.
Celio menggelengkan kepala canggung menoleh ke arah Ryu meminta tolong dengan menunjukkan puppy eyes-nya. Ia berulang kali membuat alasan untuk menolak tapi wanita tua itu sangat keras kepala terus menggeleng menolak alasan apapun yang diberikan. Ryu sendiri tidak membantu menatap jengah lalu berlalu masuk ke rumah meninggalkan dua orang di luar sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Your Master • FourthGemini • On Going
FanfictionFourthGemini {On Going} "Pak, ngapain bawa tikus? Harusnya bawa makanan." _Celio "Biar menemani kamu, habis sembuh kembali bekerja." _Ryu