Apa? Menikah? Aku melongo selama beberapa saat setelah ucapannya berakhir.
"Papa tadi habis dibius ya?" tanyaku.
"Rindu ..., dengarin Papa dulu," katanya sambil menahan lenganku yang sedang memijat jari-jarinya.
"Papa lagi bicara serius," sambungnya dan membuatku mendadak menegang.
"Angga ..., menikahlah dengan Rindu dan jaga dia seperti yang selama ini Papa lakukan." Kali ini mata Papa mengarah pada Angga. Oh tidak! Ini tidak mungkin. Papa tidak mungkin meminta hal tidak masuk akal seperti itu pada Angga.
"Papa bisa saja akan pergi tiba-tiba. Papa mencemaskan kamu, Nak. Papa nggak mau membiarkan kamu hidup sendirian, jadi alangkah lebih baik jika kamu dan Angga menikah. Papa akan merasa lebih tenang jika Angga yang menjadi suamimu karena Papa nggak percaya dengan lelaki lain." Aku masih mematung setelah ucapan Papa selesai. Tak lama Papa terbatuk cukup keras dan membuat Angga segera membantunya untuk duduk bersandar dan memberikannya segelas air putih.
Papa duduk dengan susah payah karena sebelah kakinya sudah sudah sulit digerakkan akibat serangan stroke beberapa waktu yang lalu.
"Papa istirahat aja dulu, jangan pikirkan apa pun," ucap Angga sambil mengusap punggung Papa. Sedangkan aku malah terpaku dengan pikiran yang semakin tak karuan.
"Kamu harus menikahi Rindu," ucap Papa mengulang ucapannya tadi pada Angga.
"Iya, Pa," balas Angga tanpa tahu jika aku semakin merasa cemas karena ucapannya. Bagaimana bisa dia langsung mengiakan permintaan Papa tanpa berpikir panjang?
"Rindu ...," panggil Papa. Betapa sebenarnya aku ingin sekali mengatakan tidak pada permintaan tidak masuk akal Papa, tapi melihat sosoknya yang tidak berdaya, rasa iba pun membuatku hanya diam.
"Dengarkan permintaan Papa kali ini, selanjutnya mungkin Papa nggak bakal meminta apa pun dari kamu lagi." Air mataku tidak bisa ditahan lagi saat mendengar ucapan Papa. Aku tidak mau membuat Papa sedih tapi kali ini permintaan Papa benar-benar tidak masuk akal buatku.
"Pa ..., aku baru aja lulus kuliah, masih banyak yang ingin aku lakukan," kataku berharap Papa mau mendengarkan ucapanku.
"Angga akan menemanimu melakukan semua itu," balas Papa. Dia kemudian meraih telapak tanganku dan telapak tangan Angga.
"Papa hanya ingin kalian bahagia," ucapnya yang membuat mulutku seperti terkunci dan tidak bisa berbicara apa pun lagi. Aku terus menahan air mataku hingga tidak mengerti apa yang sebenarnya aku tangisi, keadaan Papa atau justru karena permintaannya?
***
Aku tidak bisa memejamkan mata walau telah berbaring di kamarku sejak tadi. Angga mengantarku pulang sementara dia sendiri kembali ke rumah sakit untuk menjaga Papa. Sepanjang perjalanan pulang tadi, tidak ada seorang pun yang berbicara. Aku rasa dia juga tak kalah kagetnya serta memilih untuk diam dan menenangkan diri.
Aku tidak mau menikah dengan lelaki yang tidak mencintaiku. Bagaimana bisa aku menghabiskan seumur hidupku dengan menikah dengan Angga yang walaupun diyakini Papa akan bisa menjagaku.
Jika alasannya agar ada seseorang yang bisa menjagaku, bukankah Papa bisa membayar orang yang mau bekerja menjadi ajudan pribadiku? Oh ... sebenarnya tidak perlu karena aku sendiri bisa menjaga diriku.
Aku merasa sangat kesal tapi tidak bisa melampiaskan kemarahanku. Papa mungkin ingin yang terbaik bagiku dan memikirkan jauh ke depan, tapi kali ini aku tidak sependapat dengannya.
Aku tidak mau menikah dengan Angga, lelaki yang hanya bisa membuatku kesal. Aku tidak mungkin bisa menghabiskan waktu dengannya sementara selama ini dia hanya bisa mengganggu hidupku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mungkinkah Rindu?
Lãng mạnBagi Rindu, selamanya Angga adalah kakaknya walaupun tidak ada hubungan darah di antara mereka. Sosok kakak yang menyebalkan buatnya itu tiba-tiba saja akan menjelma menjadi suaminya. Baik Rindu maupun Angga tidak bisa menolak permintaan ayah Rindu...