Pemuda itu bergegas berlari melewati tangga menuju peron stasiun yang terletak di lantai atas. Poni rambutnya basah dengan dada naik turun mencoba mengatur nafas di tengah keramaian. Pintu kereta terbuka, dia berdesakan masuk di antara orang-orang ramai.
Ia dapat bernafas lega saat berhasil masuk duduk di salah satu kursi, arloji di pergelangan tangannya menunjukkan pukul tujuh lebih lima belas menit. Seseorang di sebrang sana telah menunggu yang dikatakan ada urusan mendadak. Celio menatap orang di sampingnya sibuk berkutik dengan ponsel menekan huruf di keyboard.
Hampir sekitar tiga puluh menit perjalanan Celio turun di stasiun kota. Beruntung sebelumnya ia sudah memesan taxi lewat aplikasi online. Ponsel di saku celananya terus bergetar seseorang mengirimi banyak pesan dalam satu waktu, Celio malas untuk membalas ataupun hanya sekadar membacanya. Ia sudah tau apa isi pesannya.
"Terimakasih, pak." Celio turun langsung berlari memasuki gedung pencakar langit.
"Selamat pagi, Pak Celio."
"Pak Celio sudah pulang dari kampung?"
"Pagi, Cel."
Begitu orang-orang tempat dirinya bekerja menyapa. Celio tak punya banyak waktu hanya dapat membalas dengan anggukan kecil, ia berdecak pelan menggerutu nama orang lain.
Pintu lift di depannya terbuka Celio segera masuk bersama beberapa rekan kerjanya yang lain menunggu lantai paling atas. Ia hanya cuti tiga hari tapi sudah banyak perubahan di kantor perusahaan tempat bekerjanya. Bahkan ada beberapa karyawan baru yang namanya belum Celio kenal.
Lift terbuka semua berbondong-bondong ke tempatnya masing sedangkan Celio pergi ke ruangan bosnya. Ceo perusahaan tempat ia bekerja, salah satu temannya yang menjabat sebagai manager menyapa. Marka namanya. Orang dengan rambut ikal dan senyum tertekuk itu baru saja keluar dari ruangan Ceo membawa muka lesu.
Celio melihatnya lantas bertanya-tanya dalam benak.
Brakk!!
Pintu ruangan Celio buka dengan keras membuat dua orang di dalamnya terkejut menoleh pada sumber suara. Salah satu dari mereka keluar membawa amplop sedangkan satunya memasang ekspresi kesal. Wajah orang itu tertekuk duduk di kursi kebesarannya.
"Pak kenapa? Celio masih mau liburan malah ditelpon, masalah apa sih?" tanya Celio uring-uringan baru setelah melihat raut wajah bosnya ia terdiam.
"Maaf, Pak."
Celio sedikit menunduk. Tangannya bergerak hati-hati menutup pintu pelan takut seseorang itu bertambah marah.
"Pak Ryu, ada masalah?" tanya Celio sekali lagi dengan nada bicara sedikit berhati-hati.
"Hmm," balas seseorang yang Celio sebut sebagai Ryu. Seorang pemuda menjabat sebagai Ceo itu, dengan rahangnya yang tegas membawa kesan garang nampak di muka.
Wangi parfum yang merekat pada tubuh Ryu tercium hingga tempat Celio berdiri, Ryu memandang malas lalu kemudian menyerahkan sebuah sobekan kertas.
"Hanya untuk ini?" batin Celio geram tapi di depan bosnya ia menunjukkan wajah tersenyum pasrah.
"Ck," Celio keluar dari ruangan dengan membanting pintu. Hentakan kakinya terdengar walaupun sudah jauh, Ryu menggelengkan kepala memijat pelipisnya.
Menatap hamparan kertas serta jejeran dokumen di rak. Sebuah email masuk Ryu dengan malas memeriksanya, menarik satu alis bertanya.
Sementara waktu terus berlalu Celio akhirnya kembali membawa dua kresek hitam di tangan kanan. Wajah ditekuk mencuri perhatian semua penghuni kantor, mereka bertanya tentang drama yang terjadi sebelumnya. Memang drama Celio selalu menarik perhatian dikarenakan anak tersebut sangat ekspresif selalu menujukkan apa yang dia rasakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Your Master • FourthGemini • On Going
FanfictionFourthGemini {On Going} "Pak, ngapain bawa tikus? Harusnya bawa makanan." _Celio "Biar menemani kamu, habis sembuh kembali bekerja." _Ryu