Hanya Aku dan Tetap Aku

5 2 0
                                    

2 Maret 2024
Sabtu

"Mereka hebat ya, multi talenta gitu  ...," gumamku sambil melihat-lihat postingan para artis bertalenta yang telah mempunyai gelar sebagai wanita berkarir.

"Napa emangnya? Kamu mau jadi mereka?" tanya Fulannah.

Aku langsung menoleh padanya. "Iya pastilah! Pakai tanya!"

"Wes, santai, sis, santai!" Dia mengangkat alisnya dua kali. "Kenapa gak kamu usaha aja jadi mereka?"

"Sudah sis, cuma belum waktunya aja buat jadi gemilau, belum siap dijeprer-jepret estetik sama wartawan, hehehe!" Aku memanyunkan bibir.

"Halah!" kesalnya.

Ya, untuk saat ini, aku sudah puas dengan usaha-usahaku. Walau terkadang, aku merasa terlalu jauh dari apa yang mereka dapatkan. "Aku kurang berusaha" pikirku begitu. Tapi, memang benar, akulah yang kurang berusaha. Aku memang masih terlalu jauh dari mereka.

Aku adalah Kyra, seorang penulis yang namanya belum terkenal. Seorang pujangga yang mempunyai impian untuk mencapai garis setara dengan Tere Liye. Tere Liye adalah motivasiku untuk terus berkarya. Namun itulah hidup, tidak ada yang instan, simsalabim abrakadara langsunt jadi tanpa usaha.

Seorang Fulannah bertanya padaku, "Ya, ukhty, kapan berkarya lagi?"

Dengan ala logat arab aku menjawab, "Ya, sahabatku, Fulannah, segera karyaku akan kembali! Tunggu saja, aku sedang berusaha dan berdoa kepada Yang Maha Kuasa!"

"Kenapa kamu nadanya begitu? Buset dah!" Aneh, padahal dia sendiri juga bernada arab gitu.

"Lah kau sendiri tadi kenapa berlogat arab?" tanyaku balik.

Dia cemberut. "Emang gak boleh?"

"Lah terus emang aku juga gak boleh? Gimana sih?" Pitamku naik.

Fulannah memperbaiki posisi duduknya. "Lah iya ya, hehehe. Maaf! Selanjutnya bakal mau nulis apa?"

"Enggak tau," jawabku cepat, dia pun menghela napas kecewa.

Aku mempunyai bakat, walau bakatku cuma dibilang sekedar hobi di mata orang-orang. Di mataku, tidak begitu. Inilah asalku, tempat di mana seniman tak mempunyai masa depan. Berbeda dengan orang luar sana yang menghormati seniman.

Aku terlahir dengan menyukai pena dan kertas, menulis karangan adalah hal yang mudah bagiku. Itulah mengapa di mata pelajaran bahasa, orang-orang mencariku. Mereka beranggapan bahwa aku hebat dalam merangkai kata. Padahal aku belum sehebat itu. Tapi, aku senang, dengan begitu aku termotivasi bahwa menjadi seniman itu juga hebat. Itupun kalau berhasil.

Selain itu, aku sudah cukup dengan hidup seperti ini. Aku bahagia menjadi diri sendiri, tanpa memedulikan orang lain. Aku bahagia ketika aku berasa dalam dunia tak berwujud. Aku bahagia dengan hal-hal sederhana, seperti es krim, buku, kucing, game, musik, dan hal-hal lain kecilnya.

"Jika kamu ingin, kamu bisa menjadi sutradara, Ky!" seru Fulannah.

Aku memutar otak. Tidak buruk juga, menciptakan karya dan kemudian menjadikannya sebuah film, bukankah saat ini juga ada banyak cerita novel diangkat menjadi sebuah film? Ide bagus. Tapi, aku tak ingin menjadi sutradara. Biarkan karyaku saja yang dicari oleh mereka, bukan aku yang jadi mereka.

"Terimakasih tawaranmu, tapi aku tidak tertarik," jawabku sambil tersenyum.

Dia mengangguk-angguk. "Ya sudah, itu terserah, Ky. Kan aku cuma nyaranin."

"Haha, doakan saja ya!" pintaku.

Oh ya, sudah dulu ya untuk cerita hari ini, aku mau pulang. Besok akan kuceritakan lagi tentang diriku di tantangan hari ketiga. Semoga kalian terus bersamaku, love you<3

Salam dan peluk hangat

Kyra

Dari Tantangan jadi TentangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang