Prolog

3.4K 235 22
                                    

"Kamu gapapa 'kan?" tanya seorang gadis kecil sembari membantu bocah laki-laki itu yang baru saja jatuh dari sepedanya akibat ulah beberapa anak jahil.

"Aku gapapa makasih." bocah laki-laki berdiri dengan bantuan gadis kecil itu.

"Ini kacamata punya kamu?" tanya gadis kecil itu menemukan kacamata yang tergeletak diatas jalanan dimana bocah laki-laki itu terjatuh.

"Iya, ini kacamata aku." jawabnya lalu mengambil alih kacamata yang ada ditangan gadis kecil itu.

"Makasih udah nolongin aku tadi." ucap bocah laki-laki itu dengan menatap gadis kecil yang ada dihadapannya.

"Sama-sama." jawab Gadis kecil itu dengan tersenyum manis, "Beneran kan kamu gapapa?" tanyanya lagi.

"Iya, aku gapapa." jawab bocah laki-laki itu.

Gadis kecil itu menelusuri dengan intens tubuh bocah laki-laki itu.

"Bohong! Itu siku sama lutut kamu berdarah." ucapnya.

"Gapapa ini cuma luka kecil. Nan--nanti aku obati dirumah aja."

"Kamu bisa kan jalan ke kursi taman yang ada disana?" tunjuk gadis kecil itu. Sedangkan Bocah laki-laki itu hanya menganggukkan kepalanya pelan.

"Kamu tunggu disana ya. Aku mau ambil obat p3k dulu, buat obati luka kamu." ujarnya.

"Ehh.. gak usah. Nanti aku obatin lukanya dirumah aja."

"Jangan nanti infeksi. Kamu tunggu disana, aku mau ambil obat dulu dirumah. Kebetulan rumah aku gak jauh dari sini." sanggahnya, gadis kecil itu pun segera menaiki sepeda kecilnya dan pergi dari sana.

Bocah laki-laki itu tersenyum tipis. Sorot matanya nampak berbinar menatap kepergian gadis kecil yang baru saja ia temui. Detik selanjutnya, ia berjalan tertatih sambil mendorong sepedanya menuju kursi taman yang tidak terlalu jauh dari tempatnya.

"Maaf lama." ucap gadis kecil itu yang baru saja turun dari sepedanya dan berjalan menghampiri bocah laki-laki yang duduk menunggunya dikursi taman.

Bocah laki-laki itu tersenyum, "Gapapa."

"Mana lukanya? Sini biar aku obatin." ucap gadis kecil itu sembari membuka kotak p3knya.

"Tahan ya, ini mungkin sedikit perih." ucapnya.

"Lain kali kamu jangan mau dibully kayak tadi. Kamu anak laki-laki. Anak laki-laki harus berani ngelawan." ujarnya sembari mengobati luka bocah laki-laki itu dengan telaten.

"Tapi aku takut." lirihnya sedikit meringis karena sentuhan obat merah dilukanya.

Gadis kecil itu menatap bocah laki-laki itu sedikit geram, "Ngapain takut? Selagi kita gak salah gak usah takut." tukas gadis kecil itu.

"Udah selesai." senyum manis gadis itu terbit ketika ia memberikan sentuhan terakhir pada luka bocah laki-laki itu dengan menempelkan plaster berbentuk love.

"Kamu bener." ucap bocah laki-laki itu dengan mengangguk antusias. Tidak lupa dengan senyuman manisnya. Baru kali ini ia merasakan yang namanya nyaman berdekatan dengan seseorang. Sebelumnya dia tidak suka berinteraksi. Lebih tepatnya bocah laki-laki yang introvert.

"Kalau kita takut dan biarin mereka bully kita. Mereka bakalan ngelakuin hal yang semena-mena sama kita." ujarnya, "Kamu ngerti kan?"

"Iya, Aku ngerti."

"Bagus, gitu dong. Itu namanya laki-laki." ucapnya tersenyum sumringah.

"Makasih kamu udah mau obatin luka aku." ucapnya.

"Iya sama-sama. Kalau gitu aku pulang dulu ya." ucap gadis itu sembari berlari menghampiri sepedah goesnya.

"Kita belum kenalan! Nama kamu siapa!?" teriak bocah itu.

"Nanti kita ketemu lagi disini! Jam 3 sore!" dengan buru-buru gadis kecil itu menaiki sepedahnya dan pergi dari sana.

Semenjak kejadian itu. Gadis kecil dan bocah laki-laki itu sering bermain bersama disana. Menghabiskan waktu bersama. Sampai pada akhirnya keduanya menyimpan perasaan nyaman satu sama lain. Bukan nyaman sebagai teman tapi perasaan lain.

Sampai pada akhirnya keduanya harus dipisahkan oleh takdir. Takdir yang sama sekali tidak mereka inginkan. Semenjak itu juga, bocah laki-laki yang dikenal culun, cupu, tidak mudah bergaul, introvert. Kini semuanya berubah semenjak kepergian gadis kecilnya.

Mala untuk RakhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang